Skor Satu-satu
Masih ingat cerita mengenai pengalaman saya saat digagahi oleh dua orang teman saya, Aria dan Albert dalam “Regina”. Nah pengalaman menarik saya yang sekarang ini adalah bagaimana saya membalas dendam kepada Aria. Dengan penuh rencana, saya berjalan memasuki rumah besar itu. Di tempat itulah keperawanan saya direnggut oleh dua orang teman saya. Saya tersenyum melihat siapa yang membukakan pintu dan mempersilakan saya masuk.
“Eh, Mbak Gina. Tumben sudah lama nggak main ke sini?”
“Ah, Rick, selama ini Mbak sibuk sekali, jadi nggak sempat main ke rumah kamu”, kata saya kepada bocah kecil berusia sepuluh tahun itu, lalu duduk di kursi sofa di ruang tamu itu. Melihat Ricky, demikian namanya, berdiri terus, saya tersenyum.
“Rick, sini kamu duduk di samping Mbak.”
“Malu ah, Mbak.”
“Jangan malu-malu dong, Rick. Sini…” kata saya sambil menarik tangannya.
“Bagaimana pendapat kamu tentang Mbak, Rick. Mbak cantik apa nggak?”
“Ngg… Mbak cantik sekali, seperti yang ada di majalahnya Mas Aria.”
Saya tersenyum senang mendengar jawabannya yang polos. Kemudian saya berdiri dan melucuti seluruh pakaian yang saya kenakan.
“Sekarang coba kamu lihat Mbak. Bagaimana pendapat kamu?”
“Idih, Mbak kok telanjang bulat sih. Ricky malu ah!” kata Ricky, mukanya memerah.
“Ricky saja cuma berani telanjang bulat kalau lagi dimandiin sama Mama”, sambungnya.
“Nggak apa-apa kok Rick. Kan kita di sini cuma berdua. Nggak ada lagi yang melihat. Nah kalau yang ini kamu tahu nggak namanya?” tanya saya sambil menunjuk payudara saya.
“Ih, punya Mbak hampir sama dengan punya Mama. Cuma Mbak lebih besar..”
“Kamu sudah pernah memegangnya belum?”
“Dulu waktu Ricky kecil kan netek sama Mama.”
“Sekarang kamu mau memegang punya Mbak nggak? Bandingin sama punya Mama kamu. Nih coba pegang!” kata saya sambil menarik tangan Ricky ke arah payudara saya.
Tangan saya membimbing tangan Ricky yang mungil menjelajahi payudara saya. Kubantu ia meremas-remas payudara saya yang kenyal. Puting susu saya yang kecoklatan itu mulai menegang.
“Rick, kamu bisa ngasih contoh nggak, seperti apa waktu kamu netek sama Mama kamu.”
“Begini Mbak”, katanya sambil mendekatkan mulutnya ke payudara saya. Ia mulai mengulum dan menghisap-hisap puting susu saya yang tinggi itu.
“Tapi punya Mbak nggak bisa keluar susunya. Tapi nikmat juga kok Mbak rasanya.”
“Aah… Ouhh… Rick teruskan… Jangan berhenti…” kata saya sambil mengerinjal-gerinjal kecil. Sementara Ricky terus melahap puting susu saya yang semakin lama semakin mengeras. Persis seperti waktu ia menyusu pada ibunya dulu.
“Rick, coba sekarang kamu buka celana kamu”, kata saya tak lama kemudian.
“Ah, nggak mau ah, malu!” kata Ricky sambil menggelengkan kepalanya.
“Kamu mau Mbak kasih tahu nggak caranya Papa sama Mama kamu bikin kamu dulu?”
“Memangnya Mbak Gina tahu?” tanya sang bocah keheranan.
“Makanya!”
Akhirnya Ricky menanggalkan celananya. Saya tertawa dalam hati. Betapa mungilnya batang kemaluannya.
“Nah, kamu tahu apa itu yang kamu punya?” saya bertanya sambil menunjuk batang kemaluan Ricky.
“Ini ‘titit’. Buat pipis!” katanya dengan lugu.
“Ada lagi! Bukan cuma buat pipis saja, tapi bisa juga buat bikin anak. Kamu juga dulu asalnya dari situ, Rick.”
“Dari pipis?!” Jawaban Ricky yang polos itu membuat saya tertawa.
“Bukan, bukan! Tapi begini, pertama kali Mama kamu akan berbuat seperti ini pada Papa kamu”, kata saya sambil mengelus-elus kemaluan Ricky.
“Ih, Mbak! Geli!”
Ricky menggoyangkan tubuhnya kegelian. Namun saya tidak mengindahkannya. Dengan segera saya memasukkan batang kemaluan mungil itu ke dalam mulut saya. filmbokepjepang.sex Meskipun diliputi oleh rasa jijik, saya melumatnya. Saya hisap-hisap dan saya jilat-jilat ujung “meriam” kecil yang telah mulai menegang itu. Bocah lelaki itu mulai menggerinjal-gerinjal terangsang.
“Hsspp… Bagaimana Rick? Enak?”
“hh… Enak, Mbak, nikmat. Terusin dong, Mbak.”
Dengan lidah saya gelitik batang kemaluannya dari ujung hingga pangkal, semakin membuat mata Ricky membelalak kenikmatan.
“Nah, itu baru pendahuluannya. Coba sekarang kamu jilatin punya Mbak..” Tanpa berpikir panjang lagi, Ricky menjulurkan lidahnya, dan mulai menjilati liang kewanitaan saya. Saya menjerit kecil sewaktu daging kecil yang ada di dalamnya tersentuh oleh ujung lidah Ricky. Kenikmatan yang tiada taranya!
“Tapi bau, Mbak”, kata Ricky ketika sudah puas merambahi vagina saya.
“Iya deh sudah. Sekarang yang terakhir. Coba kamu berbaring.”
Ricky segera berbaring di atas sofa, dan saya naik di atasnya. Dengan perlahan-lahan saya memasukkan batang kemaluan yang kecil itu ke dalam liang vagina saya. Lalu dengan gerakan sedikit memutar, saya menggerakkan pantat saya naik turun di atas batang kemaluan Ricky.
“oouuh… Mbak Sandra… Enak…” jerit Ricky merasakan kenikmatan yang bukan main.
Tidak begitu lama berselang, batang kemaluan Ricky menyemprotkan cairan putih encer yang membasahi kewanitaan saya. Ia sudah sampai pada klimaksnya. Sementara saya belum mencapai klimaks.
Saya suruh Ricky memasukkan jari-jari mungilnya ke dalam liang vagina. Masuk, keluar. Begitu berulang-ulang. Sehingga dengan menggerinjal keras akhirnya saya mencapai kepuasan. Dan saya telah berhasil menjalankan rencana saya tanpa adanya hambatan.
Baru saja saya mengenakan kembali beha dan celana dalam saya, tiba-tiba pintu rumah terbuka, dan seseorang yang saya kenal masuk ke dalam. Ia langsung melotot melihat apa yang dilihatnya di ruang tamu itu.
“Gina! Apa yang kamu perbuat pada adik gue!” bentak orang itu. Saya menyeringai.
“Aria! Gue cuma mengajari Ricky tentang apa yang pernah kamu buat terhadap diri gue!” kata saya acuh tak acuh.
“Keparat kamu!” Aria menampar pipi saya, membuat saya limbung. Tetapi saya berhasil menenangkan diri saya. Lalu dengan tidak mempedulikan Aria yang naik darah, saya kenakan pakaian saya kembali dan langsung pergi keluar rumahnya sambil tertawa puas. Skornya sekarang satu-satu!
Mungkin bagi para pembaca, perbuatan saya itu kelewatan bahkan terlalu gila. Tetapi itu memang kenyataannya. Keperawanan yang selama ini kujaga ketat ternyata direnggut begitu saja oleh teman-teman saya sendiri! Ini yang membuat saya ingin membalas dendam.
TAMAT