Cerita Perawan Perawani, Tapi Jangan Didalam Vin
: Kisah Sex ini bermula ketika tetangga di dekat kostku, Tante Lila, yg berstatus janda beranak satu, memintaku untuk memberikan private Matematika kepada Vina, anak perempuannya yang waktu itu duduk di kelas 3 SMP, karena katanya, anaknya memiliki kelemahan di dalam mata pelajaran Matematika, ditambah lagi dengan kekhawatiran akan tidak lulus dalam ujian nasional.
Permintaan tersebut aku tanggapi dengan baik, dan lebih pada keinginan untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari sebagai seorang mahasiswa yang hidup jauh dari keluarga. Apalagi pelajaran yang diminta juga memang sesuai dengan jurusan yang kuambil di kampus, jadi tidak jadi masalah bagiku.Sesuai dengan jadwal private yang telah disepakati, yaitu jam 08.00 malam, dua kali seminggu, aku datang ke rumah tetanggaku tersebut. Karena jaraknya yang hanya terhalang oleh beberapa rumah saja dari kostku, maka aku hanya mendatanginya dengan jalan kaki, itung-itung ngirit bensin… Lumayan lah! dengan gaji 50ribu – per pertemuan, aku bisa menghitung berapa penghasilanku per bulan.
Pada awalnya semua berjalan lancar, seperti layaknya private pada umumnya. Sekitar pukul 09.30 atau kadang molor sampai jam 10.00 malam, barulah aku minta izin pulang. Sampai pada suatu malam, sesuai dengan jadwal, aku datang ke rumah tetanggaku tersebut, dengan maksud memberikan private pada anaknya, tetapi ternyata yang ada hanya Tante Lila. Katanya sih si Vina keluar dengan temannya karena suatu keperluan. Kata tante Lila, mungkin sebentar lagi juga pulang. Sementara menunggu, Tante Lila menyuguhkan secangkir teh hangat dan sedikit makanan kering kepadaku. Dalam selang waktu itu terjadi percakapan kecil antara aku dan tante Lila.
“Silahkan diminum airnya, nak Rey!” kata tante Lila.
“Iya, Tante!” jawabku sambil mengambil gelas berisi teh hangat yang ada di depanku.
“Sudah semester berapa sekarang?” tanya Tante Lila memulai percakapan.
“Sudah semester akhir sih, Tante! cuman… Skripsi saya belum selesai.” jawabku agak malu-malu sambil meletakkan kembali gelas teh ke atas meja.
“Wah… hampir selesai dong! Kalau sudah lulus, nggak ada lagi dong ngasih private buat Vina…” kata Tante Lila
“Ah, masih lama juga sih, Tante! Mungkin duluan Vina lulus ketimbang saya…” jawabku merendah
“Hahaha… kerasan kuliah ya? nggak kepingin merit?” Tanya Tante Lila yg lumayan mengagetkanku.
“Hehehe… pingin sih, Tante! Tapi kerja aja belum, masa dah mikir merit…!?” Jawabku.
“Kamu itu gimana sih? ntar nyesel nunda-nunda kawin…” kata Tante Lila menggodaku. “nyesel kenapa, Tante?” tanyaku.
“Dasar anak muda! Kawin itu enak lho…!!” kata tante Lila.
“Hahaha… kalau mikir gitu2nya aja sih memang enak, Tante! tapi tanggung jawabnya kan besar kan, Tante!?” Jawabku.
“Iya, Tante!” jawabku sambil mengambil gelas berisi teh hangat yang ada di depanku.
“Sudah semester berapa sekarang?” tanya Tante Lila memulai percakapan.
“Sudah semester akhir sih, Tante! cuman… Skripsi saya belum selesai.” jawabku agak malu-malu sambil meletakkan kembali gelas teh ke atas meja.
“Wah… hampir selesai dong! Kalau sudah lulus, nggak ada lagi dong ngasih private buat Vina…” kata Tante Lila
“Ah, masih lama juga sih, Tante! Mungkin duluan Vina lulus ketimbang saya…” jawabku merendah
“Hahaha… kerasan kuliah ya? nggak kepingin merit?” Tanya Tante Lila yg lumayan mengagetkanku.
“Hehehe… pingin sih, Tante! Tapi kerja aja belum, masa dah mikir merit…!?” Jawabku.
“Kamu itu gimana sih? ntar nyesel nunda-nunda kawin…” kata Tante Lila menggodaku. “nyesel kenapa, Tante?” tanyaku.
“Dasar anak muda! Kawin itu enak lho…!!” kata tante Lila.
“Hahaha… kalau mikir gitu2nya aja sih memang enak, Tante! tapi tanggung jawabnya kan besar kan, Tante!?” Jawabku.
Tiba-tiba Tante bangkit dari tempat duduknya, lalu ia duduk di sampingku. Aku terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Tante Lila, tetapi tiba-tiba ia berbisik di telingaku…
“kalau kamu mau, kamu nggak perlu mikir masalah tanggung jawab, nak Rey!” begitu bisik Tante Lila di telingaku.
Seketika itu juga, tiba-tiba tangannya menyentuh kemaluanku yang tidur di balik celana jeans yang ku kenakan.
“Tante! kalau Vina datang gimana?” tanyaku akan gugup dengan aksi Tante Lila terhadapku. Mendengar pertanyaanku itu, Tante Lila mendorong tubuhku hingga terbaring di Sofa, dan menindih tubuhku lalu kembali berbisik.
“Tenang saja! Semua sudah tante rencanakan. Vina tidak akan pulang ke rumah malam ini, karena ia sedang ada kegiatan Camping di sekolahnya. Tadi sore, Vina pesan sama tante, minta tolong menyampaikan ke kamu bahwa private malam ini ditiadakan dulu…” Penjelasan tante itu cukup mengagetkanku. Dalam perasaan gugup bercampur birahi yang menggoda, tiba-tiba tante Lila yang duduk di atas tubuhku yang terbaring di sofa ruang tamu itu, tante melepaskan bajunya sehingga payudara putih besar yang tertampung dalam Bra putih menjadi pemandangan langka di hadapanku. Seterusnya tante Lila melepaskan rok panjang yang ia kenakan, sehingga sesosok tubuh wanita yang hanya tertutup oleh BH dan CD menjadi pemandangan nyata di depan mata.
“Tenang saja! Semua sudah tante rencanakan. Vina tidak akan pulang ke rumah malam ini, karena ia sedang ada kegiatan Camping di sekolahnya. Tadi sore, Vina pesan sama tante, minta tolong menyampaikan ke kamu bahwa private malam ini ditiadakan dulu…” Penjelasan tante itu cukup mengagetkanku. Dalam perasaan gugup bercampur birahi yang menggoda, tiba-tiba tante Lila yang duduk di atas tubuhku yang terbaring di sofa ruang tamu itu, tante melepaskan bajunya sehingga payudara putih besar yang tertampung dalam Bra putih menjadi pemandangan langka di hadapanku. Seterusnya tante Lila melepaskan rok panjang yang ia kenakan, sehingga sesosok tubuh wanita yang hanya tertutup oleh BH dan CD menjadi pemandangan nyata di depan mata.
Sejujurnya, aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka ini, tapi rasa gugup dan terkejut masih menyelimuti hatiku. Di saat itulah, tiba-tiba tante Lila berusaha membuka kancing celanaku dan menurunkan reslitingku. Dia tersenyum padaku, lalu berkata: “Burungmu pasti sulit bernafas kalau tidak dikeluarkan….” katanya. Mendengar kata-kata itu, akupun berusaha melempar senyumku dan seketika itu juga ku turunkan celana jeansku dan ku biarkan tante Lila yang mengeluarkan penis dari celana dalamku.
Batang penisku yang sudah tegang, langsung menyembul keluar setelah tante Lila menurunkan CDku. Beberapa saat tante memandangi dan meremas batang penisku, lalu ia menunduk dan memasukkan penisku ke dalam mulutnya. sebuah kenikmatan yang tak tertahan saat lidah tante Lila membelai kepala penisku. Sepertinya, aku tidak mampu menahan punjak birahi yang sudah berada di ubun-ubun. Akibatnya, spermaku pun keluar dengan kencang mengisi mulut tante yang sedang asyik memainkan lidahnya di kepala penisku.
Melihat cepatnya aku mencapai puncak, tante Lila bukannya kecewa. Ia malah tersenyum dengan lelehan sperma di bibirnya. Tante Lila mengeluarkan sisa sperma yang masih berada di mulutnya dan meludahkannya ke batang penisku. Kemudian ia kembali mengulum penisku yang mulai melemah selama beberapa saat.
Dengan bibir yang masih berlumuran sperma, tante Lila kembali menjatuhkan tubuhnya di atas tubuhku, lalu mencium bibirku. ku coba untuk membalas reaksinya dengan menyambut lidahnya yang masuk ke mulutku. Ku rasakan sebuah sensasi yang luar biasa ketika tante Lila seakan mengajak berbagi sperma di mulutku. Aku tidak perduli dengan bau sperma yang kecut harus masuk ke tenggorokanku, yang ku pikirkan hanyalah bagaimana caranya agar penisku bisa kembali bangkit dari kematiannya.
Ku ku coba meremas-remas payudara besar yang masih terbungkus BH, sebuah hal yang luar biasa yang tidak pernah ku mimpikan sebelumnya. photomemek.com Ternyata menjadi guru private anak tetangga merupakan awal hilangnya keperjakaanku. Tante Lila telah merencanakan ini secara sempurna tanpa ku ketahui sebelumnya. Mungkin sebagai seorang janda, ia juga merindukan nikmatnya saat melakukan hubungan dengan suaminya yang telah meninggal dunia sekitar setahun yang lalu.
Setelah puas berciuman mesra di sofa, Tante Lila bangkit dari tubuhku. Ia kemudian menarik celana Jeans dan CDku sampai terlepas dan memintaku untuk melepaskan baju juga. ku turuti saja keinginannya, hingga aku menjadi sesosok laki-laki bugil dengan penis yang mati tergantung.
Tante Lila memegang tanganku dan menarikku menuju sebuah kamar yang bisa dipastikan adalah kamar tidurnya. Setelah berada di dalam kamar, tante Lila melepaskan BH dan CD putih yang ia kenakan. Kemudian ia berdiri di hadapanku dengan tubuh bugil. Dalam posisi berdiri, kami kembali berciuman. Lalu ia berkata padaku:
“Rey! jika kamu sudah siap, lakukan saja yang ingin kau lakukan dengan tante…. Tante akan menunggu…” demikian perkataannya yang dipenuhi dengan birahi indah. Ia kemudian berjalan meninggalkanku dan menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur empuk yang ada di kamarnya itu. Ajakan itu tak ingin ku sia-siakan dan hilang begitu saja. Sesosok tubuh wanita yang siap untuk dinikmati, kenapa tidak ku manfaatkan…!?
“Rey! jika kamu sudah siap, lakukan saja yang ingin kau lakukan dengan tante…. Tante akan menunggu…” demikian perkataannya yang dipenuhi dengan birahi indah. Ia kemudian berjalan meninggalkanku dan menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur empuk yang ada di kamarnya itu. Ajakan itu tak ingin ku sia-siakan dan hilang begitu saja. Sesosok tubuh wanita yang siap untuk dinikmati, kenapa tidak ku manfaatkan…!?
Tanpa pikir panjang, ku dekati tubuh tante Lila yang telah terhidang siap saji untuk disantap. Lalu ku mulai aksiku dari menaiki tubuh tante Lila dan mencium bibirnya. Bibir dan lidah kami saling beradu dalam suasana yang penuh birahi. Sambil terus berciuman, ku remas salah satu payudara Tante Lila yang lumayan besar dan lembek, dengan salah satu tangan menopang berat tubuhku agar tidak menindih sempurna tubuh tante Lila.
Aktivitas itu terus ku lakukan, hingga akhirnya batang penisku kembali terjaga dari tidurnya. Dalam suasana penuh nafsu yang tak tertahan, ku sentuh selangkangan tante Lila yang ditumbuhi oleh bulu yang lebat. Ku coba untuk merayap dan memasukkan jariku ke belahan di pangkal paha tante Lila. Tidak terlalu sulit untuk mendapatkannya, hingga dalam beberapa detik, aku telah berhasil menenggelamkan jari tengahku di lobang vagina tante Lila. Sesaat kemudian, ku mainkan jariku di lobang yang basah itu, sehingga membuat tante Lila mendesah. Sepertinya dia mulai merasakan kenikmatan bercinta denganku.
Sebagai seorang yang tidak pernah melakukan hubungan seks layaknya suami istri, aku tidak begitu mengerti apa yang harus ku lakukan pada tubuh bugil yang saat itu telah siap untuk ku nikmati. Yang ada dalam pikiranku hanyalah menikmati, dan bukan memberi kenikmatan.
Tanpa terlalu lama bermain dengan benda yang juga baru pertama kali ku sentuh, aku mulai berpikir untuk memasukkan penisku yang sudah cukup keras ke dalam lobang vagina tante Lila yang kenyal dan dikelilingi oleh bulu yang lebat. Aku merubah posisi ku, lalu mengarahkan kepala penisku ke belahan di sela paha tante dengan tanganku. Mungkin karena statusnya yang janda beranak satu, alias sudah bukan perawan, batang penisku tidak terlalu sulit untuk menerobos masuk ke vagina tante Lila.
Rasa yang ku dapatkan saat menggenjot lobang vagina tante Lila yang lembat sungguh tidak bisa ku lukiskan dengan kata-kata. Batang penisku yang terjepit oleh dinding vagina yang kenyal benar-benar memaksaku untuk menuju puncak birahi. Tidak seberapa lama aku melakukan hal tersebut, dapat ku rasakan bahwa desiran darahku seakan berkumpul di pangkal penisku. Saat itulah, aku semakin meningkatkan tempo permainanku, hingga akhirnya aku tidak tahan lagi. Ku hentakkan pantatku sekeras mungkin, sehingga penisku tenggelam sempurna di dalam lobang vagina tante Lila dan ku rasakan spermaku keluar dan mengisi lobang vagina tante Lila.
Aku sama sekali tidak berpikir akan akibat yang mungkin terjadi dengan tertanamnya sperma di rahim tante Lila, kecuali setelah batang penisku kembali melemah dan ku jatuhkan tubuhku di samping tubuh tante Lila yang basah bermandikan keringat. Tante Lila tersenyum padaku, lalu berkata:
“Nggak perlu belajar lama, ya?” kata tante sambil bangkit dari posisinya. Entah apa yang akan dia lakukan, ia berdiri di atas tempat tidur lalu ia duduk di atas dadaku sambil mengarahkan vaginanya yang masih basah tersebut ke daerah wajahku.
“Mainkan lidahmu, Rey!” Kata tante kemudian.
“Mainkan lidahmu, Rey!” Kata tante kemudian.
Tanpa pikir panjang dan banyak tanya, ku turuti saja keinginannya, ku jilati belahan vagina tante Lila yang duduk di atas wajahku. Dengan bantuan jariku, ku buka belahan vagina tante yang kenyal itu lalu ku masukkan lidahku sedalam-dalamnya ke lobang vagina tante Lila. Tiba-tiba ku rasakan cairan putih kental yang tidak lain adalah spermaku keluar dari lobang vagina tante Lila dan masuk ke mulutku. Meskipun agak jijik, tapi aku tidak berani memuntahkannya dari mulutku. Aku hanya menahannya di mulutku sambil terus memainkan lidahku di lobang vagina yang terbuka lebar itu.
Beberapa saat setelah aktivitas menjilat itu ku lakukan untuk tante Lila, ku coba untuk kembali menjatuhkan tubuh tante Lila ke tempat tidur. Saat itulah, kembali ku cium bibir tante Lila sambil mengeluarkan sperma yang ada di mulutku dan memasukkannya ke mulut tante Lila. Tante Lila bukannya menolak, ia malah menerima dan bahkan menelat sperma yang ku keluarkan di mulutnya.
Malam itu, aku tidak pulang ke kostku. Aku tidak bisa meninggalkan indahnya bercinta dengan tante Lila, Ibu dari siswa privateku, karena ia adalah wanita yang telah merampas keperjakaanku, sekaligus orang yang pertama memberiku kenikmatan bercinta. Malam itu, aku tidak dapat tertidur. Meskipun aku tahu tante begitu lelah dan mengantuk, tetapi aku terus mengulangi hubungan seks dengan tante. Beberapa kali ku paksakan untuk memasukkan penisku ke vagina tante Lila saat ia tertidur, tetapi gesekan batang penisku di dinding vaginanya selalu membuatnya terbangun dan kembali memberikan respon untuk aksi ajakanku.
Seingatku, malam itu aku melakukan hubungan seks dengan tante Lila lebih dari 10 kali. Karena setiap kali penisku bangun, aku langsung memasukkan ke lobang vagina tante. Dari pelajaran malam itu, yang ada di pikiranku hanyalah keinginan untuk terus bisa merasakan vagina, hingga akhirnya aku berhasil merenggut keperawanan Vina, putri tante Lila sendiri.
Karena seringnya bercinta dengan Tante Lila, Ibu dari siswa privateku, Vina, hubungan gelap tanpa komitmen yang selama ini terjalin antara kami, tercium oleh Vina. Hal ini terjadi ketika suatu malam, setelah aku memberikan private di rumah Vina, hujan turun dengan lebatnya. Tante Lila menyarankan, agar aku tidak usah pulang dulu sebelum hujan reda. Tetapi ternyata hujan tidak berhenti hingga lewat jam 11 malam. Tante Lila menyarankan untuk bermalam saja.
Meskipun dengan sedikit basa-basi penolakan, tetapi tawaran itu ku terima dengan senang hati, dan memang itu harapanku, berharap dinginnya malam dengan suasana hujan lebat, akan menambah indah nuansa pencapaian puncak birahi dalam bercinta dengan janda beranak satu itu.
Malam itu, aku hanya tidur di sofa ruang tamu, karena memang hanya ada 2 kamar di rumah tante Lila. Mungkin hanya sekedar mengelabui Vina yang belum tahu hubungan gelap yang ku jalin dengan Ibunya. Di sofa itu, aku terus memainkan jariku di HPku yang hanya bergetar jika ada SMS atau panggilan masuk, karena memang aku sedang SMSan dengan tante Lila yang ada di kamarnya. Saling merayu di udara dengan bahasa yang mengoda birahi.
Setelah memastikan Vina tertidur di kamarnya, sekitar pukul 12.30 malam, tante Lila mengirinkan SMS yang berbunyi:
“Rey! kKmr Tante dong skrg, Tante dah pngin bgt nch!”
Menerima SMS itu, dengan penuh semangat, aku keluar dari selimutku dan bangkit dari sofa lalu melangkah perlahan ke kamar tante Lila. Suasana hujan yang masih sangat lebat memberikan keleluasaan bagiku, karena suara langkahku tidak akan memecah heningnya malam.
Saat aku membuka pintu kamar tante Lila, tiba-tiba Vina keluar dari kamarnya. Hal tersebut tentu saja sangat mengejutkanku. Apalagi melihat ekspresi keterkejutan Vina melihat gelagatku.
“Kaka! itu kamar Mama! Kaka mau apa?” begitulah kata yang terucap dari gadis muda berusia 15 tahun, Putri tunggal tante Vina. Aku yang terkejut karena nyaris tertangkap basah dengan dorongan birahiku, langsung berusaha mencari alasan yang tepat untuk jawaban untuk pertanyaannya tersebut.
“Eeee….” jawabku seraya tanganku melepas gagang pintu kamar tante Lila yang kebetulan telah terlanjur terbuka, sambil terus berpikir keras untuk mencari alasan.
“Begini Vin! tadi Kaka kira ini kamar kamu… Kata Mama kamu, Kaka disuruh membangunkan kamu. Kamu disuruh Mama kamu tidur dengan Mama, Kaka di suruh tidur di kamar kamu… Gitu, Vin! Jawabku dengan bahasa yang agar berbelit-belit. Vina mengerutkan keningnya beberapa saat, lalu kemudian melempar senyumnya.
“Oo Iya, Kak! Kamar Vina di sini… Kakak tidur aja di sini…. biar Vina tidur di kamar Mama” begitu jawab Vina sambil masuk kembali ke kamarnya dengan maksud mungkin mengambil keperluan tidurnya.
“Eeee….” jawabku seraya tanganku melepas gagang pintu kamar tante Lila yang kebetulan telah terlanjur terbuka, sambil terus berpikir keras untuk mencari alasan.
“Begini Vin! tadi Kaka kira ini kamar kamu… Kata Mama kamu, Kaka disuruh membangunkan kamu. Kamu disuruh Mama kamu tidur dengan Mama, Kaka di suruh tidur di kamar kamu… Gitu, Vin! Jawabku dengan bahasa yang agar berbelit-belit. Vina mengerutkan keningnya beberapa saat, lalu kemudian melempar senyumnya.
“Oo Iya, Kak! Kamar Vina di sini… Kakak tidur aja di sini…. biar Vina tidur di kamar Mama” begitu jawab Vina sambil masuk kembali ke kamarnya dengan maksud mungkin mengambil keperluan tidurnya.
Ku tutup kembali pintu kamar tante Lila dengan segudang kekecewaan, karena hasrat yang memuncak tidak bisa terlampiaskan di malam yang begitu mendukung ini. Dengan langkah lemas, ku beranjak ke kamar Vina, dan ku lihat Vina telah siap meninggalkan kamarnya menuju kamar Mamanya.
“Silahkan, Ka!” sapa Vina mempersilahkan aku untuk tidur di kamarnya.
“Makasih, ya Vin!” sapaku saat ia ke luar dari kamarnya. Vina hanya melempar senyum saat berlalu dari hadapanku. Ku lihat dengan selimut di tangannya, ia membuka kamar Mamanya, kemudian masuk dan menutup pintu kamar Mamanya tersebut. Dengan tertutupnya pintu kamar tante Lila, maka pupuslah harapan untuk bisa kembali bercinta dengan tante Lila.
“Makasih, ya Vin!” sapaku saat ia ke luar dari kamarnya. Vina hanya melempar senyum saat berlalu dari hadapanku. Ku lihat dengan selimut di tangannya, ia membuka kamar Mamanya, kemudian masuk dan menutup pintu kamar Mamanya tersebut. Dengan tertutupnya pintu kamar tante Lila, maka pupuslah harapan untuk bisa kembali bercinta dengan tante Lila.
Malam terus berlalu, tetapi aku tetap tidak bisa tertidur karena gagalnya mencuri kesempatan indah untuk bercinta. jam 1 malam, hujan telah berhenti, tiba-tiba HPku bergetar, dan ku lihat ada SMS masuk. ku buka dan ku baca, ternyata tante Lila yg mengirimnya.
“Rey! kmu psti blm tdur kn?” itulah bunyi SMSnya. dengan masuknya SMS itu, aku merasa ada secercah harapan baru untuk kembali bisa melepas hasrat yang tertunda. langsung ku balas SMS tante Lila:
“blm, tnte? gimana nih? sy udah gak tahan mau nancepin lgi.” jawabku via SMS. tak seberapa lama, masuk lagi balasan dari tante Lila. “iya, tnte jg nch” begitu jawab tante Lila singkat. Dengan gesit ku mainkan jariku merangkai SMS balasan, dengan maksud menyusun strategi untuk bisa memadu hasrat tanpa diketahui vina, anak perempuannya. “vina dah bobo ya tante?” bgitu isi SMSku. “Iya!” jawab tante Lila dengan singkat.
“blm, tnte? gimana nih? sy udah gak tahan mau nancepin lgi.” jawabku via SMS. tak seberapa lama, masuk lagi balasan dari tante Lila. “iya, tnte jg nch” begitu jawab tante Lila singkat. Dengan gesit ku mainkan jariku merangkai SMS balasan, dengan maksud menyusun strategi untuk bisa memadu hasrat tanpa diketahui vina, anak perempuannya. “vina dah bobo ya tante?” bgitu isi SMSku. “Iya!” jawab tante Lila dengan singkat.
“Tnte, kontolku dah bngun nch, tnte! udh ga thn mau ngntot memek tnte!” bgitu rayuanku dalam SMS berusaha mengajak tante Lila untuk kembali melakukan hubungan seks denganku. “Rey! kmu tljg dlu, ya! nnti tnte ksana” bgitulah balasan tante. dengan girang ku balas SMS tante Lila dengan dua kata “OK!” Dengan semangat menggebu, ku lepaskan sluruh pakaianku dan ku baringkan tubuhku di atas tempat tidur di kamar Vina, putri semata wayangnya. Dengan rasa tidak sabar, kembali ku berniat untuk mengirim SMS ke tante Lila, tetapi tiba-tiba ku dengar pintu kamar di buka dengan hati-hati, dan ku dengan suara pintu itu kembali di tutup dengan hati-hati. Dalam senyapnya malam yang di hiasi suara titik-titik air sisa hujan lebat, tak ku dengar adanya langkah yang datang menuju kamar dimana aku terbaring menunggu saat-saat indah menikmati vagina tante Lila yang lembek dan basah.
Tiba-tiba gagang pintu kamar mulai bergerak dan pintupun mulai terbuka perlahan. Tetapi aku sangat terkejut, karena yang datang bukan tante Lila, melainkan Vina, putrinya yang baru kelas 3 SMP. Vina meletakkan jari telunjuknya di bibir sebagai isyarat agar aku tidak bicara. Aku yang sudah terlanjur telanjang, tidak mampu berbuat apa-apa kecuali menutupi batang penisku yang sudah keras dengan guling yang ada di sampingku.
Setelah kembali menutup pintu kamar dengan hati-hati, Vina melangkah ke arahku, dan duduk di sampingku lalu menarik guling yang menutup kemaluanku. Ia kemudian menggenggam batang penisku dengan kencang, sehingga hampir membuatku berteriak. Vina mendekatkan wajahnya ke hadapanku dan dengan nada berbisik, Vina berkata:
“Jadi selama ini, Kaka dibayar bukan hanya untuk ngasih private aku ya?”“Maaf, Vin! Kaka… bukan begitu! kamu tidak mengerti…” “Kaka nggak usah bohong! Vina sudah baca semua SMS Kaka di HP Mama…”
“Apa? jadi yang…..”
“Iya! yang balas SMS Kaka itu Vina, Ka!”
“Maafkan Kaka, Vin! Kaka nggak ada maksud begitu…”
“Udah deh! Kaka nggak usah bohong… Kenapa Kaka melakukan ini dengan
Mamaku!?”
“Vin! bukan kemauan Kaka, Vin! Kaka juga nggak tahu kenapa ini sampai terjadi…!!” “Kak! Mulai hri ini, Vina nggak mau private lagi sama Kaka… Vina kecewa sama Kaka!”
“Apa? jadi yang…..”
“Iya! yang balas SMS Kaka itu Vina, Ka!”
“Maafkan Kaka, Vin! Kaka nggak ada maksud begitu…”
“Udah deh! Kaka nggak usah bohong… Kenapa Kaka melakukan ini dengan
Mamaku!?”
“Vin! bukan kemauan Kaka, Vin! Kaka juga nggak tahu kenapa ini sampai terjadi…!!” “Kak! Mulai hri ini, Vina nggak mau private lagi sama Kaka… Vina kecewa sama Kaka!”
Mendengar kekecewaan Vina itu, ku peluk tubuh Vina dan ku ciumi bibirnya, tetapi Vina tidak bereaksi melawan, apalagi berteriak. Ku jatuhkan tubuhnya ke tempat tidur sambil terus ku ciumi bibirnya. Ku tahan gerakan kedua tangannya dengan kedua tanganku, dan ku tindih tubuhnya agar dia tidak lagi mampu bergerak.
Merasakan Vina yang tidak bereaksi melawan terhadap aksiku, dan cenderung pasrah, aku menghentikan ciumanku dan ku tatap wajah Vina. Tetapi yang terlihat dari wajahnya bukan kekecewaan. Vina justru melemparkan senyumannya kepadaku. “Ada apa ini?” pikirku dalam hati…
“Perawani Vina, Ka! tapi jangan hamili Vina!” itulah kalimat yang terucap dibalik senyumnya. Aku pun senang mendengar kalimat itu. Tanpa pikir panjang, ku lepaskan seluruh pakaian yang menutup tubuhnya, mulai dari babydol yang dikenakannya, hingga BH dan CDnya. Tampak dihadapanku sesosok tubuh kecil yang lumayan langsung dengan buah dada kecil yang montok. Selangkangan Vina yang cembung dengan rambut ikal tipis yang tumbuh dipermukaannya, merupakan sebuah pemadangan baru yang sangat indah bagiku.
Aku tidak mau melewatkan kesempatan untuk merasakan bagaimana nikmatnya vagina seorang perawan berusia 15 tahun. Tanpa menunggu lebih lama, langsung ku angkat kedua kakinya, sehingga selangkangannya terbuka lebar. Terlihat jelas belahan vagina Vina yang hanya seperti lipatan kulit berbentuk garis lurus. Tidak terlihat disana ada lobang untuk masuknya penisku yang sudah siap tempur.
Tanpa pikir panjang, langsung ku arahkan kepala penisku ke belahan yang masih sangat rapat itu. Dengan kedua tangannya, Vina memegang kakinya yang terbuka lebar ke atas. Dengan bantuannya itu, aku bisa menggunakan jariku untuk membuka belahan vagina Vina. Bisa ku lihat di dalamnya daging yang agak basah berwarna merah muda, dan langsung ku tancapkan kepala penisku di sela belahan yang terbuka itu. Dengan sedikit memaksa, kepala penisku berhasil menerobos lobang vaginanya yang terasa sangat sempit.
Aku terus menekan agar penisku bisa masuk sempurna ke dalam vagina Vina, namun usaha itu harus ku lakukan dengan perlahan. Aku harus tarik ulur agar cairan vaginanya membasahi seluruh batang penisku. Tanpa cara itu, Penisku tidak bisa dipaksa masuk.
Sedikit demi sedikit, batang penisku semakin dalam masuk ke lobang vagina Vina yang sangat sempit, sampai akhirnya setengah batang penisku telah berhasil masuk. Dalam posisi penis yang setengah menancap di selangkangannya, ku jatuhkan tubuhku di dadanya. Ku raih bibirnya dan mencoba menciuminya, ku remas payudara montok yang masih ranum itu, sesekali ku jilati pipi, kuping, leher dan terkadang turun ke payudaranya.
Vina terpejam dan sesekali berdesis, sepertinya ia menikmati sentuhan yang lidahku di leher dan payudaranya.
Vina terpejam dan sesekali berdesis, sepertinya ia menikmati sentuhan yang lidahku di leher dan payudaranya.
Bahkan mungkin ia melupakan bahwa penisku baru setengah masuk ke lobang vaginanya. Melihat keadaan itu, ku tumpukan tubuhku di atas siku yang berada di kedua sisi tubuhnya dan ku pegang erat bahunya. Dengan terus menjilati payudaranya dan sesekali mengecup puting susunya, kembali ku genjot lobang vaginanya yang sangat rapat dan kesat. Terus ku coba dan ku coba, meski kedua bahunya telah ku pegang erat, tetapi tetap saja genjotan yang ku lakukan untuk menerobos lobang vaginanya hanya bisa masuk dengan perlahan.
Akhirnya ku putuskan untuk fokus pada usaha untuk memasukkan penis ke lobang vaginanya. Aku turun dari tempat tidur, dan menarik tubuh Vina ke sisi tempat tidur itu. Dengan posisi berdiri di sisi tempat tidur, kembali ku arahkan penisku yang sedikit ku basahi dengan air liurku ke lobang vaginanya. Penisku kembali hanya bisa masuk setengah ke dalam lobang vagina Vina, namun dengan posisi berdiri, aku bisa menahan kedua pahanya agar tubuhnya tidak bergerak mengikuti tiap genjotanku. Usahaku akhirnya tidak sia-sia, karena dengan posisi itu, aku bisa lebih cepat menerobos lobang vagina Vina dengan sempurna.
Dalam posisi tenggelam sempurna, aku mjatuhkan tubuhku ke dada Vina dan berguling agar posisi Vina di atas. Ku peluk tubuh Vina dan ku coba menarik keluar penisku dari lobang sempit yang basah itu, lalu mendorongnya masuk kembali. Beberapa kali ku lakukan itu, aku mebali berguling, sehingga posisiku mebali di atas. Saat itulah permainan sesungguhnya di mulai. Vagina Vina sepertinya telah mampu beradaptasi dengan benda tumpul yang menerobos lobang vaginanya.
Rapatnya lobang vagina Vina memberikan kenikmatan yang luar biasa yang tidak pernah ku rasakan saat bercinta dengan tante Lila. dinding vagina Vina seakan mencengkram erat batang penisku, persis seperti saat pertama Vina mencengkar penisku dengan tangannya.
Kenikmatan itu pulalah yang mungkin membuatku tidak bertahan lebih lama untuk menahan muncratnya sperma. Karena pertimbangan tidak untuk menghamili, tetapi hanya memerawai, maka penisku ku cabut dan spermaku pun hanya membuahi bulu-bulu lembut yang tumbuh di atas permukaan vagina Vina.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,