MY DIARY 005 Antara Herman Agnes Dan John
- Home
- Cerita ngentot
- MY DIARY 005 Antara Herman Agnes Dan John
Akhirnya aku mendengar kabar Agnes setelah sekitar tujuh tahun tidak pernah bertemu. Aku sangat bersalah dengannya, aku pernah bersama teman-temanku memerkosanya hanya karena sebuah kesalahpahaman. Dulu aku sangat mencintainya, cuma karena alasan tertentu dia harus dijodohkan dengan pria lain, itulah yang membuatku geram karena mengira Agnes menolak cintaku. Kemarin aku dapat e-mail dari dia, hatiku sangat senang sekali, banyak yang ia ceritakan padaku. Ia malu dengan keadaannya dulu, walaupun trauma, tapi dia tidak menuntutku, ternyata dia juga mencintaiku. Setelah kejadian tujuh tahun lalu, Agnes dibawa orang tua nya terbang ke Jepang, tetapi tidak lama berada di Jepang, mereka pindah lagi ke Singapura. Agnes juga menceritakan telah memiliki seorang anak perempuan umur tujuh tahun, aku tersentak membaca e-mailnya, entah siapa ayah kandung dari anak tersebut, karena kami dulu memperkosanya secara bergiliran, untungnya di Singapura ada seorang bos kaya yang tidak mempermasalahkan masa lalunya dan menikahinya. Saya sedikit kecewa mengetahui Agnes telah menikah, tapi saya juga tidak bisa memaksakan kehendak saya. Namun saya akan menyusulnya ke Singapura, setidaknya saya harus meminta maaf atas kejadian masa lalu.
Tiket telah ku beli dan siap terbang ke Singapura, sedangkan usaha yang baru saja aku dirikan beberapa hari lalu telah kupercayakan teman-temanku. Tujuan aku cuma satu yakni meminta maaf dengan Agnes secara langsung. Agnes sebenarnya sudah melupakan masa lalu nya yang suram, dan telah memaafkan aku, tapi aku masih terbebani dengan hal ini. Aku hanya beralasan sekalian mau jalan-jalan ke Singapura, jadi Agnes berjanji akan menjemputku di bandara bila tiba. photomemek.com
Agnes pun memenuhi janjinya, ketika aku sampai di bandara Singapura, ia menjemputku, wajahnya nampak tidak berubah dari tujuh tahun yang lalu, masih terlihat cantik dan seksi. Tapi dia tidak sendiri, ia bersama seorang pria yang sedang menggenggam tangannya. “Man, ini suami saya, namanya John…” Agnes memperkenalkan suaminya padaku. “Herman…” jawabku sambil berjabat tangan dengannya. Wajahnya terlihat tua, mungkin sudah umur 40an, agak ganteng pengaruh keturunan Eropa, sedikit brewokan dengan tubuh yang tinggi besar. Kami pun segera keluar dari bandara menggunakan mobil John yang mewah. Aku duduk di belakang sedangkan Agnes di depan pas sebelah John yang menyetir. “Suamiku tidak bisa berbahasa kita, sehari-hari kami bicara bahasa Inggris…” kata Agnes mengajakku bicara agar tidak bosan di jalan. “Oya, anakmu mana nes?” tanyaku pada Agnes. “Sekolah man, nanti sekalian kita jemput juga, ga jauh lagi kok…”
Pas sampai di depan sebuah sekolah yang terlihat elit, John pun meninggalkan mobil dan akan menjemput anaknya Agnes di dalam. Kesempatan ini lah yang aku manfaatkan untuk meminta maaf. “Nes, aku mau minta maaf persoalan tujuh tahun silam…” aku membuka pembicaraan ketika kami sempat terdiam karena John keluar dari mobil. “Sudahlah man, aku tidak mau mengingat masa itu lagi…” jawaban Agnes dengan wajah yang sedikit kesal. Walaupun mukanya cemberut begitu, tapi dia masih terlihat cantik. Kami seumura, sekitar 22-24an tahun, makanya agak sedikit kurang nyaman aku melihat perbedaan umurnya dengan John. “Tapi nes, aku merasa sangat bersalah…” aku tidak sempat minta maaf pada Agnes karena dulu aku pernah di-opname di rumah sakit dengan waktu yang cukup lama dan ketika itu Agnes sudah berangkat ke luar negeri. “Sudahlah man, kalau kamu bahas lagi, jangan harap aku mau bicara denganmu lagi…” aku pun terdiam melihat Agnes cukup serius tidak mau mengungkit masa lalu. Ya, dia sudah punya masa depan yang lebih baik, tak seharusnya aku menyakitinya lagi dengan persoalan masa lalu, apalagi itu adalah luka yang sangat besar. “Aku tak mau kau merusak persahabatan kita lagi…” jawab Agnes yang kembali ceria ketika John telah kembali membawa seorang anak perempuan. “Ayo, panggil om…” Agnes menyuruh anaknya memanggilku. “Om..” anak perempuan itu tersenyum dan memanggilku. Aku melihat anak itu manis sekali, lucu, dan sepertinya mirip denganku. Aku semakin merasa bersalah apabila anak ini adalah hasil dari benihku. “Anak manis, siapa namanya?…” tanyaku sambil membelai kepala anak itu. “Chelsea Olivia, om…” jawab anak itu dengan senyuman yang seolah dia tidak asing denganku. “Wah, nama yang indah…” jawabku sadar kalau nama ini seperti nama artis Indonesia yang cukup cantik perawakannya.
Banyak sekali perbincangan kami hingga aku tidak sadar sudah sampai di tujuan, rumah milik John yang sangat besar dan mewah, di sini lah aku akan numpang bermalam. Pagar rumah depan sangatlah lebar dan menjulang tinggi, halamannya sangat luas, dua pekerja langsung membuka pagar depan ketika kami sampai, rumahnya bak istana. Aku sadar aku jauh kalah dari John, aku tak seharusnya mengusik kehidupan mereka, maka aku putuskan tidak akan berlama-lama lagi di Singapura, paling tidak dua hari lagi aku harus pulang dan membatalkan liburanku. Ketika masuk aku melihat isi rumahnya, sangat mewah, kamar khusus untuk tamu saja ada lima, aku disuruh pilih salah satu untuk tidur malam nanti, kamar tamu saja lengkap fasilitas dalamnya, belum lagi kamar yang lain. Agnes juga memperlihatkan aku kamar Chelsea yang luas dengan penuh boneka, seperti kamar anak raja yang ada di cerita dongeng. Kamar untuk pembantu ada sekitar sepuluh. Tapi Agnes tidak menunjukkan kamarnya padaku, aku rasa kamar besar sebelah kamar Chelsea adalah kamarnya. Tak lama berkeliling ‘istana’ nya John, aku pun minta ijin untuk kembali ke kamarku yang tidak jauh dari kamar Chelsea untuk segera beristirahat. “Aku mau istirahat dulu Nes, besok saja mungkin keliling Singapura…” aku pun segera balik ke kamar karena tidak mau mengganggu rutinitas mereka.
Sampai di kamar, aku langsung mandi, kamar mandinya saja seperti di hotel. Sehabis mandi aku langsung merebahkan diri di ranjang dan ku nyalakan televisi, ku pikirkan sebenarnya apa pekerjaan John, kamar tamu saja fasilitasnya begitu lengkap, mungkin John memiliki beberapa perusahaan di sini.
Sambil nonton televisi aku tidak sadar kalau aku telah tertidur. Ketika bangun aku melihat jam sudah menunjukkan jam 23:35, televisi masih nyala dan segera kumatikan, air conditioner pun ku besarkan karena merasa sedikit gerah. Mungkin pengaruh tertidur awal, aku menjadi tidak ngantuk lagi, bolak-balik aku mengulingkan badan di ranjang karena tidak bisa tidur lagi. Akhirnya aku pun coba mencari angin keluar kamar. Aku tolehkan di luar kamar sangat sepi dan gelap, ku pandangi jendela ke arah halaman luar ada dua penjaga yang bertugas menjaga pagar masih tegap berdiri. Aku pun berjalan keluar kamar, tampak sunyi tidak ada tampak aktivitas manusia. Berjalan menuju kamar Chelsea, aku sedikit penasan, ku buka pintunya yang tidak terkunci, Chelsea tertidur sangat lelap dengan memeluk sebuah boneka beruang yang cukup besar. Wajahnya sangat polos, aku memandanginya dengan seksama, wajah anak ini memang sedikit mirip denganku, aku hampir meneteskan air mata ketika mengingat masa laluku. Ku usap kening Chelsea lalu kubisikkan, “Maafkan aku…” Karena takut dipergoki dan dikira berbuat yang tidak-tidak, aku pun segera keluar dari kamar yang mayoritas berwarna merah muda ini.
Aku penasaran dengan kamar yang lebih luas di sebelah kamar Chelsea. Tenyata pintu besar kamar itu sedikit terbuka, mungkin lupa tertutup rapat oleh pemiliknya, dengan mengendap-ngendap, aku berjalan mendekati pintu itu. Astaga, aku sangat terkejut setelah mencoba mengintip isi kamar itu. Ku lihat ada dua orang sedang melakukan hubungan badan, memang samar-samar ku lihat. Ku pandang lebih jeli lagi, dan seperti dugaanku ini adalah kamar John dan Agnes. Tak habis pikir dengan keadaan begini, kulihat Agnes dengan posisi terlentang, tangannya terikat ke atas di ujung ranjang, sedangkan kakinya terbuka lebar diikat di sudut ranjang. Mungkin John memiliki kelainan seksual, ia lebih menikmati hubungan seks yang seperti ini. Di samping mereka kulihat sebuah televisi besar sedang memutar adegan bokep Jepang yang bertema bondage, adegan itu mempertontonkan seorang gadis yang terikat dan digagahi oleh banyak pria. Melihat ‘live show’ begini, birahiku memuncak, terasa penisku sudah mengeras. Sebenarnya aku kasihan dengan nasib Agnes begini, tapi aku tidak bisa apa-apa, mereka adalah suami istri, dan sudah selayaknya istri memuaskan nafsu birahi suaminya walaupun dengan kondisi seperti ini.
Kulihat penis John sangat besar dan panjang, sepertinya dua kali lipat dari punyaku. Agnes meronta-ronta dengan mulut tertutup lakban ketika John menjilati ketiak Agnes, entah Agnes tidak mau diperlakukan begitu atau itu hanya sekedar akting saja agar John mendapatkan sensasi seks yang disukainya. Aku tidak bergeming sama sekali melihat tubuh Agnes yang masih seksi, tubuhnya mulus, walaupun tidak begitu jelas kulihat, karena lampu cukup redup dan hanya lebih diterangi cahaya dari televisi LCD yang sedang menyala pas di samping mereka.
Sangat lama John menikmati ketiak Agnes hingga aku cukup bosan memperhatikannya. Dengan sabar saya menunggu adegan yang lebih lanjut di mana titik klimak akan tiba. Aku juga sedikit was-was dengan memandangi kiri-kanan, takut keberadaan saya dipergoki sedang mengintip Agnes dan John. Saya juga sesekali menggenggam penis saya yang sudah mengeras di dalam celana. Bosan dengan ketiak Agnes, John pun mengalihkan ciumannya ke buah dada Agnes. Payudaranya memang tidak begitu besar, standar ukuran Asia, dan menurutku tidak jauh beda dengan ukuran milik ABG di negeri kita, namun yang membuat indah adalah kulit putih mulusnya. Aku sampai sekarang masih menyukai Agnes dan ingin sekali bisa bercinta dengannya. Tangan John yang besar dengan sangat kasar meremas payudara Agnes, sambil diputar-putar putingnya dan dihisap dengan kuat. Aku melihat John juga mencupang susu Agnes dengan keras, walaupun tak jelas kulihat, tapi aku yakin cupangan itu pasti berbekas. Satu tangan John yang nganggur pun kemudian meraba vagina Agnes, aku melihat Agnes seperti meronta-ronta ingin melepaskan diri dari ikatan itu. Sungguh malang nasib Agnes, dulu aku pernah memperkosanya bersama teman-teman, dan juga pernah diperkosa oleh para petani dan pencari kodok, bayangkan, aku masih ingat waktu itu kami masih duduk di bangku SMP. Tak terkira nasib malang dialami gadis yang pernah menjadi primadona di sekolah kami. Kemudian John mulai memasukkan jarinya di dalam lubang vagina Agnes, ditusuk-tusuknya dan diobok-oboknya dengan satu jari, hingga diteruskan sampai tiga jari. Agnes hanya meronta-ronta dengan ikatan ditangan dan kaki serta mulut ditutup lakban. Kulihat matanya sedikit berbinar, sepertinya Agnes meneteskan air mata. Aku tidak tahu apa yang dirasakan Agnes sekarang ini, apa setiap malam ia harus merasakan perlakuan seperti ini? Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku benar-benar merasa sangat bersalah.
Agnespun memuncratkan air kenikmatan setelah vaginanya diobok-obok jari John, kemudian John segera mengalihkan ciuman dari payudara, perut, hingga kini ke vaginanya. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, tapi aku yakin John pasti menikmati air vagina Agnes dan memainkan klitoris Agnes dengan lidahnya, makanya kulihat Agnes menggelinjang seperti kegelian.
Aku masih tetap waspada karena takut ada yang mempergokiku, sesekali aku mengecek keadaan dengan memandang ke kiri dan ke kanan. Sedikit capek juga aku mengintip sambil berdiri di sini, mungkin sudah sejam aku di sini. Aku hanya berkata dalam hati ‘Sabar man, bentar lagi baru balik kamar…’ Akhirnya yang ku tunggu telah tiba, sambil menekan-nekan penisku dari luar celana, aku melihat John sudah akan memanfaatkan penisnya. Tapi aku sedikit kaget ketika melihat John malah menggunakan kondom, kulihat ia memasangkan karet itu ke alat kelaminnya, sangat jelasku lihat itu adalah kondom ‘dot’ yang memiliki butiran-butiran di sekitarnya. Apa John tidak ingin Agnes hamil? Atau ini adalah permintaan Agnes? Aku tidak tahu, dan tidak akan pernah tahu, karena tidak akan mungkin aku bertanya ke mereka.
Ku lihat setelah John memasang kondom tersebut, ia pun segera menujukan penisnya ke arah vagina Agnes. Penisnya yang besar dan panjang seperti tidak alami itu terlihat kesulitan menerobos lubang vagina Agnes. Melihat adegan ini aku menjadi teringat kejadian masa lalu, aku yang telah terjebak dalam dunia ‘hitam’ ini memang sedikit doyan dengan adegan ‘rape’. Bukan hanya Agnes, terakhir aku dan teman-temanku juga pernah memperkosa seorang manager sebuah bank ternama di kota kami. Aku cuma khawatir kecanduan dengan perilaku begini yang akhirnya akan hypersex seperti temanku, Tono, atau kelainan seperti John ini.
Setelah cukup lama John mengelus-ngeluskan penisnya di pinggiran vagina Agnes, akhirnya John melesapkan juga rudalnya ke dalam vagina Agnes. Agnes terlihat tersontak karena besarnya penis John yang memaksa masuk, bahkan kulihat penis John tak bisa masuk sepenuhnya karena pengaruh terlalu panjang. Dan sepertinya Agnes meneteskan air mata, karena ku lihat ada sesuatu yang bersinar di matanya. Andai saja Agnes belum menikah, aku pasti juga akan menikahinya, tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur, lagian John seorang yang kaya raya, jika dibandingkan, aku bukanlah apa-apa.
Agnes hanya menahan sakitnya menerima sodokan penis dengan ukuran besar, mungkin ini telah sering dia alami tiap malam, dan seharusnya dia telah terbiasa dengan hubungan seks bersama suaminya. Tapi yang kulihat, Agnes seperti sangat menderita, terus menerus digenjot dengan penis yang berukuran besar serta berlapis kondom yang memiliki butiran-butiran bola kecil yang mengelilinginya. Aku bahkan tidak sanggup menahan nafsu birahiku, ingin sekali aku ber-onani, namun aku khawatir dengan keadaan sekitar, jadi aku hanya bisa mengamati secara diam-diam sambil meremas-remas penisku dari luar celana.
John terlihat gagah sekali, ia terus menggenjot Agnes tanpa henti, bahkan semakin bersemangat, Agnes pun terlihat kelelahan mengimbangi gerakan John yang menyodok dengan kuat. Aku mendengar suara nafas Agnes yang ngos-ngosan, ia pasti susah mengatur nafas, dengan kondisi terikat dan mulut tertutup lakban, apalagi genjotan John yang tiada henti hampir satu jam. Maju mundur John menggerakkan pinggulnya dengan diikuti sedikit sentakan karena penisnya yang tidak bisa masuk penuh ke dalam vagina Agnes, sehingga John harus sedikit memaksa tanpa memikirkan Agnes yang tengah kesakitan.
Tiba-tiba aku mendengar suara langkah seseorang, sontak saja aku kaget dan cepat-cepat lari kembali ke kamar. Cepat-cepat ku tutup pintu dan tidak mau tahu suara langkah siapa itu, paling-paling pembantu rumah tangga yang terbangun untuk ke toilet. Sedikit capek, jadi aku baringkan badanku di ranjang empuk kamar ini, tidak henti aku masih memikirkan apa yang aku lihat tadi. Tubuh Agnes yang terikat masih terbayang-bayang di pikiranku hingga aku berusaha menyalurkannya dengan onani. Sambil ber-onani aku membayangkan adegan yang sedikit ‘rape’ itu hingga tanpa sadar karena kecapekan aku pun tidur terlelap.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
TAMAT