Ngentot Dengan Kimcil Pembantuku
Akú adalah seorang ayah dari 2 orang anak lelaki yang berúsia 9 dan 4 tahún. Isterikú bekerja sebagai Direktúr di súatú prúsahaan swasta. Kehidúpan rúmah tanggakú harmonis dan bahagia, kehidúpan seks-kú dengan isterikú tidak ada hambatan sama sekali. Kami
memiliki seorang pembantú, Súmiah namanya, berúmúr kúrang lebih 23 tahún, belúm kawin dan masih lúgú karena kami dapatkan langsúng dari desanya di Jawa Timúr. Wajahnya biasa saja, tidak cantik júga tidak jelek, kúlitnya bersih dan pútih terawat, badannya kecil, tinggi kira-kira 155 cm,
tidak gemúk tapi sangat ideal dengan postúr túbúhnya, búah dadanya júga tidak besar, hanya sebesar nasi di Kentúcky Fried Chicken. Cerita ini terjadi pada tahún 1999, berawal ketika akú púlang kantor kúrang lebih púkúl 14:00, jaúh lebih cepat dari biasanya
yang púkúl 19:00. Anakkú biasanya púlang dengan ibúnya púkúl 18:30, dari rúmah neneknya. Seperti biasanya, akú langsúng mengganti celanakú dengan sarúng kegemarankú yang tipis tapi adem, tanpa celana dalam. Pada saat akú kelúar kamar, nampak Súmiah sedang menyiapkan minúman
úntúkkú, segelas besar es teh manis. Pada saat dia akan memberikan padakú, tiba- tiba dia tersandúng karpet di depan sofa di mana akú dúdúk sambil membaca koran, gelas terlempar ke tempatkú, dan dia terjerembab tepat di pangkúankú, kepalanya
membentúr keras kemalúankú yang hanya bersarúng tipis. Spontan akú meringis kesakitan dengan badan yang súdah basah kúyúp tersiram es teh manis, dia bangún membersihkan gelas yang jatúh sambil memohon maaf yang tidak henti-hentinya. Semúla akú akan marah, namún melihat
wajahnya yang lúgú akú jadi kasihan, sambil akú memegangi kemalúankú akú berkata, “Súdahlah nggak pa-pa, cúman inikú jadi pegel”, sambil menúnjúk kemalúankú. “Súm harús gimana Pak?” tanyanya lúgú. Akú berdiri sambil berganti kaos oblong, menyahút sambil iseng,
“Ini músti diúrút nih!” “Ya, Pak nanti saya úrút, tapi Súm bersihin ini dúlú Pak!” jawabnya. Akú langsúng masúk kamar, perasaankú saat itú kaget bercampúr senang, karena mendengar jawaban pembantúkú yang tidak disangka-sangka. Tidak lama kemúdian dia mengetúk pintú,
“Pak, Mana Pak yang harús Súm úrút..” Akú langsúng rebah dan membúka sarúng tipiskú, dengan kemalúankú yang masih lemas menggelantúng. Súm menghampiri pinggir tempat tidúr dan dúdúk. “Pake, rhemason apa balsem Pak?” tanyanya. “Jangan.. pake
tangan aja, ntar bisa panas!” jawabkú. Lalú dia meraih batang kemalúankú perlahan-lahan, sekonyong-konyong kemalúankú bergerak tegang, ketika dia menggenggamnya. “Pak, kok jadi besar?” tanyanya kaget. “Wah itú bengkaknya mesti cepet-cepet diúrút. Kasih lúdahmú aja biar nggak
seret”, katakú sedikit tegang. Dengan tenang wajahnya mendekati kemalúankú, dilúdahinya újúng kemalúankú. “Ah.. kúrang banyak”, bisikkú bernafsú. Kemúdian kúangkat pantatkú, sampai újúng kemalúankú menyentúh bibirnya, “Dimasúkin aja ke múlútmú,
biar nggak cape ngúrút, dan cepet kelúar yang bikin bengkak!” perintahkú seenaknya. Perlahan dia memasúkkan kemalúankú, kepalanya kútúntún naik túrún, awalnya kemalúankú kena giginya terús, tapi lama-lama múngkin dia terbiasa dengan irama dan túsúkankú. Akú merasa nikmat
sekali. “Akh.. úh.. úh.. hah..” Kúlúmannya semakin nikmat, ketika akú maú kelúar akú bilang kepadanya, “Súm nanti kalaú akú kelúar, jangan dimúntahin ya, telan aja, sebab itú obat búat kesehatan, bagús sekali búat kamú”, bisikkú. “Hepp.. ehm.. HPp”, jawabnya
sambil melirikkú dan terús mengúlúm naik túrún. Akhirnya kúmúncratkan semúa air manikú. “Akh.. akh.. akh.. Súm.. Súm.. enakhh..” Pada saat akú menyemprotkan air manikú, dia diam tidak bergerak, wajahnya meringis merasakan cairan asing membasahi
kerongkongannya, hanya akú saja yang membimbing kepalanya agar tetap tidak melepas kúlúmannya. Setelah akú lemas barú dia melepaskan kúlúmannya, “údah Pak?, apa masih sakit Pak?” tanyanya lúgú, dengan wajah yang memelas, bibirnya yang basah memerah, dan
sedikit berkeringat. photomemek.com Akú tertegún memandang Súm yang begitú menggairahkan saat itú, akú dúdúk menghampirinya, “Súm kamú capek ya, apa kamú maú tahú kalaú kamú diúrút júga kamú bisa seger kayak Bapak sekarang!” “Nggak Pak, saya nggak capek, apa bener sih Pak
kalo diúrút kayak tadi, bisa bikin seger? tanyanya semakin penasaran. Akú hanya menjawab dengan anggúkan dan sambil meraih púndaknya kúciúm keningnya, lalú túrún ke bibirnya yang basah dan merah, dia tidak meronta júga tidak membalas. Akú merasakan keringat
memiliki seorang pembantú, Súmiah namanya, berúmúr kúrang lebih 23 tahún, belúm kawin dan masih lúgú karena kami dapatkan langsúng dari desanya di Jawa Timúr. Wajahnya biasa saja, tidak cantik júga tidak jelek, kúlitnya bersih dan pútih terawat, badannya kecil, tinggi kira-kira 155 cm,
tidak gemúk tapi sangat ideal dengan postúr túbúhnya, búah dadanya júga tidak besar, hanya sebesar nasi di Kentúcky Fried Chicken. Cerita ini terjadi pada tahún 1999, berawal ketika akú púlang kantor kúrang lebih púkúl 14:00, jaúh lebih cepat dari biasanya
yang púkúl 19:00. Anakkú biasanya púlang dengan ibúnya púkúl 18:30, dari rúmah neneknya. Seperti biasanya, akú langsúng mengganti celanakú dengan sarúng kegemarankú yang tipis tapi adem, tanpa celana dalam. Pada saat akú kelúar kamar, nampak Súmiah sedang menyiapkan minúman
úntúkkú, segelas besar es teh manis. Pada saat dia akan memberikan padakú, tiba- tiba dia tersandúng karpet di depan sofa di mana akú dúdúk sambil membaca koran, gelas terlempar ke tempatkú, dan dia terjerembab tepat di pangkúankú, kepalanya
membentúr keras kemalúankú yang hanya bersarúng tipis. Spontan akú meringis kesakitan dengan badan yang súdah basah kúyúp tersiram es teh manis, dia bangún membersihkan gelas yang jatúh sambil memohon maaf yang tidak henti-hentinya. Semúla akú akan marah, namún melihat
wajahnya yang lúgú akú jadi kasihan, sambil akú memegangi kemalúankú akú berkata, “Súdahlah nggak pa-pa, cúman inikú jadi pegel”, sambil menúnjúk kemalúankú. “Súm harús gimana Pak?” tanyanya lúgú. Akú berdiri sambil berganti kaos oblong, menyahút sambil iseng,
“Ini músti diúrút nih!” “Ya, Pak nanti saya úrút, tapi Súm bersihin ini dúlú Pak!” jawabnya. Akú langsúng masúk kamar, perasaankú saat itú kaget bercampúr senang, karena mendengar jawaban pembantúkú yang tidak disangka-sangka. Tidak lama kemúdian dia mengetúk pintú,
“Pak, Mana Pak yang harús Súm úrút..” Akú langsúng rebah dan membúka sarúng tipiskú, dengan kemalúankú yang masih lemas menggelantúng. Súm menghampiri pinggir tempat tidúr dan dúdúk. “Pake, rhemason apa balsem Pak?” tanyanya. “Jangan.. pake
tangan aja, ntar bisa panas!” jawabkú. Lalú dia meraih batang kemalúankú perlahan-lahan, sekonyong-konyong kemalúankú bergerak tegang, ketika dia menggenggamnya. “Pak, kok jadi besar?” tanyanya kaget. “Wah itú bengkaknya mesti cepet-cepet diúrút. Kasih lúdahmú aja biar nggak
seret”, katakú sedikit tegang. Dengan tenang wajahnya mendekati kemalúankú, dilúdahinya újúng kemalúankú. “Ah.. kúrang banyak”, bisikkú bernafsú. Kemúdian kúangkat pantatkú, sampai újúng kemalúankú menyentúh bibirnya, “Dimasúkin aja ke múlútmú,
biar nggak cape ngúrút, dan cepet kelúar yang bikin bengkak!” perintahkú seenaknya. Perlahan dia memasúkkan kemalúankú, kepalanya kútúntún naik túrún, awalnya kemalúankú kena giginya terús, tapi lama-lama múngkin dia terbiasa dengan irama dan túsúkankú. Akú merasa nikmat
sekali. “Akh.. úh.. úh.. hah..” Kúlúmannya semakin nikmat, ketika akú maú kelúar akú bilang kepadanya, “Súm nanti kalaú akú kelúar, jangan dimúntahin ya, telan aja, sebab itú obat búat kesehatan, bagús sekali búat kamú”, bisikkú. “Hepp.. ehm.. HPp”, jawabnya
sambil melirikkú dan terús mengúlúm naik túrún. Akhirnya kúmúncratkan semúa air manikú. “Akh.. akh.. akh.. Súm.. Súm.. enakhh..” Pada saat akú menyemprotkan air manikú, dia diam tidak bergerak, wajahnya meringis merasakan cairan asing membasahi
kerongkongannya, hanya akú saja yang membimbing kepalanya agar tetap tidak melepas kúlúmannya. Setelah akú lemas barú dia melepaskan kúlúmannya, “údah Pak?, apa masih sakit Pak?” tanyanya lúgú, dengan wajah yang memelas, bibirnya yang basah memerah, dan
sedikit berkeringat. photomemek.com Akú tertegún memandang Súm yang begitú menggairahkan saat itú, akú dúdúk menghampirinya, “Súm kamú capek ya, apa kamú maú tahú kalaú kamú diúrút júga kamú bisa seger kayak Bapak sekarang!” “Nggak Pak, saya nggak capek, apa bener sih Pak
kalo diúrút kayak tadi, bisa bikin seger? tanyanya semakin penasaran. Akú hanya menjawab dengan anggúkan dan sambil meraih púndaknya kúciúm keningnya, lalú túrún ke bibirnya yang basah dan merah, dia tidak meronta júga tidak membalas. Akú merasakan keringat
dinginnya múlai kelúar, ketika akú múlai membúka kancing bajúnya satú persatú, sama sekali dia tidak berontak hingga tinggal celana dalam dan Bh- nya saja. Tiba-tiba dia berkata, “Pak, Súm malú Pak, nanti kalo Ibú dateng gimana Pak?” tanyanya takút. “Lho Ibú
kan barú nanti jam enam, sekarang barú jam tiga, jadi kita masih bisa bikin seger badan”, jawabkú penúh nafsú. Lalú semúa kúbúka tanpa penútúp, begitú júga akú, kemalúankú súdah múlai berdiri lagi. Dia kúrebahkan di tepi tempat tidúr, lalú akú berjongkok di depan dengkúlnya yang masih
tertútúp rapat, “Búka pelan-pelan ya, nggak pa-pa kok, akú cúma maú úrút púnya kamú”, katakú meyakinkan, lalú dia múlai membúka pangkal pahanya, pútih, bersih dan sangat sedikit búlúnya yang mengitari liang kewanitaannya, cenderúng botak. Dengan ketidaksabarankú, akú
langsúng menjilat bibir lúar kewanitaannya, tanpa ampún akú jilat, sesekali akú sodokkan lidahkú ke dalam,
“Akh.. Pak geli.. akh.. akúhhfh..” Klitorisnya basah mengkilat, berwarna merah jambú. Akú hisap, hanya kira-kira 5 menit kúlúmat liang
kewanitaannya, lalú dia berteriak sambil menggeliat dan menjepit kepalakú dengan pahanya serta matanya terpejam. “
Akh.. akh.. úahh..” teriakan panjang disertai mengalirnya cairan dari dalam liang kewanitaannya yang langsúng kújilati sampai bersih. “Gimana Súm, enak?” tanyakú
nakal. Dia menganggúk sambil menggigit bibir, matanya basah kútahú dia masih takút. “Nah sekarang, kalaú kamú súdah ngerti enak, kita coba lagi ya, kamú nggak úsah takút!”. Kúhampiri bibirnya, kúlúmat bibirnya, dia múlai memberikan reaksi, kúraba búah dadanya yang
kecil, lalú kúhisap-hisap púting súsúnya, dia menggelinjang, lama kúcúmbúi dia, hingga dia merasa rileks dan múlai memberikan reaksi úntúk membalas cúmbúankú, kemalúankú súdah tegang. Kemúdian kúraba liang kewanitaannya yang ternyata súdah berlendir dan basah,
kesempatan ini tidak kúsia-siakan, kútancapkan kemalúankú ke dalam liang kenikmatannya, dia berteriak kecil, “Aaúú.. sakit Pak!”. Lalú dengan perlahan kútúsúkkan lagi, sempit memang, “Akhh.. úúf sakit Pak..”. Melihat wajahnya yang hanya meringis dengan
bibir basah, kúterúskan túsúkankú sambil berkata, “Ini nggak akan lama sakitnya, nanti lebih enak dari yang tadi,
sakitnya jangan dirasain..” tanpa menúnggú reaksinya kútancapkan kemalúankú, meskipún dia meronta kesakitan, pada saat kemalúankú terbenam di dalam liang
súrganya kúlihat matanya berair (múngkin menangis) tapi akú súdah tidak memikirkannya lagi, akú múlai mengayúnkan semúa nafsúkú úntúk si Súm.
Hanya sekitar 7 menit dia tidak memberikan reaksi, namún setelah itú akú merasakan denyútan di dalam liang kewanitaannya,
kehangatan cairan liang kewanitaannya dan erangan kecil dari bibirnya. Akú tahú dia akan mencapai klimaks, ketika dia múlai menggoyangkan pantatnya,
seolah membantú kemalúankú memompa túbúhnya. Tak lama kemúdian, tangannya merangkúl erat leherkú, kakinya menjepit pinggangkú,
pantatnya naik túrún, matanya terpejam, bibirnya digigit sambil mengerang, “Pak.. Pak terús.. Pak.. Súm.. Súmm..Súm..
daapet enaakhh Pak.. ahh..” mendengar erangan seperti itú akú makin bernafsú, kúpompa dia lebih cepat dan.. “Súm.. akh.. akh.. akh..”
kúsemprotkan semúa manikú dalam liang kewanitaannya, sambil kúpandangi wajahnya yang lemas. Akú lemas, dia pún lemas.
“Súm akú nikmat sekali, habis ini kamú mandi ya, terús beresin tempat tidúr ini ya!”, súrúhkú di tengah kenikmatan yang kúrasakan. “Ya Pak”, jawabnya
singkat sambil mengenakan pakaiannya kembali. Ketika dia maú kelúar kamar úntúk mandi dia berbalik dan bertanya,
“Pak.. kalo púlang siang kayak gini telpon dúlú ya Pak, biar Súm bisa mandi dúlú, terús bisa ngúrútin Bapak lagi”, lalú ngeloyor kelúar kamar,
akú masih tertegún dengan omongannya barúsan, sambil menoleh ke sprei yang terdapat bercak darah perawan Súm.
Saat ini Súm masih bekerja di rúmahkú, setiap 2 hari menjelang menstrúasi (datang búlannya sangat teratúr), akú púlang lebih awal úntúk berhúbúngan dengan pembantúkú,
namún hampir setiap hari di pagi hari kúrang lebih púkúl 5, kemalúankú selalú dikúlúmnya saat dia mencúci di rúang cúci, pada saat itú isterikú dan anak-anakkú belúm bangún.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
kan barú nanti jam enam, sekarang barú jam tiga, jadi kita masih bisa bikin seger badan”, jawabkú penúh nafsú. Lalú semúa kúbúka tanpa penútúp, begitú júga akú, kemalúankú súdah múlai berdiri lagi. Dia kúrebahkan di tepi tempat tidúr, lalú akú berjongkok di depan dengkúlnya yang masih
tertútúp rapat, “Búka pelan-pelan ya, nggak pa-pa kok, akú cúma maú úrút púnya kamú”, katakú meyakinkan, lalú dia múlai membúka pangkal pahanya, pútih, bersih dan sangat sedikit búlúnya yang mengitari liang kewanitaannya, cenderúng botak. Dengan ketidaksabarankú, akú
langsúng menjilat bibir lúar kewanitaannya, tanpa ampún akú jilat, sesekali akú sodokkan lidahkú ke dalam,
“Akh.. Pak geli.. akh.. akúhhfh..” Klitorisnya basah mengkilat, berwarna merah jambú. Akú hisap, hanya kira-kira 5 menit kúlúmat liang
kewanitaannya, lalú dia berteriak sambil menggeliat dan menjepit kepalakú dengan pahanya serta matanya terpejam. “
Akh.. akh.. úahh..” teriakan panjang disertai mengalirnya cairan dari dalam liang kewanitaannya yang langsúng kújilati sampai bersih. “Gimana Súm, enak?” tanyakú
nakal. Dia menganggúk sambil menggigit bibir, matanya basah kútahú dia masih takút. “Nah sekarang, kalaú kamú súdah ngerti enak, kita coba lagi ya, kamú nggak úsah takút!”. Kúhampiri bibirnya, kúlúmat bibirnya, dia múlai memberikan reaksi, kúraba búah dadanya yang
kecil, lalú kúhisap-hisap púting súsúnya, dia menggelinjang, lama kúcúmbúi dia, hingga dia merasa rileks dan múlai memberikan reaksi úntúk membalas cúmbúankú, kemalúankú súdah tegang. Kemúdian kúraba liang kewanitaannya yang ternyata súdah berlendir dan basah,
kesempatan ini tidak kúsia-siakan, kútancapkan kemalúankú ke dalam liang kenikmatannya, dia berteriak kecil, “Aaúú.. sakit Pak!”. Lalú dengan perlahan kútúsúkkan lagi, sempit memang, “Akhh.. úúf sakit Pak..”. Melihat wajahnya yang hanya meringis dengan
bibir basah, kúterúskan túsúkankú sambil berkata, “Ini nggak akan lama sakitnya, nanti lebih enak dari yang tadi,
sakitnya jangan dirasain..” tanpa menúnggú reaksinya kútancapkan kemalúankú, meskipún dia meronta kesakitan, pada saat kemalúankú terbenam di dalam liang
súrganya kúlihat matanya berair (múngkin menangis) tapi akú súdah tidak memikirkannya lagi, akú múlai mengayúnkan semúa nafsúkú úntúk si Súm.
Hanya sekitar 7 menit dia tidak memberikan reaksi, namún setelah itú akú merasakan denyútan di dalam liang kewanitaannya,
kehangatan cairan liang kewanitaannya dan erangan kecil dari bibirnya. Akú tahú dia akan mencapai klimaks, ketika dia múlai menggoyangkan pantatnya,
seolah membantú kemalúankú memompa túbúhnya. Tak lama kemúdian, tangannya merangkúl erat leherkú, kakinya menjepit pinggangkú,
pantatnya naik túrún, matanya terpejam, bibirnya digigit sambil mengerang, “Pak.. Pak terús.. Pak.. Súm.. Súmm..Súm..
daapet enaakhh Pak.. ahh..” mendengar erangan seperti itú akú makin bernafsú, kúpompa dia lebih cepat dan.. “Súm.. akh.. akh.. akh..”
kúsemprotkan semúa manikú dalam liang kewanitaannya, sambil kúpandangi wajahnya yang lemas. Akú lemas, dia pún lemas.
“Súm akú nikmat sekali, habis ini kamú mandi ya, terús beresin tempat tidúr ini ya!”, súrúhkú di tengah kenikmatan yang kúrasakan. “Ya Pak”, jawabnya
singkat sambil mengenakan pakaiannya kembali. Ketika dia maú kelúar kamar úntúk mandi dia berbalik dan bertanya,
“Pak.. kalo púlang siang kayak gini telpon dúlú ya Pak, biar Súm bisa mandi dúlú, terús bisa ngúrútin Bapak lagi”, lalú ngeloyor kelúar kamar,
akú masih tertegún dengan omongannya barúsan, sambil menoleh ke sprei yang terdapat bercak darah perawan Súm.
Saat ini Súm masih bekerja di rúmahkú, setiap 2 hari menjelang menstrúasi (datang búlannya sangat teratúr), akú púlang lebih awal úntúk berhúbúngan dengan pembantúkú,
namún hampir setiap hari di pagi hari kúrang lebih púkúl 5, kemalúankú selalú dikúlúmnya saat dia mencúci di rúang cúci, pada saat itú isterikú dan anak-anakkú belúm bangún.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,