Dendam Pegawai Senior Chapter 1
- Home
- Cerita Porno
- Dendam Pegawai Senior Chapter 1
Eva berangkat kerja hari ini dengan senyum terkembang di bibirnya. Dia baru saja mendapat promosi jabatan minggu ini, padahal belum 2 tahun dia bekerja di perusahaan itu. Promosi itu melengkapi kebahagiaannya yang juga baru menikah 6 bulan lalu. Sebelum menikah Eva dan Wahyu sempat berdiskusi apakah Eva harus berhenti bekerja setelah menikah karena jika terus bekerja maka mereka harus tinggal terpisah. Tapi ternyata Wahyu memberinya ijin untuk terus bekerja, dan promosi inipun membuat Wahyu ikut senang dan semakin bangga dengan istrinya itu.
Di kantornya Eva memang terkenal sebagai pegawai yang ulet dan selalu bekerja keras. Dia juga baik dan ramah kepada semua orang. Sikapnya itu rupanya membuat Bu Anggi, pemilik perusahaan menyukainya, dan ketika ada jabatan kosong karena ditinggal pensiun salah satu pegawainya Bu Anggi langsung memilih Eva untuk menempatinya. Tapi tentu saja tidak semua orang menyukai hal itu. Adalah Pak Reman, pegawai senior yang selama ini memang kurang suka dengan adanya Eva.
Awalnya Pak Reman senang ketika Eva masuk ke kantor ini dan bergabung sedivisi dengannya. Hal itu karena Eva yang memiliki paras cantik dan manis membuat Pak Reman bisa cuci mata setiap hari disela-sela banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan. Tapi setelah melihat bagaimana hasil pekerjaan Eva, Pak Reman justru merasa terancam dengan kehadiran wanita cantik itu. Dan ternyata benar, Bu Anggi lebih memilih Eva untuk dipromosikan ketimbang dirinya yang sudah 10 tahun lebih bekerja di kantor itu.
Keputusan Bu Anggi ini memang cukup beralasan, karena meskipun pegawai senior, tapi hasil pekerjaan Pak Reman tidak pernah bisa membuat Bu Anggi terkesan. Terlebih lagi latar belakang pendidikan Pak Reman yang bahkan tidak lulus SMA. Hanya karena merupakan saudara jauh dari suaminyalah Pak Reman bisa bekerja disana. Kalau boleh dibilang, bahkan Pak Reman lebih sering merepotkan pegawai lain dan bahkan Bu Anggi sendiri karena pekerjaannya sering tak beres. Sudah beberapa kali Bu Anggi ingin memecat Pak Reman, tapi selalu dilarang oleh suaminya, karena alasan tak enak dengan keluarga besarnya.
Setelah tahu Eva yang dipromosikan untuk jabatan baru itu, membuat Pak Reman semakin malas-malasan untuk bekerja. Pria yang sudah beristri dan memiliki 2 orang anak ini rupanya benar-benar tak terima dengan apa yang didapat oleh Eva. Melihat Pak Reman yang semakin malas itu sebenarnya membuat Bu Anggi dan pegawai yang lain jengah, namun mereka mencoba memaklumi karena posisi Pak Reman yang tidak bisa “disentuh” di kantor itu.
Eva sendiri yang sekarang menjadi atasan Pak Reman sudah diberi tahu oleh Bu Anggi tentang Pak Reman. Dia pun berusaha untuk memakluminya. Terlebih kemarin dia juga sudah mendapat nasehat dari suaminya bagaimana memperlakukan pegawai seperti itu, karena di tempat kerjanya, suami Eva juga sering mendapati pegawai yang seperti itu. Eva berusaha untuk tidak merubah sikapnya meskipun sudah naik jabatan, dia tetap bekerja seperti sebelumnya.
Pak Reman semakin tidak nyaman bekerja di bawah Eva. Beberapa kali dia kena tegur meskipun dengan bahasa yang santun karena sikap malas-malasan dan juga hasil pekerjaannya yang sering kacau. Dia ingin sekali membalas dendam, dan membuat wanita itu tak lagi berani untuk macam-macam dengannya, tapi dia bingung harus melakukan apa.
Suatu hari, saat sedang duduk bermalas-malasan di kursinya Pak Reman dipanggil oleh Bu Anggun ke ruangan rapat. Saat itu memang sedang ada rapat mingguan kepala divisi. Dia bertanya-tanya kenapa sampai dipanggil, seingatnya kali ini dia tidak sedang membuat masalah dengan Eva kepala divisinya.
Tok Tok Tok…
“Yaa masuk” terdengar suara Bu Anggi dari dalam.
“Manggil saya bu?” tanya Pak Reman.
“Iya Pak Reman, silahkan duduk di samping Bu Eva” jawab Bu Anggi.
Pak Reman kemudian duduk di kursi sebelah Eva yang kebetulan memang satu-satunya kursi yang kosong. Dia heran kenapa semua yang ada di ruangan itu menatap dirinya.
“Ada apa ya bu?”
“Jadi gini pak, saya selaku pimpinan perusahaan ada yang mau disampaikan terkait kinerja Pak Reman belakangan ini”
“Kinerja saya? Memang kenapa dengan kinerja saya?” tanya Pak Reman dengan cueknya.
“Saya sudah dengar laporan, baik dari Bu Eva maupun dari kepala divisi lain yang sering melihat Pak Reman. Sudah hampir sebulan ini pekerjaan bapak berantakan, dan bapak juga terlihat malas-malasan dalam bekerja, saya ingin minta penjelasan untuk semua itu” Bu Anggi menjelaskan alasannya memanggil Pak Reman
“Penjelasan yang seperti apa bu?” tanya Pak Reman masih dengan gaya cueknya.
“Ya penjelasan, alasan kenapa kinerja bapak seperti itu sekarang” jawab Bu Anggi yang mulai kesal.
“Ah saya nggak ngerasa kayak gitu kok, sama aja seperti yang dulu-dulu, benar kan Va?” Pak Reman tersenyum sambil melihat Eva. Meskipun sekarang sudah menjadi atasannya, Pak Reman tak mau memanggilnya dengan sebutan Bu.
“Pak Reman tolong yang sopan ya, Bu Eva itu atasan bapak, dan kita sekarang masih jam kerja dan sedang rapat, jadi tolong untuk profesional” Bu Anggi menyela karena semakin jengkel pada Pak Reman.
“Lho nggak papa kan? Eva aja nggak keberatan kok” jawab Pak Reman dengan angkuhnya.
“Nggak bisa gitu pak” bantah Bu Anggi yang mulai emosi.
“Udah bu nggak papa” Eva menyela karena tidak ingin kondisi semakin runyam.
“Jangan gitu Bu Eva, meskipun anda lebih muda tapi anda ini atasannya, harus profesional lah”
“Itu kita bahas nanti saja bu, kan bukan itu tujuan kita memanggil Pak Reman kesini” ucap Eva mencoba mendinginkan suasana.
Ucapan Eva itu bukannya membuat Pak Reman senang tapi justru semakin tidak suka kepadanya. Dia merasa Eva hanya sedang cari muka saja di depan pimpinan dan kepala divisi yang lainnya.
“Hah ya sudahlah. Jadi gimana penjelasannya Pak Reman?” Bu Anggi mencoba untuk menahan emosinya dan kembali ke tujuannya memanggil Pak Reman.
“Lho penjelasan apalagi? Kan tadi saya sudah bilang saya masih sama kayak yang dulu-dulu, tanya aja sama Eva” jawab Pak Reman yang semakin memancing emosi, tak hanya Bu Anggi tapi hampir semua peserta rapat.
“Gimana Bu Eva?” tanya Bu Anggi.
“Maaf Pak Reman, tapi memang sejak sebulan ini kinerja Pak Reman sangat menurun. Saya sudah hampir 2 tahun bekerja dengan bapak, dan belum pernah saya lihat kerja bapak seberantakan ini” jawab Eva yang kini membuat Pak Reman emosi.
“Nah sudah jelas kan Pak Reman?” tanya Bu Anggi.
“Ya kalau kalian beranggapan seperti itu silahkan saja” jawab Pak Reman dengan cueknya.
“Karena itu saya ingin memberi surat peringatan kepada bapak, dan saya harap bapak bisa merubah sikap bapak jadi lebih baik lagi” Bu Anggi kemudian menyerahkan sebuah amplop yang berisi surat peringatan kepada Pak Reman.
“Ya terserah kalian saja lah” tanpa mengambil surat itu, Pak Reman langsung berdiri dan pergi dari ruangan rapat.
Tentu saja hal itu membuat semua yang ada di ruangan rapat geleng-geleng kepala. Sayang sekali dia masih saudara dari suami Bu Anggi, kalau tidak mungkin sudah dari dulu dia dipecat dari kantor ini.
Di luar, Pak Reman tidak kembali ke kursinya melainkan langsung pergi menuju ke warung yang ada di samping kantor. dia benar-benar kehilangan mood untuk bekerja kembali. filmbokepjepang.com Yang dia rasakan kini semakin membenci para atasannya itu, terutama pada Eva. Dia benar-benar ingin menghancurkan wanita itu, meskipun belum tahu bagaimana caranya.
Sesampainya di warung Pak Reman langsung memesan kopi dan menyalakan rokoknya. Dia mengambil sebuah surat kabar yang ada di meja itu. Beberapa kali membolak balik halaman koran itu sampai dia membaca sebuah berita, yang kemudian membuatnya tersenyum.
“Tunggu saja pembalasan dariku Va, setelah ini kamu nggak akan lagi berani macam-macam sama aku” terlihat senyum licik dari Pak Reman.
Beberapa hari setelah dipanggil dan diberi surat peringatan itu, Pak Reman tidak masuk kerja dengan alasan keluar kota untuk menghadiri acara keluarga, padalah Bu Anggi tahu betul tidak ada acara keluarga dan Pak Reman hanya bermalas-malasan di rumah. Tapi dia mencoba memakluminya, karena mungkin lelaki itu sedang marah dan kecewa terhadap keputusannya. Bu Anggi bahkan sempat bertengkar kecil dengan suaminya karena Pak Reman di SP, tapi kemudian suami Bu Anggi memaklumi alasan yang diberikan olehnya.
Hari sabtu pagi, Eva sedang berada di rumah kontrakannya. Di kota ini dia memang mengontrak rumah berdua dengan sahabatnya yang bernama Shinta. Dia dan Shinta sudah berteman sejak SMA. Sama seperti Eva, Shinta juga sudah menikah dan tinggal berjauhan dengan suaminya yang bekerja di sebuah pertambangan di luar pulau. Eva masih lebih beruntung ketimbang Shinta karena Wahyu masih menyempatkan sebulan sekali atau dua kali mengunjunginya, sedangkan suami Shinta kadang tiga bulan sekali baru bisa datang.
Shinta seumuran dengan Eva, baru 26 tahun. Diapun juga belum setahun ini menikah. Baik Shinta maupun Eva rupanya kompak untuk menunda memiliki momongan, sehingga setiap suaminya datang, mereka meminum pil KB sebelum berhubungan badan. Keduanya, maupun suami mereka memang berkeinginan untuk mengejar karir terlebih dahulu sebelum kemudian nantinya memiliki momongan. Tinggal berjauhan dengan suami masing-masing juga menjadi ketakutkan keduanya jika nanti memiliki anak dan kesulitan untuk mengurusnya.
Karena sudah bersahabat sejak sekolah, mereka berdua sudah sangat dekat seperti layaknya saudara. Shinta juga sudah mengenal baik Wahyu, begitu juga Eva mengenal dengan baik suami Shinta. Jika Wahyu datang, maka Shinta pengertian dan menginap di rumah temannya untuk memberi kesempatan kepada Eva dan Wahyu bermesraan, begitu juga saat suami Shinta datang, giliran Eva yang pergi. Selama ini suami mereka memang belum pernah datang bersamaan, dan pastinya mereka akan bingung jika keduanya datang bersama, siapa yang harus pergi.
Pagi itu seperti biasanya mereka berdua sibuk untuk membersihkan rumah. Eva berada di belakang untuk membereskan dapur, sedangkan Shinta berada di depan untuk menyapu halaman. Tak lama kemudian datanglah seorang pria mengendarai sepeda motor. Pria itu memasuki halaman rumah dan memarkirkan motornya disitu. Shinta tidak mengenali pria itu.
“Selamat pagi mbak”
“Iya selamat pagi. Maaf cari siapa ya pak?” tanya Shinta dengan sopan.
“Evanya ada mbak?”
“Oh iya ada, maaf dengan bapak siapa ya?” tanya Shinta.
“Saya Reman, teman kantornya Eva. Dan ini dengan mbak siapa?”
“Saya Shinta pak. Kalau gitu saya panggilkan Eva dulu, bapak silahkan tunggu disini” jawab Shinta sambil menyuruh Pak Reman untuk duduk di kursi yang ada di teras rumahnya.
Shinta kemudian masuk untuk memanggil Eva. Shinta memang sudah sering mendengar tentang Pak Reman tapi baru bertemu dengannya sekarang. Hampir setiap hari Eva mengeluh kepadanya tentang seorang pegawai yang selalu menyusahkannya. Karena itu Shinta bertanya-tanya untuk apa Pak Reman datang kesini, karena menurut cerita Eva sudah hampir seminggu Pak Reman tidak masuk kerja.
Pak Reman sendiri sebenarnya sudah tahu kalau Eva tinggal berdua bersama temannya di rumah ini, tapi baru kali ini dia melihat dan mengetahui namanya. Sedari tadi dia memperhatikan Shinta yang sama cantiknya dengan Eva. Shinta memakai kaos ungu yang agak ketat dengan celana training hitam dan jilbab putih yang menutupi kepalanya membuat Pak Reman terpesona. photomemek.com Terlebih lagi kaos yang dipakai Shinta tadi cukup mencetak lekuk tubuhnya terutama di daerah dadanya. Meskipun tak sebesar milik Eva, tapi cukup membuat jakunnya naik turun. Apalagi pantatnya yang terlihat semok membuat Pak Reman terus menatapnya saat Shinta berjalan masuk untuk memanggil Eva.
“Eh Pak Reman, tumben kok kesini, ada apa ya Pak?” tanya Eva begitu bertemu Pak Reman.
“Ada yang mau aku omongin Va” jawab Pak Reman.
“Ya udah kalau gitu masuk aja Pak, ngobrol di dalem aja” ajak Eva.
Pak Remanpun mengikuti Eva masuk ke ruang tamu. Kembali mata nakal Pak Reman mengarah pada pantat Eva yang tak kalah semok dengan Shinta. Hari itu Eva memakai pakaian yang hampir sama dengan Shinta, dengan kaos lengan panjang dan celana training serta jilbab yang menutupi kepalanya. Meskipun kaosnya tak seketat yang dipakai Shinta, tapi masih cukup mencetak dada Eva yang cukup montok itu.
“Silahkan duduk pak” Eva mempersilahkan Pak Reman duduk.
“Iya makasih” jawab Pak Reman.
“Jadi, ada perlu apa ya pak?” tanya Eva.
“Hmm, gini Va, aku mau minta maaf sama sikapku belakangan ini di kantor. ya aku tahu aku udah keterlaluan. Sebenarnya aku iri sama kamu Va, baru masuk tapi udah dapet promosi. Kemarin aku nggak masuk kerja itu bukan karena ada acara keluarga, tapi emang cuma dirumah aja” jawab Pak Reman menjelaskan maksud kedatangannya.
“Beberapa hari ini aku mikir, ternyata emang aku yang salah. Kamu emang layak dapat promosi itu. Dan aku juga sadar kalau selama ini udah nyusahin kamu dan teman-teman yang lain. Makanya aku dateng kesini mau minta maaf sama kamu” ucap Pak Reman.
“Oh gitu. Saya udah maafin Pak Reman kok. Tapi kalau boleh saya minta, Pak Reman jangan kayak gitu lagi ya? Bukan apa-apa pak, tapi kasihan temen-temen yang lainnya” jawab Eva.
“Iya Va, aku usahain. Tapi kamu tahu sendiri kalau kemampuanku kan cuma segitu aja, jadi mungkin nanti tetep bakal ngerepotin kalian, tapi aku usahain nggak bersikap males lagi dan nggak ngebuat masalah lagi” ucap Pak Reman.
“Syukurlah kalau gitu pak. Nggak papa, nanti masalah pekerjaan bisa kita selesain bareng-bareng, yan penting bapak berubah, nggak kayak gini lagi” jawab Eva.
Eva merasa senang karena Pak Reman sudah menyadari kesalahannya dan berjanji untuk berubah. Dia tahu Pak Reman memang memiliki keterbatasan dalam pekerjaan, tapi jika sikapnya di kantor bisa berubah, itu tak jadi masalah buatnya. Sayangnya Eva tak tahu kalau itu hanya sekedar ucapan pemanis dari Pak Reman saja, dia tak menyadari maksud sebenarnya dari lelaki itu mendatanginya hari ini.
Mereka pun asyik ngobrol berdua. Dulu waktu pertama kali masuk kerja, Pak Reman memang dikenal Eva sebagai teman yang enak untuk ngobrol, tapi sejak perasaan iri mulai dirasakan Pak Reman, sikap lelaki itu berubah dan jarang ngobrol dengannya. Tapi kali ini Eva merasa Pak Reman sudah kembali seperti dulu lagi.
“Lingkungan disini emang sepi ya Va? Tadi aku lewat kok kayaknya rumah-rumah di sekitar sini pada tutupan semua?” tanya Pak Reman.
“Sebenarnya disini cukup rame pak, tapi yaa rata-rata mereka sama kayak saya dan Shinta, orang kontrakan. Kalau weekend dini mereka pada pulang pak makanya kelihatan sepi” jawab Eva.
“Lha kamu sama Shinta kok nggak pulang?” tanya Pak Reman.
“Tadinya mau pulang, tapi besok kami ada acara pak, ada nikahan temen makanya nggak pulang” jawab Eva.
“Oh gitu, pantesan” jawab Pak Reman.
Pak Reman tersenyum dalam hati, berarti tak akan ada yang mengganggu rencananya hari ini. Tadinya dia sudah ketar ketir karena melihat kondisi perumahan yang cukup padat, dia khawatir nanti akan mengundang perhatian para tetangga Eva. Tapi setelah tahu rumah-rumah di sekitar pada sepi, diapun mantap untuk melanjutkan rencananya.
Tak terasa sudah hampir satu jam Pak Reman berada di rumah itu. Sebenarnya Eva merasa risih karena belum mandi setelah melakukan pekerjaan rumahnya, tapi dia sungkan kalau meminta Pak Reman untuk pulang, apalagi lelaki itu terlihat masih antusias ngobrol dengannya.
“Lha temenmu tadi mana Va?” tanya Pak Reman yang tak melihat lagi Shinta.
“Tadi sih mandi pak, kayaknya lagi di kamar dia” jawab Eva.
“Oh iya, kamunya belum mandi ya?” tanya Pak Reman lagi.
“Hehe, belum pak” jawab Eva, berharap dengan begitu Pak Reman segera pamit pulang.
“Ah ya nggak papa, belum mandi aja masih cantik gitu kok,” jawab Pak Reman.
“Ah bapak bisa aja” jawab Eva yang semakin risih, karena menyadari perubahan dari tatapan Pak Reman kepadanya.
“Hmm, jadi gini Va, selain untuk minta maaf dan bersilaturahmi, aku kesini juga ingin menebus yang kemarin-kemarin terjadi antara kita” ucap Pak Reman.
“Menebus? Maksudnya pak?” tanya Eva tak mengerti.
“Ya kemarin-kemarin kan bisa dibilang kita nggak akur, makanya aku pengen menebus supaya kita bisa akur lagi, kalau bisa lebih dekat dan akrab lagi” jawab Pak Reman.
“Hmm, maksudnya gimana ya Pak? Saya masih belum paham” tanya Eva yang masih tak mengerti maksud Pak Reman.
“Jadi maksudku gini Va” ujar Pak Reman sambil berdiri dan tiba-tiba melangkah ke arah Eva.
“Loh Pak Reman ngapain? Apa-apaan ini pak?” pekik Eva saat tiba-tiba Pak Reman menariknya berdiri dan memeluknya, berusaha untuk mencium bibirnya.
“Maksudnya biar lebih akrab, kamu harus nebus semuanya pakai tubuh kamu Va, aku pengen ngerasain tubuh kamu, aku pengen ngentotin kamu”
“Pak Reman stop, jangammph” Eva tak sempat menyelesaikan ucapannya karena bibirnya sudah dilumat oleh Pak Reman.
Eva berusaha berontak namun tenaganya kalah kuat dari pelukan Pak Reman. Dia berusaha mengatupkan bibirnya rapat-rapat, tak rela diciumi oleh lelaki itu. Selain suaminya, belum pernah ada lelaki lain yang menyentuh tubuhnya seperti ini. Tapi Pak Reman terus memaksa meskipun punggungnya dipukul-puluk oleh Eva.
“Va, ada apa kok teriak? Astaga Eva” tiba-tiba Shinta muncul dari dalam karena mendengar teriakan Eva.
“Diam kamu Shin, kalau nggak mau Eva kenapa-napa” ucap Pak Reman sambil mengeluarkan sebuah pisau dan menempelkannya di leher Eva. Entah sejak kapan lelaki itu menyiapkan pisau itu.
“Pak Reman jangan pak, ampuni saya pak” ucap Eva memelas dalam pelukan Pak Reman.
“Udah diem kamu. Sekarang ikuti perintah saya. Shinta, masuk ke kamar kamu cepat” perintah Pak Reman.
Shinta tak bisa berbuat apa-apa karena Pak Reman mengancam akan melukai Eva jika dia macam-macam. Shintapun menurut dan berjalan perlahan masuk ke kamarnya, diikuti oleh Pak Reman yang menyeret Eva. Sesampainya di kamar, tanpa menutup pintu Pak Reman yang masuk memeluk Eva sambil menempelkan pisau ke lehernya menyuruh Shinta untuk telungkup di kasurnya.
“Sekarang kamu telungkup, dan taruh kedua tangan kamu di punggung, cepat” perintah Pak Reman.
Tanpa berani melawan Shintapun melakukan perintah Pak Reman. Dia masih terus menatap lelaki itu, menunggu apa yang mau dilakukannya. Dan Shinta begitu terkejut saat tiba-tiba Pak Reman yang melepaskan pelukannya kepada Eva langsung menampar pipi Eva hingga terjatuh di kasur. Tak hanya sekali, Pak Reman menarik Eva lagi dan kemudian menamparnya sekali lagi, membuat tangis Eva langsung pecah.
Eva merasa pusing karena kedua tamparan itu. Kedua sisi pipinya yang putih kini nampak merah. Belum selesai, Pak Reman kembali menariknya. Sekali lagi dia ditampar, dan tanpa membiarkan Eva jatuh, Pak Reman memukul perut Eva hingga wanita itu merasakan sakit yang luar biasa. Eva terjatuh di kasur sambil memegangi perutnya. Melihat temannya disiksa Shinta bangkit dan mencoba melawan Pak Reman. Namun tangan yang hendak memukul Pak Reman itu langsung ditangkap, dan Shintapun mendapatkan perlakuan yang sama.
Kini kedua wanita itu tersungkur di kasur dengan memegangi perut mereka. Merasakan sakit di perut dan juga wajah karena pukulan dan tamparan dari Pak Reman. Sesaat Pak Reman keluar dari kamar untuk menutup pintu depan, lalu kembali lagi ke kamar itu. Dia tersenyum melihat kedua wanita muda itu masih merintih menahan sakitnya.
“Tadinya aku cuma mau main-main sama Eva, tapi ternyata ada kamu juga Shin, jadi terpaksa kamu harus ikut permainan ini. Kalau mau menyalahkan orang, salahkan saja temanmu itu, haha”
Kedua wanita itu masih menangis, merasakan sesuatu yang sangat buruk akan menimpa keduanya. Tapi mereka tak bisa melawan, karena sudah disakiti oleh Pak Reman terlebih dahulu. Pak Reman yang bertubuh tinggi besar dan jago berkelahi itu tentu bukan lawan yang sepadan untuk mereka berdua.
Tiba-tiba saja Pak Reman meraih tubuh Eva, menarik paksa jilbabnya hingga terlepas dan terurailah rambut hitam sepunggungnya. Eva yang masih lemas karena rasa sakit yang dirasakan diperutnya tak bisa melawan ketika tangan Pak Reman menarik paksa kaosnya hingga terlepas dari tubuhnya.
“Jangan pak, udah cukup hiks” tangan Eva mencoba menahan Pak Reman ketika hendak menarik turun celana trainingnya.
“Jangan ngelawan kamu. Buugg” sebuah pukulan kembali diarahkan ke perut Eva, membuat wanita itu meringkuk kesakitan.
Saat baru saja berhasil menarik lepas celana panjang yang dipakai Eva, tiba-tiba Pak Risman merasa tubuhnya diserang dari belakang. Rupanya Shinta mencoba memukulinya, namun karena tenaganya lemah pukulan itu seperti tak berasa bagi Pak Reman. Segera Pak Reman menangkap tangan Shinta dan kembali memukulinya.
“Berani benar kamu ngelawan aku Shin? Baiklah, kamu dulu yang harus dikasih pelajaran” Pak Reman langsung menarik lepas semua pakaian Shinta hingga wanita itu telanjang bulat. Terlihat tubuh putih mulusnya yang indah, dengan pantat yang semok dan buah dada yang padat menantang. Vagina Shinta yang dihiasi bulu tipis yang tercukur rapi benar-benar mengundang lelaki itu untuk segera menjamahnya.
Pemandangan itu langsung membuat penis Pak Reman mengeras di balik celananya. Segera dia menelanjangi dirinya sendiri, hingga terlihatlah penisnya yang besar tegak mengacung. Shinta yang masih merasakan sakit yang luar biasa di tubuhnya sama sekali tak bisa melawan ketika Pak Reman membuka paksa kedua pahanya.
“Jangan pak, jangan” Shinta mencoba bangkit dan menahan tubuh Pak Reman saat dirasakan sesuatu yang keras menempel di bibir vaginanya. Alangkah terkejutnya Shinta melihat batang penis Pak Reman yang jauh lebih besar dan panjang dibandingkan milik suaminya.
Plak. Sebuah tamparan keras kembali mendarat di pipi Shinta, membuat wanita itu kembali terbaring pasrah di kasur. Air matanya kian deras menetes merasakan sakit yang teramat sangat di pipinya. Shinta kembali merasakan kepala penis Pak Reman mulai membuka bibir vaginanya. Dia meringis merasakan nyeri di selangkangannya itu. Dengan gerakan tiba-tiba, langsung saja Pak Reman menghujamkan penisnya ke vagina Shinta yang sempit dan masih kering itu.
“Aaarrh sakiiiit.. udah pak sakiit” tangis Shinta semakin meledak saat merasakan sakit luar biasa yang dirasakan oleh vaginanya. Selain karena penis Pak Reman yang terlalu besar untuknya, vaginanya juga masih kering sehingga gesekan kelamin itu membuat dinding vaginanya lecet.
“Uugh sempit banget memekmu Shin, kontol suamimu kecil ya?” Pak Reman merasakan betapa sempitnya jepitan vagina Shinta. Tanpa menunggu lebih lama lagi dia langsung menggoyangkan penisnya keluar masuk dengan cepat, membuat Shinta semakin berteriak kesakitan.
“Ampuun pak, udah. Sakiiit” teriakan-teriakan Shinta sama sekali tak digubris oleh Pak Reman. Terus saja dia menggenjot vagina Shinta dengan cepatnya.
“Shintaaa. Hentikan Pak Reman, dasar biadab” tiba-tiba Eva bereaksi melihat sahabatnya itu diperkosa. Dia segera menerjang kearah Pak Reman. Namun belum sempat memukul, tangan Eva sudah ditangkap oleh Pak Reman. Pak Reman terpaksa menghentikan dulu goyangannya dan mengurus Eva. Masih dengan penis menancap di vagina Shinta, dia meraih tengkuk Eva dan menampari kedua sisi pipinya.
Mendapat perlakuan seperti itu Eva sama sekali tak bisa melawan, hingga akhirnya lemas karena kesakitan. Tangisnya pecah mendapati keadaan ini. Sahabat baiknya sedang diperkosa, sedangkan dirinya kini juga hanya tinggal memakai beha dan celana dalam, tinggal menunggu giliran saja.
Tangan kiri Pak Reman yang masih memegang tengkuk Eva kemudian menarik kepalanya hingga berada di perut Shinta. dia dipaksa untuk melihat vagina sahabatnya dihajar oleh penis besar milik Pak Reman. Sama seperti Shinta, Eva begitu terkejut melihat ukuran penis itu, sangat besar, jauh melebihi milik suaminya. Dia tak bisa membayangkan apa rasanya dimasuki penis sebesar itu. Tak heran jika Shinta tadi berteriak keras saat vaginanya ditembus oleh penis itu.
“Lihat baik-baik bagaimana kontolku di memek temenmu Va, karena setelah ini giliran kamu, haha” Pak Reman kembali mengeluar masukan penisnya di vagina Shinta yang masih rapat itu.
Shinta sendiri sudah semakin lemas karena kelelahan dan juga rasa sakit yang mendera di sekujur tubuhnya. Tak pernah ada yang melihat dirinya telanjang selain suaminya. Tak pernah ada yang menyentuh tubuhnya selain suaminya. Tapi kini pria yang baru saja dikenalnya tadi sudah berhasil menancapkan penisnya di liang surga yang seharusnya hanya milik suaminya itu. Terlebih penis itu sangat besar dan panjang. Benar-benar menyakitinya, bahkan berhasil menyentuh bibir rahimnya yang selama ini tak tersentuh oleh ujung penis suaminya.
Sudah sepuluh menit lebih Pak Reman menyetubuhi Shinta tapi belum ada tanda-tanda perkosaan itu segera berakhir. Tangan kanan Pak Reman yang bebaspun menjamahi buah dada Shinta yang padat menantang. Buah dada berukuran 34A itu masih padat karena memang belum pernah dipakai untuk menyusui. Lagi pula sejak menikah, bisa dihitung berapa kali tubuh Shinta dijamah oleh suaminya, sehingga membuat tubuhnya masih seperti layaknya gadis.
Vagina Shinta mulai becek karena rangsangan yang diberikan oleh Pak Reman di kedua buah dadanya. Meskipun menolak dan tak rela, dan merasakan sakit yang luar biasa diawal tadi, tapi tak bisa dipungkiri bahwa keperkasaan Pak Reman memberinya sensasi tersendiri. Kedua puting susunya yang kemerahanpun sudah mulai mengeras, tanda bahwa tubuhnya menerima perlakuan Pak Reman. Shinta sudah tak lagi berteriak seperti tadi, karena memang sudah kelelahan. Air matanya terus mengalir dan sesekali rintihannya terdengar setiap penis itu menyodok kasar dinding rahimnya.
Hampir 20 menit Pak Reman menyetubuhi Shinta, membuat vaginanya semakin becek dan kedua puting susunya semakin mengeras. Tubuhnya benar-benar menghianatinya. Shinta benar-benar lemas, namun mulai merasakan sesuatu yang nikmat di vaginanya. Meskipun begitu dia menolak untuk menikmatinya, karena masih dirasakannya rasa sakit akibat penis Pak Reman yang terlalu besar itu.
Sementara itu sudah sedari tadi Eva menutup matanya, tak tega melihat vagina sahabatnya itu diperkosa habis-habisan oleh Pak Reman. Dia diam mencoba mengumpulkan tenaganya untuk melawan Pak Reman. Dia menunggu saat lelaki itu lemah agar bisa memukulnya. Dia harus mengerahkan seluruh tenaganya agar paling tidak bisa membuat Pak Reman kesakitan sambil nantinya mencari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk melumpuhkan lelaki itu. Eva teringat akan pisau yang tadi dibawa Pak Reman. Dia tak tahu dimana pisau itu sekarang, tapi seharusnya ada di kamar ini.
“Uugh uugh oohh aahh, enak banget memek kamu Shin, jauh lebih enak daripada lonte-lonte yang sering aku pakai. Lebih nikmat juga ketimbang milik istriku, aah aah. Aku nggak tahan lagi Shin” mulut Pak Reman meracau saking nikmatnya dia menyetubuhui wanita muda itu.
“Jangan, jangan didalam. Saya mohon pak, jangan keluarin didalam” seketika Shinta menyadari sesuatu yang buruk akan terjadi. Pak Reman akan mengeluarkan maninya di dalam vaginanya. Sudah sebulan lebih sejak suaminya kembali ke tempat kerjanya, dia tak lagi meminum pil KB. Jika Pak Reman benar-benar ejakulasi di dalam vaginanya, dia pasti akan hamil karena ini adalah masa suburnya.
“Haha kenapa? Takut hamil ya? Tenang aja Shin, aku pastiin setelah ini kamu dan Eva akan hamil anakku, haha” Pak Reman justru semakin bersemangat melihat Shinta yang panik. Dia memang pernah mendengar pembicaraan Eva dan rekan kerjanya yang membahas tentang meminum pil KB setiap suaminya datang karena masih menunda untuk memiliki momongan. Dia yakin Shintapun demikian, dan karena saat ini suami mereka tidak ada, pasti mereka sedang tidak minum pil KB itu.
“Jangan paak, aahh aahh jangaaan aahh” Shinta semakin panik saat merasakan goyangan Pak Reman semakin cepat. Dia bisa merasakan penis di dalam vaginanya mulai berkedut. Tapi dia benar-benar lemas tak mampu untuk berbuat apa-apa.
“Aahh aahh Shinta, aku keluar. Rasakan pejuhku Shin, aku hamilin aku, aaaaahhhh” sebuah sentakan keras dari penis Pak Reman ketika maninya keluar menyemprot rahim Shinta.
“Jangaan aaaaaahhhhh” Shinta tak menyangka bahwa saat menerima sperma Pak Reman dirinyapun ikut orgasme. Dan ini bukan orgasme biasa, tapi lebih dahsyat daripada yang pernah dia rasakan saat bercinta dengan suaminya. Banyak sekali cairan Pak Reman yang keluar di dalam vaginanya. Seketika tangis Shinta kembali meledak, menyadari bisa saja dirinya hamil karena ini.
Pak Reman langsung mencabut penisnya yang masih keras itu. Terlihat vagina Shinta menganga dan berkedut-kedut. Cairan putih kentalpun mengalir keluar dari vaginanya. Shinta langsung lemas. Selain karena kecapekan dan kesakitan, dia juga lemas karena baru saja mendapat orgasme yang luar biasa. Orgasme paling hebat yang pernah dia rasakan, dan itu bukan dari suaminya.
“Haha dasar lonte, nolak, nangis, tapi muncrat juga kamu Shin” ucap Pak Reman merendahkan Shinta. Shinta sendiri makin menangis karena mengingat tadi Pak Reman sering berhubungan dengan para pelacur. Dia takut lelaki itu membawa penyakit seksual dan menularkan ke dirinya.
Eva ikut terisak melihat keadaan sahabatnya itu. Dia sudah bersiap untuk melakukan perlawanan kepada Pak Reman. Namun belum sempat bertindak, tiba-tiba saja Pak Reman memaksa penisnya untuk masuk kedalam mulutnya. Eva yang tidak siappun gelagapan. Baru sperma yang kuat ditambah cairan kewanitaan Shinta membuatnya mual. Eva mencoba untuk melawan tapi Pak Reman dengan kasar menusukan penisnya dalam-dalam di mulut Eva, membuatnya tersedak.
Beruntung tak lama kemudian Pak Reman menarik lagi penisnya itu, dan membuat Eva terbatuk-batuk. Saat merasa tangan Pak Reman tak lagi menyentuhnya diapun mencoba untuk bangkit. Namun belum apa-apa Pak Reman sudah menamparinya lagi, hingga membuatnya tersungkur di samping tubuh Shinta yang masih kelelahan.
Dengan cepat Pak Reman membuka beha dan menarik lepas celana dalam Eva. Kini tubuhnya yang selalu terjaga dengan pakaian tertutup itu sudah telanjang bulat di depan lelaki yang bukan suaminya. Evapun sama seperti Shinta tadi, tak bisa melakukan apa-apa untuk melawan karena rasa sakit disekujur tubuhnya. photomemek.com Diapun menangis saat dirasakan kepala penis Pak Reman menggesek-gesek bibir vaginanya. Dia tak mengerti kenapa penis itu masih keras setelah tadi berejakulasi di vagina Shinta, padahal penis suaminya setelah berejakulasi biasanya langsung lemas, dan perlu waktu yang cukup lama untuk bisa keras lagi. Eva tak tahu bahwa selain Pak Reman memang memiliki stamina yang luar biasa dia juga sudah mempersiapkan dirinya dengan meminum obat kuat yang diramunya sendiri.
Kali ini Pak Reman tidak langsung menancapkan penisnya seperti yang dilakukan pada Shinta tadi. Dia ingin lebih menikmati tubuh Eva. Diciumi dan dijilatinya wajah cantik Eva, membuat wanita itu semakin risih. Leher dan buah dadanyapun tak luput dari sapuan lidah lelaki itu. Buah dada Eva yang berukuran 34B itu juga masih begitu padat dan kenyal, tak bosan-bosannya Pak Reman memainkan kedua buah dada itu. Sambil melakukan itu, Pak Reman terus menggesekan penisnya di bibir vagina Eva.
Setelah merasa puas menjamahi tubuh Eva, Pak Remanpun bangkit. Dia memegang penisnya mengarahkan ke vagina Eva. Vagina itu tak kalah indahnya dengan milik Shinta. Berwarna kemerahan, terlihat masih sempit, dengan bulu halus yang tercukur rapi membuatnya semakin mengundang Pak Reman untuk segera menikmatinya.
“Jangan pak, saya mohon, jangan lakukan itu” pinta Eva disela tangisnya, meskipun sadar permintaan itu tak akan digubris oleh Pak Reman.
Dan benar saja, kepala penis yang besar itu segera membuka paksa bibir vagina Eva. Eva sedikit menggerakkan pinggulnya untuk menghindari penis itu, tapi langsung mendapat hadiah tamparan di buah dadanya, membuatnya memekik kesakitan dan semakin deras air matanya. Pak Reman kembali meneruskan usahanya. Dia tak mengerti mengapa vagina Eva ini masih begitu sempit dan cukup sulit untuk dimasuki, padahal dia sudah tidak perawan lagi.
“Aaarrrrhhh sakiiiiitt paakk, udah jangan diterusin” Eva berteriak kencang saat sebagian penis Pak Reman berhasil memasuki vaginanya. Benar-benar terasa sangat sakit, bahkan lebih sakit daripada saat dia diperawani oleh suaminya.
“Uugh gila, sempit banget Va, lebih sempit daripada punya Shinta. kontol suamimu itu bener-bener kecil ya?” Pak Reman merasakan betapa sempitnya vagina Eva, membuatnya seperti sedang memerawani seorang gadis.
“Aaarrhh udaah paak, sakiiiit” teriakan Eva kembali terdengar saat Pak Reman sedikit menarik penisnya lalu menusukannya lagi. Masih belum bisa masuk sepenuhnya penis itu, tapi vagina Eva serasa benar-benar robek, sangat menyakitkan.
“Aaaaarrrrhh” Eva berteriak panjang ketika dengan sebuah sodokan keras penis pesar dan panjang Pak Reman amblas di vaginanya hingga menyentuh bibir rahimnya. Pak Reman menarik penis itu setengahnya lalu menyodokannya lagi dengan keras, membuat Eva semakin kesakitan. Pak Reman kemudian menarik lagi penisnya hingga tinggal menyisakan kepalanya saja karena dia penasaran, seperti ada cairan membasahi penisnya. Dan begitu melihatnya dia terkejut, sekaligus tertawa puas.
“Haha, kok masih ada darahnya Va? Sekecil apa sebenarnya kontol suamimu itu sampai memekmu masih berdarah aku entotin gini?” Pak Reman tertawa terbahak-bahak membayangkan sekecil apa ukuran penis Wahyu, suami Eva. Shinta yang penasaranpun ikut melihat penis Pak Reman yang terlihat ada bercak merah darah. Dia juga heran, sekaligus ngeri membayangkan rasa sakit yang diterima oleh sahabatnya itu, pasti lebih menyakitkan ketimbang yang dia rasakan tadi,
“Aahh udah paak, aah aahh sakitt, pelaan aahh” Eva mulai merintih saat Pak Risman dengan kecepatan tinggi menusuk-nusukan penis dalam-dalam. Rasa sakit luar biasa yang dirasakan Eva berbanding terbalik dengan kenikmatan yang dirasakan oleh Pak Reman. Vagina itu benar-benar menjepit erat penis besarnya. Penisnya serasa dipijit-pijit oleh dinding vagina Eva, dan itu benar-benar nikmat.
“Aahh gilaa, kayak ngentotin perawan bener deh, aah aah” racau mulut Pak Reman sambil terus menggenjot vagina Eva. Hanya tangis dan rintihan Eva yang terdengar selain suara kedua kelamin mereka beradu. Shinta yang melihatnya pun ikut menangis membayangkan penderitaan sahabatnya itu.
Kedua tangan Eva meremas keras sprei kasur, kedua matanya tertutup rapat. Telihat sekali dia begitu kesakitan dengan apa yang dilakukan Pak Reman. Tangan Pak Reman tak mau tinggal diam. Sambil terus menusuk vagina Eva, tangan kirinya meremasi buah dada Eva yang padat itu bergantian. Sedangkan tangan kanannya tak membiarkan Shinta yang tergeletak di samping Eva menganggur. Dua jari tangan kanannya langsung dia masukkan ke vagina Shinta dan langsung mengocoknya.
“Aahh paak, jangan. Udah pak, Shinta capek aah aah” Shinta yang tak menyangka akan diperlakukan seperti itu sempat menolak tapi tak bisa berbuat apa-apa karena tubuhnya masih lemas. Kedua tangannya memegang tangan Pak Reman berharap lelaki itu menghentikan aksinya, tapi Pak Reman masih terus mengocok vagina Shinta. Shinta hanya bisa mendesah dan menggelengkan kepalanya. Lama kelamaan dia menikmati kocokan tangan Pak Reman, tapi menyadari dirinya itu diperkosa, juga sahabatnya sedang diperkosa disampingnya membuatnya tak ingin terlalu terlihat menikmati permainan tangan Pak Reman, meskipun vaginanya menunjukkan hal yang sebaliknya. Vagina Shinta kini sudah sangat basah.
Desahan dari Shinta dan teriakan kesakitan dari Eva benar-benar terdengar seperti musik yang sangat indah di telinga Pak Reman. Dia tak menyangka bisa menikmati kedua wanita cantik itu. Mereka berdua adalah wanita tercantik yang pernah dia setubuhi. Dan vagina Eva adalah yang tersempit selain perawan istrinya yang dia ambil dulu. Dia benar-benar menikmati permainan ini.
Teriakan dan jeritan Eva sudah tak terdengar lagi. Suaranya sudah serak karena sedari tadi berteriak terus. Sekujur tubuhnya yang terasa sakit terutama di bagian selangkangan itu membuatnya hanya terbaring pasrah disodoki oleh penis Pak Reman. Air matanya masih terus mengalir menandakan dia masih merasakan rasa sakit itu. Sudah 5 menit seperti itu dan penderitaannya belum akan berakhir.
Disampingnya, Shinta yang semakin lama desahannya kian terdengar sebentar lagi akan mencapai puncaknya. Permainan kedua jari Pak Reman ini terasa seperti ketika dia disetubuhi oleh suaminya. Melihat itu Pak Reman semakin cepat mengocoki vagina Shinta, hingga akhirnya wanita itu mendapatkan orgasme untuk kedua kalinya ditandai dengan desahan panjangnya.
Tubuh Shinta semakin lemas setelah mendapat orgasme keduanya itu. Dia diam saja ketika Pak Reman menarik tubuhnya, lalu menelungkupkan di tubuh Eva yang terbaring. Kini terlihat oleh Pak Reman punggung putih Shinta yang tak tertutup oleh rambut hitamnya yang memang dipotong pendek layaknya polwan. Pantat Shinta yang putih dan semok itu mengundang tangan Pak Reman untuk meremasnya, sesekali menamparnya, membuat bibir Shinta yang berada di dekat telihat Eva mengeluarkan desahan.
“Shin, kasihan temenmu kesakitan, kasih dia rangsangan biar nggak terlalu kesakitan” perintah Pak Reman, namun Shinta diam saja. Dia tahu apa yang dimaksud oleh Pak Reman, tapi dia masih cukup sadar untuk tidak menyentuh sahabatnya itu.
“Aahh paak udahh aahh” Shinta kembali mendesah saat Pak Reman kembali memasukkan dua jarinya dan mengocok kembali vaginanya.
“Ayo cepet lakuin apa yang aku suruh” perintah Pak Reman lagi. Rupanya dia ingin membuat Eva lebih menikmati permainan ini dengan menyuruh Shinta merangsangnya. Shinta yang diperlakukan seperti itu oleh Pak Reman mau tak mau melakukannya juga. Dia langsung menjilat telinga Eva yang tak jauh dari bibirnya.
“Sshh aahh Shin, jangann” Eva merasa kegelian dengan jilatan Shinta itu. Sementara itu vaginanya masih terus digenjot oleh penis Pak Reman. Entah sudah berapa lama penis itu menggenjotnya tapi belum ada tanda-tanda akan berhenti. Pak Reman memang jika sudah keluar sekali, yang kedua akan cukup lama dia bertahan, dan itu merupakan siksaan untuk Eva, karena itulah dia menyuruh Shinta untuk membantunya merangsang Eva.
Shinta semakin hilang akal karena kocokan jari Pak Reman di vaginanya. Dia bahkan langsung menyambar mulut Eva dan melumatnya. Tangannya pun tak tinggal diam dengan meremasi buah dada Eva. Tentu saja Eva gelagapan dengan perbuatan Shinta itu. Belum pernah seumur-umur dia berciuman dengan sesama wanita, dan kali ini sahabatnya yang melumat bibirnya dengan penuh nafsu.
Shinta sendiri sebenarnya juga belum pernah berciuman dengan sesama wanita. Justru ini adalah bibir kedua yang dia cium setelah suaminya karena tadi Pak Reman tidak menciumnya sama sekali. Bahkan, Shinta juga belum pernah berciuman senafsu ini sebelumnya. Tapi kocokan jari Pak Reman membuatnya seperti ini, sudah benar-benar dikuasai oleh birahinya.
Eva sendiri mendapat serangan bertubi-tubi seperti ini mau tak mau akhirnya menyerah juga. Dia kemudian meladeni ciuman Shinta. lidah mereka saling membelit dan saling hisap. Kedua tangan Eva kini memeluk tubuh Shinta yang menindihnya. Pak Reman kini merasakan tubuh Eva sudah mulai rileks. Vaginanya juga sudah mulai becek. Dia kemudian mencabut jarinya dari vagina Shinta dan berkonsentrasi menyetubuhi Eva.
Rasa sakit yang dirasakan Eva perlahan menghilang dan digantikan oleh kenikmatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dengan suaminya, dia belum pernah merasa seperti ini. Sodokan penis Pak Reman yang kencang yang tadi membuatnya kesakitan itu sekarang terasa memberinya kenikmatan luar biasa. Namun karena tak ingin dilihat oleh Pak Reman kalau dia mulai menikmatinya, Eva dengan bernafsu menciumi bibir Shinta untuk menyamarkan desahannya.
Tentu saja Pak Reman mengetahui semua itu karena memang sudah sangat berpengalaman. Dia terus menggenjot vagina Eva dengan kasar, dan dia rasakan vagina Eva semakin basah, tanda kalau tubuh wanita itu mulai bisa menerimanya. Tak lama kemudian terlihat Eva semakin erat memeluk tubuh Shinta, vaginanya juga terasa berkedut-kedut. Pak Reman tahu atasannya itu sebentar lagi akan orgasme, karena itulah dia semakin mempercepat sodokannya.
“Aaaaaaahhhhhh” desahan panjang terdengar dari bibir Eva yang terlepas dari ciuman Shinta. tubuhnya mengejang-ngejang. Vaginanya berkedut-kedut dan terasa cairan hangat membasahi penis Pak Reman yang masih ada didalamnya. Eva orgasme, dan sama seperti Shinta tadi, ini adalah orgasme terhebat yang pernah dia rasakan selama ini.
Pak Reman tentu saja tersenyum bangga karena telah membuat wanita yang tadi menolaknya itu kini orgamse, takluk kepada keperkasaannya. Dia segera mencabut penisnya dari vagina Eva, lalu segera menancapkan di vagina Shinta yang tepat berada diatasnya. Shinta pun langsung mendesah nikmat saaat Pak Reman menggoyangnya. Kembali dia melumat bibir Eva dengan penuh nafsu. Kedua wanita itu saling tindih dan saling peluk, sementara seorang lelaki yang bukan suami mereka sedang menyodoki vagina mereka bergantian.
Tak perlu waktu lama sampai akhirnya Shinta kembali merasakan orgasme untuk yang ketiga kalinya. Desahannya benar-benar terdengar erotis di telinga Pak Reman. Tubuhnya benar-benar lemas. Tiba-tiba penis Pak Reman dicabut dari vaginanya. Namun tak lama kemudian terasa oleh Shinta kepala penis itu menempel di bibir anusnya. Tiba-tiba Shinta menjadi panik mengetahui apa yang diinginkan oleh Pak Reman.
“Jangan, jangan disitu pak, saya mohon jangan disitu. Pake vagina saya aja pak” Shinta mencoba untuk bangkit namun tangan Pak Reman menahannya dengan kuat. Dia sudah tak peduli lagi dengan penolakan Shinta, dia ingin merasakan bagaimana keperawanan lubang anus wanita itu. Eva yang mengetahui apa yang akan terjadi ikutan panik, tapi tak bisa berbuat apa-apa karena tubuhnya sedang ditindih oleh badan Shinta yang ditahan dengan kuat oleh Pak Reman.
“Aaaaarrhh udah paak, sakit, jangan disitu aahh” teriakan Shinta langsung terdengar saat kepala penis Pak Reman yang sangat keras itu memaksa menerobos lubang anus Shinta yang sangat sempit. Tentu saja sangat sulit bagi Pak Reman untuk memasukinya, lalu dia menarik penisnya dan menggantikannya dengan jariya. Ditusuk-tusuk anus Shinta dengan jarinya untuk membuatnya semakin lebar.
Shinta hanya bisa berteriak kesakitan sementara itu Eva terdiam tak tahu apa yang harus dilakukan. Jari-jari Pak Reman masih terus berusaha untuk membuka lubang anus Shinta agar penisnya yang besar bisa memasukinya. Setelah dirasa lubang itu sudah cukup terbuka, Pak Reman kembali mengarahkan penisnya kesana.
“Aaaaaarrrrhhh” teriakan panjang Shinta menandai jebolnya keperawanan lubang anusnya oleh penis Pak Reman. Saking sakitnya sampai-sampai Shinta pingsan tak sadarkan diri dalam pelukan Eva. Pak Reman merasakan betapa sempitnya lubang itu terus menyodokinya hingga penisnya terlihat ada bercak-bercak darah disana.
Hampir 5 menit Pak Reman menyodomi Shinta. selama itu pula Shinta tak sadarkan diri. Pak Reman merasa sebentar lagi dia akan orgasme, tapi tentu saja dia tidak ingin orgasme di anus Shinta, karena dia ingin menghamili Eva. Segera ditarik penisnya dari anus Shinta yang langsung terlihat ada darah yang mengalir disana. Secepat kilat Pak Reman langsung menancapkan penisnya di vagina Eva.
“Aaahh pak pelaan” Eva yang tak siappun kembali berteriak. Namun Pak Reman tak mempedulikannya. Dia menggenjot vagina Eva dengan sangat cepat. Vagina yang masih cukup basah itu membuat penetrasinya menjadi lancar. Evapun kemudian mendesah-desah menerima sodokan dari Pak Reman.
“Aahh aahh Va, memek kamu yang terbaik. Memek kamu enak banget sayang. Sekarang rasain semprotan pejuhku ya. Kamu juga harus hamil, sama kayak Shinta” racau Pak Reman sambil terus menggenjot Eva.
“Jangan pak, jangan di dalam. Eva nggak mau hamil sama bapak. cabut pak, cabut” Eva kini yang menjadi panik. Sama seperti Shinta, ini adalah masa suburnya. Jika Pak Reman mengeluarkan spermanya didalam vaginanya, besar kemungkinan dia akan hamil karenanya. Dia mencoba untuk berontak tapi sangat sulit karena tubuhnya masih ditindih oleh tubuh Shinta yang masih pingsan.
“Aahh aahh, rasakan pejuhku ini Va, aku hamili kamu, aaaaahhh” dengan sentakan keras penis Pak Reman mengeluarkan cairan maninya yang masih cukup banyak ke dalam rahim Eva.
“Jangaaan aaaaaahhhhh” pada saat yang bersamaan Evapun mendapatkan orgasmenya. Namun tak sampai menikmatinya, tangisnya langsung pecah merasakan betapa banyak sperma Pak Reman yang keluar di vaginanya. Dia teringat akan suaminya yang berada di kota lain. Penyesalannya begitu dalam, dan akan semakin bertambah jika dirinya benar-benar hamil oleh Pak Reman.
Pak Reman masih mendiamkan penisnya beberapa saat di vagina Eva sampai sedikit melemas, lalu menariknya keluar. Terlihat lelehan spermanya mengalir keluar dari vagina yang menganga itu. Pak Reman benar-benar puas sudah menyetubuhi kedua wanita cantik itu, terutama Eva. Dia berhasil membalas sakit hatinya kepada atasannya itu. Setelah beristirahat sejenak dia mengambil Hpnya, lalu memotret kedua wanita yang masih berpelukan dalam kondisi telanjang bulat itu. Dia kemudian memindahkan tubuh Shinta agar bisa memotret tubuh telanjang Eva. Eva hanya pasrah saja. Dia tahu setelah ini pasti Pak Reman tidak akan berhenti, dan terus memintanya melayaninya.
Setelah puas mengambil foto Eva dan Shinta dengan berbagai pose, Pak Reman beristirahat sejenak. Dia mengambil air minum dan kembali ke kamar itu lagi. Nampak Eva menangis menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Shinta yang sudah sadarpun juga menangis terutama karena merasa kesakitan di lubang anusnya.
Setelah membiarkan kedua wanita itu beristirahat Pak Reman menyeret mereka berdua ke kamar mandi, memaksa mereka untuk membersihkan dirinya. Setelah mandi kedua wanita itu tak diijinkan untuk memakai pakaian. Pak Reman menyuruh Shinta untuk memasak karena perutnya sudah sangat lapar, hari memang sudah beranjak siang. Sementara Shinta sedang memasak, Pak Reman yang mengawasinya dari meja makan menyuruh Eva untuk mengoral penisnya. Eva yang tak pernah melakukan itu kepada suaminya awalnya kesulitan, tapi karena takut diperlakukan kasar lagi oleh Pak Reman diapun berusaha sebaik-baiknya.
Setelah makan siang bersama, mereka melanjutkan lagi permainannya. Kali ini Eva dan Shinta lebih pasrah menuruti kemauan Pak Reman. Berbagai posisi mereka praktekan siang itu. Eva dan Shinta dibuat terkesan oleh keperkasaan Pak Reman. Lelaki itu mampu membuat mereka berdua orgasme berkali-kali hingga tak punya tenaga lagi. Pak Reman juga beberapa kali menyemprotkan spermanya kedalam vagina Eva dan Shinta, sepertinya dia benar-benar ingin menghamili mereka berdua.
Menjelang petang permainan mereka baru berhenti. Eva dan Shinta sudah benar-benar tak bertenaga akibat permainan Pak Reman. Namun Pak Reman belum mau mengambil keperawanan anus Eva, masih ada hari esok, pikirnya. Tanpa berpamitan Pak Remanpun pergi meninggalkan rumah itu. Eva dan Shinta kembali menangisi nasib mereka. Mereka tak bisa membayangkan apa jadinya kalau sampai hamil akibat perbuatan Pak Reman. Apalagi tadi sebelum pulang Pak Reman menyita semua pil KB yang mereka punya.
Eva dan Shinta mengira hari mereka sudah berakhir. Tapi beberapa jam kemudian ternyata Pak Reman kembali lagi kerumah mereka, bahkan membawa tas berisi baju ganti. Rupanya Pak Reman ingin menginap disini dan masih ingin menikmati mereka berdua. Eva dan Shinta hanya bisa tertunduk lesu, terlebih lagi saat mendengar alasan lain kenapa Pak Reman mau menginap.
“Aku besok ikut kalian ke nikahan temen kalian. Tadi aku lihat di undangannya, kayaknya temen kalian itu cantik juga, aku jadi pengen berkenalan dengannya, hehe” Eva dan Shinta tahu apa yang dimaksud Pak Reman dengan berkenalan itu, tapi mereka tak bisa melarangnya, karena mereka berdua kini sudah takluk dalam kuasa Pak Reman.
Malam itu kembali mereka bertiga mengulangi perbuatan mereka. Semenjak kedatangan Pak Reman kedua wanita itu tak lagi diijinkan untuk memakai pakaian. Mereka harus melakukan apapun dengan telanjang bulat. Bahkan saat Wahyu menghubungi Evapun Pak Reman memaksanya untuk mengangkat telpon dan di loudspeaker.
“Halo, assalamualaikum mas”
“Waalaikumsalam. Lagi ngapain dek?” tanya Wahyu dari seberang telpon.
“Nggak lagi ngapa-ngapain kok ini. Mas lagi ngapain?” tanya Eva.
“Lagi nonton bola aja sayang. Eh, kok kayaknya ada suara cowok itu dek?” tanya Wahyu yang mendengar suara Pak Reman.
“Oh iya, ini ada Pak Reman main ke rumah mas” jawab Eva waswas.
“Pak Reman? Oh, temen kantor yang sering kamu ceritain itu?” tanya Wahyu.
“Iya mas” jawab Eva.
“Lha ada apa dia kesana malem-malem gini dek?” tanya Wahyu lagi.
“Dia mau silaturahmi aja, sambil minta maaf sama adek” jawab Eva.
“Minta maaf kenapa dek?” tanya Wahyu heran.
“Ya yang kemarin adek ceritain itu. Dia minta maaf dan janji bakal berubah” jawab Eva.
“Wah syukur deh kalau gitu, moga-moga dia bisa berubah jadi lebih baik ya dek. Eh tapi ini kok kamunya nerima telpon dari mas, kan lagi ada tamu?” tanya Wahyu.
“Ini lagi mau buatin minum buat dia mas. Dia lagi ngobrol sama Shinta kok itu” jawab Eva.
“Oh ya udah. Mas juga mau keluar cari makan. Udahan dulu ya dek” ucap Wahyu.
“Iya mas, makan yang banyak, biar nggak makin kurus” jawab Eva.
“Iya sayang. Ya udah, mas pergi dulu. I love you. Assalamualaikum”
“I love you too. Waalaikumsalam”
Eva langsung menangis setelah menutup telponnya. Saat ini dia sedang terduduk lemas di sofa ruang tengahnya dalam kondisi telanjang bulat. Vaginanya masih terasa basah oleh cairannya sendiri dan cairan sperma Pak Reman. Sementara itu Pak Reman berada disampingnya, sedang ditunggangi oleh Shinta yang setengah mati menahan desahannya saat Eva menerima telpon dari Wahyu. Mereka pun melanjutkan malam yang panas itu hingga tertidur karena kehabisan tenaga.
Bersambung :
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,