Cerita Sex Selingkuh Dengan Polisi Ganteng
Kumpulan Cerita Sex yang terlengkap – Cerita Penis Vagina adalah cerita sex panas terbaru dengan Cerita Sex Selingkuh Dengan Polisi Ganteng. Situs ini dikhususkan untuk orang dewasa saja yang berisikan cerita-cerita seru dan terlengkap untuk usia 18 tahun keatas yang dapat meningkatkan nafsu birahi jika ingin mastrubasi atau bersetubuh dengan lawan jenis anda. Selamat membaca.
Aku bernama Yuni, tinggal di kompleks perumahan elit di Bandung. Suamiku termasuk orang yang selalu sibuk sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kejaksaan Bandung, tugasnya boleh dibilang tidak kenal waktu. Usiaku sudah 35 tahun selisih tiga tahun lebih muda dari suamiku, tinggiku 160 cm dan berat 50 kg, orang-orang bilang tubuhku bagus, tapi menurutku biasa-biasa saja. Aku punya dua orang putra, anak pertama kelas 2 SMP dan anak kedua kelas 6 SD.
Aku melakukan kesalahan yang sangat fatal dalam hidup ini karena aku telah berselingkuh dengan seseorang yang aku belum begitu mengenalnya.
Singkat cerita, kejadian ini pada tanggal 5 April 2011, dimana waktu itu aku berkunjung ke kantor suamiku setelah aku pulang mengajar. Oh ya, aku adalah seorang guru di salah satu SMP Negeri dan Swasta di Bandung. Dari sekolahan aku langsung meluncur kekantor Kejaksaan Bandung, tapi diperempatan sebelah timur tugu, aku telah melanggar lampu merah dan akhirnya aku dikejar oleh salah seorang polisi yang sedang bertugas, polisi itu berhenti memotong laju kendaraanku dan aku pun bergegas menginjak rem.
“Selamat siang Bu!!” kata polisi itu.
“Siang Pak,” begitu sahutku.
“Maaf Bu, Anda telah melanggar lampu merah. Tolong tunjukkan SIM dan STNK Anda.”
Aku pun mengeluarkan dompet dan menyerahkan SIM berserta STNK.
“Maaf Bu, Anda harus ikut saya ke Pos Polisi.”
Setelah sampaui di pos polisi, aku diberi alternatif untuk mengembalikan SIM aku. Yang pertama aku harus sidang pada tanggal 10 April dan aku harus membayar denda sebesar Rp. 20.000. filmbokepjepang.sex Tanpa ambil pusing akupun langsung membayar denda karena aku juga tergesa-gesa menuju kantor suamiku, karena suamiku telah menungguku untuk pulang bersama. Kebetulan suamiku tidak membawa mobil karena dipakai salah satu temannya.
Aku akui polisi tersebut tampan, badan tinggi dan tegap. Setelah proses pembayaran denda selesai, sang polisi itu bertanya.
“Maaf Bu, kenapa Ibu kelihatannya tergesa-gesa?”
“Iya ini Pak, aku sudah ditunggu suamiku dikantornya.”
“Kalau boleh tahu kantornya dimana Bu?”
“Kantor Kejaksaan Pak,” aku jawab pertanyaannya.
“Oh ya, Suami Ibu siapa namanya, kalau boleh tahu?”
“Pak Wanto,” jawabku.
“Hah… Pak Wanto,” polisi itu merasa terkejut.
“Iya memang kenapa,” tanyaku kepada polisi muda.
“Aku kenal baik Bu dengan beliau.”
“Oh ya… Bapak kenal dimana?” kembali tanyaku.
“Aku sering ke kantor kejaksaan Bu, jadi ya kenal dengan Pak Wanto.”
“Ohh… Iya sih polisi sama kejaksaan masih saudara ya,” begitu gurauku dengan polisi muda itu.
“Ahh… Ibu bisa aja. Pak Wanto beruntung ya punya istri secantik ibu.”
“Terima kasih Pak atas pujiannya, tapi aku boleh pergi sekarang pak? Kasihan suamiku sudah menunggu,” begitu sahutku sama polisi muda.
“Ohh… Silahkan Bu, kalau Ibu butuh sesuatu yang berhubungan dengan polisi silahkan hubungi aku Bu,” sambil kasih secarik kertas berisikan nomor hp dia.
Aku pun menerimanya dan langsung pergi ke kantor suamiku. Setiba dikantor suamiku, dia sudah menunggu diruang tamu, sedang bincang-bincang dengan rekan kerjanya.
“Kok Mama lama banget sih, kemana aja?” tanya suamiku kepadaku.
“Maaf Pa, tadi aku ketilang,” jawabku singkat.
“Kok Mama tidak bilang, kan nanti bisa tidak bayar denda,” jawab suamiku.
“Gak masalah Pa, lagi pula Mama yang salah.”
“Emang siapa yang tilang kamu Ma?” tanya suamiku.
“Dia namanya Agung,” begitu jawabku sama suamiku.
“Hah… Agung, Mama tidak bilang kalau Mama istriku?”
“Bilang sih Pa, tapi pas sudah membayar denda, sudahlah Pa tidak usah dibahas lagi,” begitu aku meyakinkan suamiku biar tidak berkepanjangan.
“Ya sudah.. ayo pulang,” ajak suamiku.
Setelah suamiku pamit kepada rekan-rekannya, langsung aku dan suamiku berboncengan menuju rumah.
Keesokan harinya hari, kebetulan aku tidak mengajar karena hari kamis tidak ada jam pelajaran yang aku ajarkan. Akhirnya aku dirumah sendiri karena anak-anak sekolah dan suami kekantor, yang ada cuma pembantu. Sekitar pukul 10 pagi, telepon rumah berdering. Aku pun langsung angkat teleponnya.
“Halo.. Selamat Pagi,” jawabku.
“Halo Ma ini Papa, tadi polisi yang menilang kamu kemarin datang kekantor minta maaf sama Papa, dan mau ngembaliin uang denda kemarin,” kata suamiku ditelepon.
“Terus gimana Pa? Ya sudahlah Pa tidak usah diusut lagi.”
“Aku tidak ngapain-ngapain kok, tadi dia sendiri yang datang kekantor dan minta maaf,” begitu jawab suamiku.
“Ya sudahlah, terima aja uang dendanya, selesai kan?” akupu menjawab.
“Sekarang dia menuju rumah kita, karena aku bilang minta maaf aja langsung sama istriku,” jawab suamiku.
“Iiih… Ngapain Pa? kayak kurang kerjaan aja?” aku membalas perkataannya.
“Ya sudah tidak masalah, ntar dia cuma minta maaf aja kok. Dah ya Ma, Papa lagi kerja nih,” begitu kata suamiku.
“Ya sudah Pa. Da….” aku pun tutup teleponnya.
Selang tiga puluh menit, ada kendaraan sepeda motor Honda Tiger datang, aku sedang menonton TV diruang keluarga.
“Permisi… Permisi..” panggil seseorang dibalik pintu depan.
“Bi… tolong buka pintu, ada tamu,” aku menyuruh pembantuku.
“Iya Bu,” jawab pembantuku.
“Maaf Mbak.. Ibu Yuni ada?” tanya seorang tamu tadi.
“Ada Pak, tapi Bapak siapa ya?” tanya kembali pembantuku.
“Oh ya, bilang saja aku Agung. Ibu sudah tahu kok,” jawabnya.
Aku yang didalam ruang keluarga mendengar percakapannya, aku terkejut setelah yang datang adalah Agung sih polisi muda yang tampan, tegap dan tinggi.
“Silahkan masuk Pak,” pembantuku bersikap sopan terhadapnya.
Gak lama kemudian pembantuku datang.
“Bu ada yang cari Ibu?” kata pembantuku.
“Siapa Bi?” tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Agung Bu, katanya Ibu sudah tahu,” jawab pembantuku yang polos.
“Ya sudah sana masak lagi,” begitu perintahku sama pembantuku.
Aku pun berdiri menuju ruang tamu. “Eh, Pak Agung, ada apa ya Pak? Apa masih perlu syarat lagi untuk ditilang?” kataku sedikit menyindir.
“Gak Bu, jadi tidak enah nih. Aku hanya minta maaf Bu,” jawab Agung.
“Ngapain minta maaf, kan aku yang salah dan kamu sudah sesuai prosedur untuk menilang aku,” aku pun menjawab.
“Iya sih Bu, tapi aku tidak enak aja,” kembali berkata dengan nada menyesal.
“Ya sudah tidak usah dipikirkan lagi,” sahutku.
“Iya Bu, terima kasih,” jawabnya.
“Kok Bapak tidak bertugas,” tanyaku.
“Aku mohon jangan dipanggil Pak dong, panggil nama saja,” jawabnya.
“Oh ya Maaf. Agung kok tidak tugas?” tanyaku kembali.
“Aku nanti malam piket Bu,” jawabnya dengan polos.
“Oh… Jadi kesini intinya hanya minta maaf ya?” tanyaku kepada Agung.
“Iya Bu.. Maaf Bu kok sepi emang rumah sebesar ini dihuni siapa saja Bu?” tanya Agung.
“Ohh… Anak-anak lagi sekolah, Bapak dikantor, jadi dirumah cuma aku dan pembantuku, tapi kalau aku kerja ya cuma pembantuku,” jawabku jelas.
“Rumah sebesar ini cuma dihuni empat orang ditambah pembantu Bu?” tanyanya kembali.
“Iya mang kenapa?” tanyaku kembali.
Aku akui rumah kami memang besar bertingkat, kamar tidur ada 6, diatas dua dibawah tiga dan satu kamar pembantu. Untuk kamar atas khusus kamar aku dan suamiku dan satu kamar atas untuk kamar tamu. Anak-anakku punya kamar sendiri-sendiri dibawah.
“Gak apa-apa.. Cuma tanya aja kok Bu,” jawab Agung.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang dan kami masih asyik mengobol. Diwaktu ngobrol, pembantuku membawa minuman teh buat Agung dan aku.
“Silahkan diminum Gung,” perintahku sama Agung.
“Iya Bu, terimakasih,” jawabnya.
Kami pun menikmati teh yang dibuat oleh pembantuku. Dan tiba-tiba..
“Ibu cantik sekali,” kata Agung.
“Maaf… Apa Gung?” aku pura-pura tidak dengar dan sedikit kaget.
“Iya Ibu cantik sekali, Pak Wanto beruntung punya istri kayak Ibu yang cantik dan pinter,” katanya kemblai memujiku.
“Terima kasih atas pujiannya, tapi aku sudah berusia 35 tahun jadi dibandingkan dengan perempuan yang seusia aku pasti jauh lebih cantik. Apalagi aku sudah bersuami dan punya anak lagi,” jawabku sambil menyakinkan kalau aku sudah berumah tangga.
“Tapi Ibu tetap cantik kok, walaupun punya anak,” dia kembali memujiku.
“Terima kasih ya, tapi Agung jangan memuji terus, karena tidak enak aja kedengarannya,” jawabku halus.
“Apakah aku salah Bu, jika kagum terhadap Ibu?” dia mulai merayu lagi.
“Gak salah kok, cuma tidak enak aja. Apa lagi aku sudah bersuami dan anak-anakku sudah beranjak dewasa,” jawabku kepada Agung.
Dia berdiri dan duduk disamping kananku. Aku mulai merasa takut, aneh pokoknya sudah tidak karuan perasaanku. Aku sedikit menggeser ke kiri, dia mengikuti geser pula, akhirnya aku berdiri karena aku merasa terlecehkan.
“Maaf Gung, jangan begitu tidak enak sama pembantuku, apalagi aku sudah bersuami,” kataku tegas.
Tapi dia ikut berdiri dan kedua tangannya memengang pundakku dan ditekan kebawah agar aku kembali duduk disofa. “Maaf Bu, tapi aku benar-benar kagum terhadap Ibu, Ibu cantik bahkan kecantikan Ibu mengalahkan semua wanita yang masih berumur belasan tahun. Benar Bu ini semua kejujuranku terhadap Ibu, aku bisa saja mendapatkan wanita lain tapi menurutku mereka tidak menarik bagiku, tapi Ibu yang menarik hatiku,” kataknya lugu.
Apakah dia jujur apa tidak tapi yang jelas sudah lama suamiku tidak memujiku bahkan hampir tidak pernah memujiku. “Maaf Gung, aku sudah tua, sudah punya anak dan suami. putri77.net Aku sudah berkeluarga dan aku merasa sangat bahagia dengan keluargaku saat ini. Jadi aku mohon jangan lakukan lagi,” pintaku terhadap Agung walaupun tidak dipungkiri aku merasa senang dipuji.
Agung mulai mengeluskan tangannya dirambutku yang lurus dan panjang sambil berkata, “Ibu, aku tidak bermaksud merusak kebahagiaan Ibu, tapi aku hanya mengatakan kalau aku suka sama Ibu walau umurku lebih mudah tujuh tahun dibawah Ibu. Tapi menurutku Ibu tetap cantik dan menarik.”
Dia mulai berani mendekap aku. Jantungku berdebar tidak karuan, aku berontak tapi dia tetap tidak melepaskan pelukannya.
“Cukup Agung, kamu jangan kurang ajar gini dong,” gerutuku masih dalam pelukannya.
“Coba nikmati Bu, jangan berpikir Ibu berkhianat terhadap suami Ibu, tapi berpikirlah bagaimana agar ini terasa indah,” begitu katanya menyakinkanku.
Dilepas pelukannya dan dia memandangi wajahku. Dan kuakui dia anak yang tampan. Dan tanpa sadar dia telah mencium pipiku, dia melihatku dengan mata sayu lalu tiba-tiba dia mulai mencium pipiku lagi. Aku akui aku menikmati ciuman mesranya dipipiku.
Dia kembali memelukku, tapi ini apa yang kurasakan dia menjilati kupingku, terus menjilati leherku kemblai lagi ke kuping terus menerus, aku hanya diam terpaku, akhirnya aku mendesis lirih. Dan seperti kehilangan kontrol, aku pun membalas menjilati kuping. Agung membalastidak kalah jilatannya. Nafasku terengah-engah tanda nafsuku mulai naik.
Ternyata dia tahu aku telah terangsang dengan tingkahnya. Tiba-tiba tangan kirinya dia taruh ke pahaku, tapi saat itu aku tidak menunjukkan reaksi, tangan Agung mulai mengelusi pahaku kemudian menaikkan elusannya ke perutku kemudian ke dadaku. Aku tepis kuat-kuat, dan aku bisikkan agar jangan tidak sopan padaku.
Dia tunjukkan celana dalamnya yang telah terdorong mencuat karena kontolnya yang nganceng berat sambil telunjukknya menunjuk bibirnya agar aku diam. Kemudian dia perosotkan celananya hingga kontolnya yang cukup besar dan ujung kepalanya yang merah berkilatan itu nampak tegak kaku mencuat dari rimbunan bulunya yang masih halus tipis.
Aku kaget banget dengan ulah Agung ini. Yang aku takutkan kalau tiba-tiba pembantuku mendengar, masuk ke ruang tamu dan melihat apa yang sedang terjadi, bisa-bisa aku dianggap main serong sementara suamiku masih berada di kantor.
Aku berontak untuk berdiri dan meninggalkan ruang tamu, tapi Agung lebih sigap dan kuat. Ditariknya rambutku dengan kasar hingga aku nyaris terjatuh. Kemudian dengan paksa mukakku ditundukkan ke arah selangkangannya. Dia arahkan kontolnya ke mulutku, maksud dia menyuruhku untuk mengulumnya. Kurang ajar dan kebangetan banget nih anak. Tahu bahwa ada pembantuku di dapur dia berani mencoba melakukan perbuatan ini padaku.
Tapi aku tidak mau, dengan lembut dia menidurkan aku disofa dan tanpa kata-kata dia membuka kancing bajuku dan dia menyentuh kedua bukit kembarku dan membuat aku mendesis-desis. Dia lepaskan bukit kembarku dan berdiri sambil menutup celananya kembali yang sempat dikeluarkan kontolnya.
“Bu, kita ke kamar ibu, dan suruh pembantu ibu pergi kemana gitu biar kita bisa senang-senang tanpa ada yang menganggu.” katanya.
Aku diam terpaku dan masih bimbang apakah aku menerimanya apa menolaknya, apa aku sudah berselingkuh. Aku masih terdiam sementara Agung menunggu jawabanku. Aku masih berpikir apa aku harus menampar muka Agung dan mengusirnya. Tapi jujur aku akui kalau perilaku Agung membuat aku terangsang dan akhirnya.
“Bi.. Bibi…” aku memanggil pembantuku.
Pembantuku datang dengan lari-lari kecil dan menyahut panggilanku.
“Ada apa Bu?” tanyanya.
“Bibi sekarang ke pasar beli buah buat persediaan anak-anak,” perintahku.
Kebetulan buah-buahan yang dikulkas telah habis. “Tapi Bu, aku sedang masak,” bantah pembantuku.
“Ya sudah tinggalkan saja, nanti sekalian mampir ke rumah makan padang beli lauknya saja buat makan siang anak-anak,” perintahku kembali sama pembantuku.
“Baik Bu,” jawab pembantuku.
“Oh ya sekalian jemput Eka ya, habis dari beli buah jemput Eka,” perintahku lagi sama pembantuku. Eka adalah putraku yang kedua kelas 6 SD, biasanya pulang jam dua siang. Anak pertamaku karena sudah kelas 2 SMP jadinya ada les tambahan.
“Baik Bu,” jawabnya lagi.
Sambil aku beri uang belanja dan kunci motor, aku sempat melirik Agung yang tersenyum-senyum padaku. Aku pun belum begitu meresponnya. Pembantuku telah pergi dan akhirnya tinggal aku dan Agung. Sempat melihat jam sudah menunjukkan pukul 12 siang, dan nanti kurang lebih jam 2 lewat siang pembantuku akan kembali bersama anakku, itu artinya aku masih punya waktu 2 jam untuk bersama Agung.
Tapi jujur aku masih merasa bingung apa yang harus aku lakukan atau tidak, karena aku merasa bahagia dengan keluargaku saat ini juga, tetapi tidak dapat kupungkiri aku sudah merasa terangsang dengan perilaku Agung. Tiba-tiba Agung mengangetkan lamunanku.
“Bu, ayo ke ruang keluarga sambil nonton TV,” ajak Agung.
Aku pun melangkah ke ruang keluarga dengan Agung, dan setelah sampai, kami duduk di karpet depan TV yang masih menyala. Tanpa basa-basi langsung saja dia merangkulku dan merobohkan tubuhku dikarpet dengan posisi telentang. Aku hanya bisa protes saja.
“Gung…. apa-apaan sih.. katanya mau ngobrol saja kok jadi begini…” kataku sedikit memprotes.
Dan sambil mencari kaitan BH di belakang bajuku, dia berkata, “Sebenarnya… aku pengen Bu…”
Setelah kaitan BH-ku terlepas, langsung saja BH-ku dibuka dan dijilatnya kedua payudaraku serta menyedot-nyedot puting susuku yang putih dan besar. Tanpa sadar aku mencoba memasukkan tangan kananku ke dalam celana Agung sambil mencari-cari kontolnya yang sempat diperlihatkan olehku tadi. Tapi karena celananya agak sempit sehingga aku kesulitan memasukkan tanganku dan langsung saja aku berkata entah sadar atau tidak.
“Gung… bukain celanamu, aku pengen pegang punyamu,” pintaku.
Dan tanpa melepas puting susuku yang masih dia sedot, Agung mulai melepas celana dan celana dalamnya sekaligus sehingga dia sekarang sudah telanjang bulat dan kontolnya yang setengah berdiri itu langsung saja kupegang dan segera saja aku berkomentar.
“Gung… kok masih lembek, ngak kayak tadi?” tanyaku.
“Coba saja di isap… pasti sebentar saja sudah tegang, mau?” tanya Agung.
Sambil memandangi wajahku, dan aku pun mulai menjilatinya, lagian aku juga pernah menjilati punya suamiku. Agung melepas isapan mulutnya di payudaraku dan bangun serta duduk di dekat kepalaku, sambil sedikit dia memiringkan badanku kearahnya. Dan dengan tdak sabaran langsung saja batang kontolnya yang masih setengah berdiri itu kupegangi dan kepalanya ku jilat-jilat sebentar dan langsung dimasukkan ke dalam mulutku. dia memutar badanku setengah tengkurap, aku segera saja memaju mundurkan kepalaku sehingga kontolnya keluar masuk di dalam mulutku.
“Aahh… Oooohh… Bu….. terus…. Oooohh…. enaknya… Uuhhhh…..” desah Agung sambil membelai rambut di kepalaku dan sesekali dia menjambak dan baru sebentar saja aku menghisap kontol Agung, terasa kontolnya sudah tegang kembali.
Tiba-tiba aku menjawab dengan sedikit meminta.
“Gung…. tolong punyaku juga…”
Ternyata dia langsung mengerti apa yang aku mau dan langsung saja dia merubah posisi dan dia menjatuhkan dirinya tiduran ke dekat kakiku dan dia menarik celana dalamku turun serta melepaskannya dari badanku.
Dengan perilakunya aku bergerak dan berganti posisi tidur di atas badan Agung sehingga memekku tepat berada di mulut Agung. Maka tanpa bersusah payah dia sibak bulu-bulu memekku yang menutupi bibir memekku dan setelah itu dia membuka bibir memekku dengan kedua jari tangannya dan dia menjulurkan lidahnya menusuk ke dalam lubang memekku yang sudah basah oleh cairan.
Ketika ujung lidahnya menyodok ke lubang memekku, langsung saja aku menekan pantatku ke wajahnya sehingga terasa dia sulut bernafas dan langsung ku kocok-kocok kontol Agung dengan jari tanganku. artikelbokep.com Lalu lidahnya menjelajahi seluruh bagian memekku dan bibir memekku tetap dia pegangi, aku lalu menaik turunkan pantatku sehingga dengan cepat aku merasa keenakan dijilati. Aku mendesah yang agak keras karena terlalu nikmat.
“Oooohh… Gung….. Aaahhh…. terus… Gung…. Aduh…. enak…. Gung… Gung…. Oooouuhh…” desahku.
Dan sesekali itilku yang sedikit menonjol itu dan sudah mulai mengeras, dia hisap-hisap dengan mulutnya sehingga desahan demi desahan keluar dari mulutku.
“Ooohh… Itu… Gung…. enak sayang…” desahku sambil menikmati perilaku Agung.
Dan aku melepaskan pegangan di kontolnya Agung dan aku menjatuhkan diri dari atas tubuhnya dan tidur terlentang sambil memanggilnya.
“Gung, sayang, sini. Aku sudah ngak tahan.. Ayo sini Gung…” memintaku sama Agung si polisi muda.
Dia segera saja bangun dan membalik badannya serta dia menaiki tubuhku dan aku ketika tubuhnya sudah berada di atasku, aku membuka kakiku lebar-lebar dan dia tempatkan kakinya diantara kedua kakiku. Dengan nafas terengah-engah dan mencoba memegang kontonya aku berkata,
“Gung… cepat masukin.. aku sudah tidak tahan…”
“Tunggu sayang, biar aku saja yang masukin sendiri,” kata Agung sambil memindahkan keatas, tanganku yang tadi mencoba memegang kontolnya dan menggesek-gesekkan di belahan bibir memekku beberapa kali dan kemudian dia mulai menekan ke dalam lalu, “Blesss” terasa dengan mudahnya kontolnya masuk ke dalam lubang memekku dan aku mengerang bersamaan kontol Agung masuk ke dalam lubang memekku.
“Auww…. Gung…” aku sambil mendekap Agung erat-erat.
“Sakit sayang?” tanya Agung.
Dan aku hanya menggelengkan kepalaku sedikit, lalu aku menciumi dia disekitar telinga lalu berbisik. “Enak Gung… Ooohh….” aku mendesis.
Dia menciumi wajahku dan sesekali dia hisap bibirku sambil dia memulai menggerakan pantatnya naik turun pelan-pelan, aku mencengkram punggungnya Agung dengan keras. Dan aku berkata sambil menikmati goyangan pantat Agung.
“Gung… coba diamkan dulu pantatmu itu,” pintaku sama Agung
Agung pun menuruti saja permintaanku. Aku langsung mempermainkan otot-otot memeku dengan nikmat dan Agung terasa kontolnya seperti dipijat-pijat serta tersedot-sedot dan jepitan serta sedotan memekku semakin lama semakin kencang sehingga kontolnya terasa begitu nikmat dan aku pun menikmatinya. Dan ternyata Agung terlena dengan keenakan.
“Ooohh…. Bu….. enaknya… Oooohh…. Terus Bu…. Aduuuhh.. Enakk!!” erang Agung merasa keenakan disedot oleh memekku.
Agung sudah tidak dapat tinggal diam saja, langsung pantatnya naik turun sehingga kontolnya keluar masuk ke lubang memeku serta terdengar bunyi, “Plekkk… Plekkkk…. Plekk…” secara beraturan sesuai dengan gerakan kontolnya keluar masuk memekku yang sudah sangat basah dan becek.
“Gung, cabug dulu kontolmu, biar aku lap dulu punyaku sebentar,” kataku sama Agung.
“Biar saja Bu… nikmat begini kok,” sahutnya sambil meneruskan gerakan kontolnya naik turun semakin cepat dan aku tidak memperhatikan jawabannya karena sedang merasakan kenikmatan yang sangat enak.
“Oooohhh… Aaaakkhhh…. Gung…. teruskan Gung…. Uuuuhhhh….” sambil mempercepat goyangan pinggulku serta kedua tanganku yang dipunggungnya selalu menekan-nekan diserta sesekali aku menyempitkan lubang memekku sehingga terasa kontolnya terjepit-jepit dan aku menikmati hal seperti ini.
“Oooohhh….Bu… Oooohh…. enak….. Bu…. Aku sudah ngak kuat…. Mau….. Keluar…..Bu… Oooohh…” desahnya yang sudah tidak kuat lagi menahan keluarnya air maninya.
“Gung….ayo.. Gung… Ooohhh…. Aku juga… ayo sekarang keluar sayang….Aaaakkkhhh,” desahku setengah berteriak.
Lalu dia menyemprotkan air maninya semua ke dalam lubang memekku sambil dia menekan kuat-kuat kontolnya dan aku pun mendekapnya dengan sekuat tenagaku. Baru sekarang kuraih kenikmatan yang luar biasa. Sungguh aku merasa nikmat walau aku merasa bersalah terhadap keluargaku.
Agung terkapar di atas badanku dengan nafas ngos-ngosan demikian juga dengan nafasku yang sangat cepat. Setelah nafas kamu mulai mereda, lalu dia berkata, “Bu aku cabut kontolku ya,” dan sebelum dia menghabiskan perkataannya, aku cengkeram punggungnya dengan kedua tanganku dan aku berkata.
“Jangan dulu Gung, aku masih ingin kontolmu tetap ada di dalam.”
Dia pun menuruti kata-kataku, setelah agak lama dalam memekku, dikeluarkan kontolnya dari memekku. Kami pun merapikan diri kami masing-masing. Setelah kulihat jam ternyata menunjukkan 13.15 wib, Agung pun berpamitan akan pulang sambil melumat bibirku. Aku pun membalas ciuman mulutnya.
“Terima kasih Bu, aku sangat puas,” kata Agung berbisik dikupingku. Aku hanya diam tidak menjawab, Agung pun langsung keluar rumah dan pergi.
Aku merasa aneh dengan diriku, aku mengkhianati suamiku dan keluargaku tapi hati kecilku merasa senang dengan kejadian ini. Setelah kejadian ini aku merasa bersalah dengan keluargaku, aku mencoba memperbaiki sikapku, tapi setiap malam aku merasa kangen dengan Agung. Bahkan saat berhubungan dengan suamiku, aku membayangkan dengan Agung yang sangat lihat membuat aku dengan mudah terangsang.
Aku dan Agung pun memanfaatkan hari kamis dimana aku libur kerja dan dia piket malam hari. Sampai saat ini aku dan Agung masih berhubungan, sesekali kami sex phone, dan lain-lain. Aku memang Ibu yang tidak tahu diuntung dan kurang bersyukur dengan kebahagiaanku saat ini. Aku pun menulis cerita nikmat dan pilu ini atas kemauan aku sendiri.
— S E L E S A I —