Balas Dendam Untuk Pengkhianatan
Balas Dendam Untuk Pengkhianatan
“Braakkk!!!”
Lelaki itu menendang pintu sekuat tenaga. Pintu yang terbuat dari tripleks murahan itu pun langsung terbuka akibat tendangannya. Bahkan salah satu engsel pintu copot dari tempatnya.
Apa yang terpampang di hadapan lelaki itu membuat dirinya murka. Wajahnya tampak memerah. Kepalan tangannya tergenggam semakin kuat.
“Bajingan kalian!!!” katanya murka.
“Hana…!!! Kau benar-benar wanita pelacur!!! Aku ini tunanganmu, tapi kau malah bercinta dengan orang lain!!!” dia bertambah murka.
Di hadapannya, Hana, si wanita terlihat sedang mengoral penis seorang lelaki. Si lelaki terlihat begitu menikmati jilatan dan hisapan itu. Matanya setengah terpejammenikmati layanan mulut wanita itu di penisnya.
Lelaki yang sedang menikmati layanan oral itu tak terlihat terkejut atau gentar. Wajahnya bahkan terkesan meremehkan lelaki yang sedang murka di depannya itu. Bahkan dia tersenyum sinis pada lelaki di depannya itu.
“Kau cuma lelaki pecundang!” ujarnya merndahkan lelaki yang marah itu.
“Secara status dia memang kekasihmu, tapi dia lebih bahagia denganku. Iya ‘kan, Sayang?” tambahnya sambil memasukkan penisnya semakin dalam ke mulut wanita itu.
Si wanita melepaskan hisapannya pada penis itu. Namun tangannya tetap mengocok dan memijat penis lelaki itu perlahan. Pandangannya terlihat meremehkan lelaki yang sedang murka di depannya.
“Kau memang kekasihku. Tapi itu karena paksaan orang tua yang berhutang budi pada orang tuamu. Aku lebih cinta padanya, yang lebih mengerti aku daripada kamu….!!!”
“Tanpa orang tuamu kau hanya kroco tak berguna!!!” tambahnya sambil meraih dan kemudian menghisap penis lelaki yang ada di depannya.
“Kau wanita jalang…!!!Akan kuhabisi kalian sekarang juga…!!!” lelaki itu semakin murka dan bersiap menyerang pasangan yang kembali asyik bercinta itu.
Lelaki itu mengeluarkan pisau yang ada di jaketnya. Dia kemudian melompat menyerang pasangan itu sambil mengayun-ayunkan pisaunya. Kemarahan dan kemurkaan karena dikhianati tampak jelas menyala di matanya.
Tiba-tiba sebuah pukulan menghantam belakang kepala lelaki itu. Pukulan yang membuat lelaki itu terhuyung dan terjatuh ke lantai. Bertubi-tubi pukulan dan tendangan kemudian menghujani tubuh lelaki marah yang tak berdaya itu.
Pandangannya perlahan menggelap. Dia sudah pasrah bila ajal menjemputnya di depan perempuan yang mengkhianati cintanya. Sebelum kesadarannya hilang, dia masih melihat lelaki di depannya mengocok dan menyemprotkan spermanya ke wajah perempuan yang sangat dicintainya itu.
***
Mataku perlahan terbuka. Suasana terlihat remang. Suara musik berdentam-dentam diiringi sesekali suara DJ menyemangati manusia yang bergoyang memenuhi lantai dansa.
Lengan kiriku terasa ada yang memeluk dengan erat. Begitu eratnya sehingga gundukan lembut di dada pemiliknya itu begitu menekan lenganku. Ditambah dengan elusan lembut pemilik gundukan itu mem buat aku terlena.
“Mas Ryan tega bener sama aku, sudah dandan cantik tapi dianggurin,” kata pemilik gundukan lembut yang sedari tadi memeluk lenganku.
“Itu tandanya si Ryan pingin diservis sama kamu,” kata temanku Beny yang sedang menggerayangi perempuan di sebelahnya.
“Hi…hi…hi…bilang dong, Mas kalo pingin diservis,” kata perempuan itu sambil tersenyum genit.
“Mas Ryan saya panasi dulu ya,” tambahnya sambil tangannya beralih meraih bagian depan celanaku.
Tangannya dengan lincah membuka gesper ikat pinggang, dilanjutkan membuka resleting dan menurunkan celana dan bokser sekaligus. Tangan halus itu kemudian meraih penisku yang masih tertidur dan memijatnya lembut.
“Minum dulu ya, Mas. Sambil saya bersihkan sebelum saya servis,” katanya menyodorkan gelas yang langsung kutenggak habis.
Minuman itu tersa hangat di tenggorokan. Perlahan kehangatan itu meluncur ke perut. Entah sudah berapa gelas yang kemudian kutenggak sampai kepala ini terasa melayang.
Sementara di bawah sana ada terasa hangat dan basah. Sambil turun naik, kepala perempuan itu terasa menjilat dan menghisap penisku. Sesekali mulut itu beralih menghisap kantong testisku, sementara tangan lembutnya mengocok batangku perlahan.
Mataku yang setengah tertutup menikamati layanan mulut dan tangan perempuan itu tiba-tiba terpaku pada handphone yang tergeletak di meja. Handphone itu menyala dan bergetar tanda ada panggilan masuk. Nama yang terlihat di layarnya, bukan nama yang asing. Di layar itu tertera nama: JOE XXX.
Aku tidak habis piker kenapa Joe, yang nama aslinya Joshua, Kepala Security Night Club XXX, menelponku. Apa karena malam ini aku lebih suka menghabiskan malam di Golden Flower Club daripada di tempatnya, tanyaku dalam hati. Tapi apa urusannya Kepala Security mau melarang orang bersenang-senang.
Tanganku yang mencoba meraih handphone di meja, rupanya menjadi perhatian perempauan yang sedang menghisap penisku. Dia melepaskan hisapannya dan mengocok penisku perlahan. Itu agar aku bias meraih handphone di meja.
“Halo,” sapaku.
“Halo, Bos. Selamat Malam, mohon maaf mengganggu waktunya. Ada sesuatu yang penting, Bos,” balas Joe di ujung telpon.
“Kalo gak penting, kucopot kepalamu,” kataku agak marah karena mengganggu kenikmatanku.
Sementara di bawah sana perempuan itu kembali menghisap dan menjilati penisku.
“Mohon maaf sebesar-besarnya, Bos. Jadi, ada seorang wanita yang mengacau di sini. Setelah diamankan dia malah meracau menyebut-nyebut nama Bos. Bahkan sambil setengah mabuk dia menunjukkan nomor ponsel Bos di HP nya,” terangnya.
“Ah…ah…bisa saja orang itu Cuma ngaku tahu denagn aku,” sambil mendesah aku berkata.
“Saya kirim foto dan KTP-nya ya, Bos. Pesan Bos saya, sebaiknya segera ke sini,” ujar Joe dari seberang telpon.
“Uh…iya. Bos mu emang ada?” tanyaku yang keenakan dengan sedotan di bawah sana.
“Sedang menjinakkan wanita pengacau ini, Bos. Tapi diselesaikan aja dulu urusaanya, Bos. Biar gak kentang. Hehehe…,” jawab Joe sambil tertawa kecil.
“Sialan, kau. Ok, habis ini aku kesana,” Jawabku sambil menutup telepon.
Aku tah tahan lagi dengan hisapan dan jilatan di bawah sana. Sambil terseru tertahan aku melepaskan sperma ku di mulut perempuan itu. Benar-benar nikmat.
Bukannya berhenti, perempuan itu justru menyedot dan memijit batang serta kantong testisku dengan lembut. Seakan ingin memerah dan mengeluarkan setiap milliliter sperma dari batangku.
“ah…ah..ah…cukup..cukup…geli banget,” kataku smabil berusaha melepaskan mulut perempuan yang terus menghisap batang penisku.
Perempuan itu akhirnya melepaskan penisku. Dia membuka mulutnya, sambil memperlihatkan sperma yang tertampung. Kemudian, glek, dia menelannya sekaligus.
“Ternyata rasa peju Mas Ryan Mamoto enak juga. Asin-asin gurih, ada manis-manisnya gitu,” katanya tersenyum.
Sambil terengah, aku mengambil gelas, mengisinya dengan minuman dan menandaskannya dalam sekali teguk. Kemudian kuraih dompetku, menarik beberapa lembar kertas bergambar proklamator, melipatnya dan menyumpalkannya ke dalam g string yang dipakainya, sambil tak rupa meremas memek perempuan itu.
“Ah…Mas Ryan nakal. Apa mau dilanjutkan dengan menu utama?” perempuan itu bertanya sambil melihatku genit.
“Lain kali ya. Aku ada urusan di Triple X.photomemek.com nih,” tolakku halus, sambil tak lupa membelai bagian yang tertutup g string.
“Mas Ryan ini bikin aku jadi kentang nih, “ Balas perempuan itu.
“Friends, aku pergi dulu ya. Lagi ditunggu di sebelah ini,” pamitku pada Beny, Andre dan Tommy yang sedang asyik bercumbu dengan para wanita.
Dengan langkah agak terhuyung aku menghampiri security yang berjaga di bagian belakang. Kusampaikan agar bisa dipesankan taksi. Security itu mengangguk dan segera berbicara di HT nya. Kuucapkan terimakasih, sambil tak tupa menggenggamkan kertas bergambar Proklamator. Dia membalas dengan sikap hormat.Bahkan di pangkuan Andre ada wanita yang sedang menaik turunkan pinggulnya. Pamitanku hanya dijawab dengan kode jari tanda OK dari mereka yang sedang bercumbu itu.
Di depan, taksiku ternyata sudah menunggu. Sang sopir membantu membuka pintu belakang dan menutupnya dengan halus begitu aku masuk. Sejenak kusandarkan kepalaku.
“Selamat Malam, Bos. Mau diantar ke mana ini?” tanya sang sopir dengan sopan.
“Ke Triple X, ya Pak,” jawabku.
“Siap, Bos”
Sambil bersandar, tanganku meraih handphone ku. Ada notifikasi kiriman foto dari Joe.
Rupanya dia menepati janji untuk mengirim foto dan KTP wanita pengacau itu.
Setengah tak percaya aku pandangi foto wanita itu.
“Ini bukan dia…! Pasti mataku kena pengaruh minuman tadi!!” kataku dalam hati.
Kutekan foto KTP wanita itu. Nama yang tertera membuatku tambah terkejut tak percaya.
Di KTP tertulis, Nama : Hana Anisa.
Perlahan kusandarkan badanku dan mulai menutup mata.
Perlahan kubuka mataku. Cahaya ruangan yang remang, membuat mata ini membutuhkan waktu sesaat untuk mengenali ruangan ini. Perlahan aku mulai mengenali ruangan ini. Ini ruang tamu Pak Dhe Yuswo.
Pak Dhe Yuswo dikenal sebagai penguasa dunia hitam di Kota M. Beliau adalah pemimpin gerombolan preman, gali, anak jalanan, centeng, atau apapun yang ada di dalam kehidupan bawah tanah Kota M. Beliau adalah seorang yang keras dan tidak segan menghilangkan nyawa pengkhianat atau siapapun yang dianggap menghalanginya.
“Setelah tunangannya ketahuan berselingkuh, dia menjadi kehilangan semangat hidup, Mas,” kudengar suara ayahku berujar.
“Bahkan dia pernah akan mengakhiri hidupnya sendiri. Beruntung masih bisa dicegah,” sambung beliau lagi.
Indera penciumanku merasakan aroma yang familiar. Perpaduan aroma tembakau dan cengkeh yang berpadu dalam rokok kretek yang biasa dihisap Pak Dhe Yuswo. Beliau memang seorang perokok berat.
“Selain itu, dia juga jadi buruan anak buah selingkuhan kekasihnya itu. Rumah kontrakannya beberapa hari yang lalu dilempar motolov. Sebelumnya juga ada kiriman bangkai ke rumah kami, Mas, “terang ayahku panjang lebar.
Pak Dhe Yuswo sesekali menghisap rokoknya dalam-dalam. Pandangan matanya mengikuti asap yang dihembuskan dari lubang hidung dan mulutnya. Tangannya juga sesekali mengelus-ngelus jenggot lebatnya.
“Karena itu, Mas, kami ingin mengungsikan Ryan ke sini. Selain agar dia bisa melupakan kejadian itu, juga untuk menyelamatkan nyawanya,” ujar ayahku.
“Aku melihat di matanya tiada lagi semangat hidup,” tiba-tiba Pak Dhe Yuswo berkata.
“Sepertinya dia lebih suka dijemput ajal, daripada meneruskan hidupnya,” lanjutnya sambil menatap mataku dalam-dalam.
Beliau bangkit dari tempat duduknya, kemudian menghampiriku yang masih memandang kosong. Tangan kirinya tiba-tiba menarik kerah bajuku yang membuatku mau tidak mau berdiri. Belum habis rasa kagetku tangan kanan beliau menampar wajahku dengan keras sehingga aku jatuh terduduk.
“Kalau kau ingin mati, matilah sebagai seorang lelaki!!!” bentak Pak Dhe Yuswo.
“Seorang lelaki sejati itu mati dalam pertarungan sampai akhir!!!” lanjut beliau dengan tak kalah kerasnya.
“Biar dia di sini. Bila dia lebih suka dijemput Malaikat Maut, maka gemblenganku tidak akan membuatnya mundur,” ujar Pak Dhe Yuswo kepada ayahku.
Pak Dhe Yuswo akhirnya menampungku. Kesediaan belliau menampungku, diikuti dengan gemblengan keras selama berbulan-bulan. Gemblengan yang tidak hanya keras, namun juga intens dan tidak mengenal waktu. Nyaris sepanjang hari beliau melatihku dengan keras.
Diriku yang merasa bahwa lebih baik dijemput Malaikat Maut daripada melanjutkan hidup melahap gemblengan beliau. Saking merasa hidupku tidak berguna, aku merasa lebih baik hilang nyawa dalam latihan yang keras daripada melanjutkan hidup. Bahkan terkadang aku melipatgandakan porsi latihanku sendiri dan mencoba latihan yang kurasa bisa menghilangkan nyawaku.
Seperti saat aku diminta Pak Dhe untuk menangani gerombolan preman yang mengacau di Pasar G, salah satu pasar sayur terbesar di Kota M. Sampai di sana sekitar dua puluhan lelaki berbadan kekar mengepung kami yang hanya berjumlah enam orang. Kami berenam segera beradu punggung untuk menghadapi serangan itu.
Aku segera menghunus senjataku, sebuah golok panjang. Mataku dengan cepat mengawasi siapa dari gerombolan pengepung itu yang merupakan pimpinannya. Ternyata sang pemimpin tidak ikut mengepung kami, tapi dia mengamati dari sebuah warung bersama tiga orang pengawalnya.
Dengan diiringi teriakan keras, para pengepung menyerang kami. Berbagai macam senjata tajam dan tumpul diarahkan dan kami pun menyambutnya dengan senjata yang tergenggam. Mataku tak lepas mengawasi pemimpin pengacau itu yang terlihat tersenyum meremehkan.
Aku membidik dua orang pengepung yang kurasa paling rendah ilmu bertarungnya. Sabetan golok pada kepala dan badan mereka, membuat kepungan mereka longgar. Memanfaatkan lengahnya para pengepung segera aku melompat ke arah pemimpin gerombolan pengacau. Sekuat tenaga kusabetkan golok ke kepalanya. Tepat mengenai kepalanya. Dia terjatuh, sedangkan tiga pengawalnya seperti kena pesona. Tak ingin membuang waktu kubacok lagi kepala itu sehingga terlepas dari lehernya.
Ketiga pengawalnya segera menyerangku. Namun kedua pengawalnya itu segera menyusul pemimpinnya berpindah alam. Pengawal yang terakhir langsung jatuh terduduk ketika aku menendang kepala tanpa badan itu yang jatuh di dekat kakinya.
“Mamoto….mamoto…mamoto,” katanya, kemudian jatuh pingsan.
Melihat pentolan pengacau tewas, para pedagang pasar ikut menyerbu para pengacau yang tersisa. Pertarungan tidak seimbang pun terjadi. Para pengacau itu pun habis babak belur dikeroyok pedagang pasar yang geram.
Pak Dhe Yuswo perlahan mulai mempercayaiku. Beberapa tugas dunia bawah tanah, seperti penarikan uang keamanan, penjagaan daerah kekuasaan, penyerangan pada lawan yang mencari gara-gara ataupun penghukuman pada pengkhianat sudah kulakukan dengan hasil yang menurut beliau memuaskan. Beliau bahkan kadang manyebutku sebagai tangan kanannya di hadapan anak buahnya.Sejak peristiwa di Pasar G itu, aku dikenal sebagai Ryan Mamoto. Awalnya aku tak tahu arti Mamoto, sampai salah seorang preman menerangkan itu adalah logat luar Jawa untuk memotong. Dan itu mengarah pada peristiwa aku memenggal kepala orang saat peristiwa tempo hari.
Walaupun begitu, rasanya ada yang kosong dalam diri ini. Pengkhianatan, perselingkuhan, affair atau entah apalagi namanya, membuatku ingin segera dijemput ajal. Anak buah yang menyertaiku dalam beberapa tugas, menyebutku tidak kenal takut atau bahkan mengerikan.
Hingga pada suatu hari, beliau memanggilku. Aku memasuki tempat di mana beberapa bulan yang lalu, beliau menamparku hingga terjatuh. Di tempat ayahku duduk dulu telah ada seorang pria.
Pria itu segera berdiri menyalamiku. Kami beradu pandang sejenak. Sorot matanya terlihat ramah, namun kulihat ada semburat kemarahan dan keinginan balas dendam di balik sorot mata ramahnya itu. Aura yang kurasakan adalah kobaran kemarahan, dendam kesumat dan keinginan untuk menuntut balas.
“Namanya Arci, lengkapnya Arci Zenedine, salah satu pewaris keluarga Zenedine,”kata Pak Dhe padaku.
“Arci, ini keponakanku yang paling kupercaya.filmbokepjepang.com Dia akan mendampingimu,” lanjut Pak Dhe kepada pria itu.
“Aku melihat kesamaan dalam diri kalian. Kemarahan yang menyala karena dendam dan pengkhianatan. Kalian berdua itu lebih suka dijemput Malaikat Maut daripada menjalani hidup,” tukas Pak Dhe pada kami.
“Dua hari lagi, Arci akan membalas dendam pada keluarga Zenedine, yang membuatnya jadi begini. Siapkan dirimu karena kamu akan mendampinginya saat pertempuran,” jelas Pak Dhe kepadaku.
Dan disinilah aku. Dua langkah di belakang Arci yang memimpin ribuan preman untuk menyerbu membalaskan dendamnya. Arci tampak membawa pistol dan pedang katana, sedangkan aku cukup membawa golok penebas kepala.
Pasukan kami masih menunggu aba-aba dari Arci. Di depan kami menghadang pasukan polisi anti huru hara. Arci tampak menelepon dengan serius. Wajahnya tampak mengeras dan yang mengejutkan air matanya tampak mengalir.
Kujajari Arci. Mataku mengawasi pasukan polisi yang menghadang. Namun sudut mataku juga menangkap ada pergerakan gerombolan di belakang mereka. Pasti itu gerombolan yang dikerahkan keluarga Zenedine.
Arci menyimpan ponselnya. Dia memandangku sekilas, kemudian menatap pasukan yang menghadang.
“Kita tidak boleh mundur!!! Maju atau mati!!!” katanya keras disambut gemuruh teriakan.
“Serang….!!!” Arci memberi aba-aba menyerang.
Pasukan pun maju menyerang. Kami lari mnyerbu pasukan polisi di depan. Sedang di belakang pasukan polisi itu, gerombolan keluarga Zenedine pun maju menyerang.
Pertempuran pun tak terelakkan. Pertempuran dahsyat yang menjadi lembaran hitam di sejarah Kota M. Peristiwa yang sampai saat ini dikenal sebagai Chaos and Riot.
***
“Minumlah, dulu,” ujar pemilik Triple X sambil menyodorkan segelas minuman.
Ruangan yang berada di atas Club Triple X itu terasa tenang. Berkebalikan dengan ruangan club yang gegap gempita dengan dentaman music elektronik, ruangan itu justru hanya dihiasi dengan music instrumental bernuansa tenang.
Setelah menghabiskan minuman dengan sekali tenggak, aku memandang pemilik Triple X. Raut wajah yang keras, tegas, namun tetap memancarkan keanggunan sekaligus. Ya, pemilik Triple X ini adalah seorang perempuan. Perempuan dunia bawah tanah yang cantik namun tetap berbahaya.
Katrin, wanita cantik namun berbahaya ini, sudah cukup lama kukenal. Dia adalah sepupu Ghea, istri Arci, raja preman kota M. Kemampuannya yang berbahaya didapatkan dari gemblengan Ghea yang mantan anggota pasukan khusus. Bisa dibilang dia hanya satu level di bawah istri Arci itu. Ini membuat tidak ada yang ingin mencari gara-gara dengan wanita cantik ini.
“Jangan pandangi aku terus, nanti dirimu jatuh cinta padaku,” ujarnya memecah kensunyian.
Malam itu, Katrin, pemilik Triple X tampak cantik dengan mengenakan setelan blazer serba hitam. Rambut sebahunya diikat model ekor kuda.
“Jadi, wanita pengacau itu yang membuatmu lebih senang dijemput ajal, daripada menikmati hidup?” lanjutnya sambil tersenyum sinis.
“Ryan Mamoto,sang pemenggal kepala, keponakan dan kepercayaan Yuswo, juga panglima perang Arci saat Chaos and Riot. Tapi kehilangan semangat hidup hanya karena seorang wanita?” ujarnya sambil masih tersenyum sinis.
“Di mana dia?” akhirnya aku membuka suara.
“Dia ada di ruang sebelah. Tidur seperti bayi setelah mengacau di bawah,” kata Katrin sambil menunjuk ke sebuah ruangan yang tertutup.
“Yang aku herankan, saat diringkus dia meracau menyebut-nyebut namamu,” lanjutnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku sebenarnya tak yakin, dia adalah wanita yang mengkhianati dirimu, namun saat kuperiksa KTP-nya, aku baru yakin dialah wanita yang membuatmu lebih senang mati,” kata Katrin lagi.
Aku menuju pintu yang tertutup itu dan membukanya sedikit. Benar, itu wanita yang dulu mengkhianatiku. Wanita yang menyebutku lelaki pecundang dan mencampakkan diriku sehingga aku selalu berharap dijemput ajal daripada menikmati hidup. Wanita itu: Hana Anisa.
Aku kembali duduk. Katrin mengisi gelasku dan kembali menyodorkannya kepadaku. Kusambut dan kutenggak sekaligus, sementara Katrin masih berdiri.
“Ceritamu dulu, dia ‘kan kawin dengan selingkuhannya itu,”kata Katrin.
“Benar, selingkuhan Hana itu adalah anak tokoh terpandang dengan pengikut yang loyal. Karena itu aku sempat ingin dilenyapkan olehnya,” sambungku.
Katrin kemudian mengambil ponselnya. Agak lama dia menatap layar telepon seluler nya itu.
“Aku memasukkan nama suaminya ke Google. Haasil pencariannya menunjukkan serangkaian berita kalo suaminya terjerat kasus narkoba dan mendekam di penjara kota asalmu,” ujarnya.
“Kasusnya agak berat dan baru sekitar lima tahun lagi dia bebas,” lanjut Katrin.
“Bisa jadi, dia kehilangan pegangan dan berusaha mencari pelarian padaku yang dulu dia campakkan,” balasku.
“Apa yang bisa kulakukan padanya?’ tanya Katrin.
“Kau ingin aku melenyapkannya atau mengirimnya ke tempat yang tidak bisa kau bayangkan, atau apapun yang kau inginkan. Akan kulakukan padanya,” lanjutnya.
“Aku ingin membalaskan dendamku,” jawabku.
“Bagaimana caranya?” tanya Katrin.
“Membawanya ke rumah,” sahutku.
“Terlalu banyak memenggal kepala tampaknya menghilangkan akal sehatmu. Kau ingin membuat rumahmu jadi TKP pembunuhan?” Katrin tampak terkejut mendengar rencanaku.
“Balas dendamku bukan seperti itu, tapi bisa jadi lebih kejam,” jawabku.
Katrin menghembuskan napas, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tampaknya dia lebih percaya aku kehilangan kewarasan.
Tiba-tiba Katrin memutar kursi yang kududuki. Berlutut di depanku dan melumat bibirku. Entahlah ini disebut deep kiss atau French kiss, tapi dia begitu menggebu menghisap dan melumat bibirku. Aku sendiri menikmati lumatan bibirnya dan segar nafasnya yang berpadu antara aroma mint, tembakau dan sedikit pahit rasa alcohol.
Katrin melepaskan lumatan bibirnya. Dia kemudian menarik tanganku untuk berdiri. Setelah berdiri dia merapikan kancing dan kerah bajuku.
“Pintu akan selalu terbuka untukmu. Tidak akan pernah tertutup,” lirih suara Katrin.
“Aku minta Bang Joe panggil taksi untuk kalian,” katanya meraih telepon, sambil diam-diam menghapus matanya yang basah.
Mataku berkerjap-kerjap karena silau. Sinar matahari tepat jatuh di bagian mata. Perlahan kubuka mata ini. Ah…ternyata ini kamar di rumahku sendiri.
Pandangan mataku terasa berputar. Kepala ini berdenyut-denyut seakan mau meledak. Efek minuman semalam, walaupun tak sebanyak yang biasa kutenggak, terasa juga efek mabuknya.
Aku mengingat-ingat kejadian semalam. Dengan dibantu sopir taksi akhirnya aku bisa memasuki rumahku. Dengan kepala berputar karena minuman dari Katrin, aku berhasil membuka pintu kamar terdekat. Kubaringkan tubuh Hana yang terbalut tanktop berlapis jaket denim dan rok pendek berbahan sama ke tempat tidur. Ternyata berat juga perempuan ini.
“Jangan…jangan pergi…,” ujarnya setengah meracau. Entah dia dalam keadaan sadar atau tidak.Kulepaskan sepatunya dan kulemparkan sekenanya. Dengan kepala yang terasa seperti gasing aku mencoba bangkit dari ranjang, untuk pergi ke kamarku sendiri.
Namun tiba-tiba tangan Hana meraih tanganku. Aku berhasil melepaskannya, namun dia tetap berusaha meraih tanganku.
Ditambah dengan keadaan kepala yang terasa tidak karuan, akhirnya aku memutuskan untuk tidur saja di sampingnya. Hana serta merta meraih tanganku dan memeluknya sekan tidak akan dilepaskannya. Sementara aku langsung tak sadar, masuk ke alam mimpi.
Mata ini masih memandang langit-langit kamar. Efek minuman semalam membuat langit-langit tersa berputar. Dan aku berharap kejadian semalam itu hanya bunga tidur saja.
Namun mataku terbelalak ketika melirik ke samping. Ada sesosok wanita yang kukenal sebagai Hana yang terbaring membelakangiku. Rok pendeknya tampak tersingkap memperlihatkan pantatnya yang terbalut thong berwarna hitam. Sementara itu jaket denim dan tanktopnya tampak tersibak memperlihatkan sebagian pinggangnya yang mulus.
Aku mencoba bangkit dari posisi berbaring. Namun kepala yang kurasakan berputar membuatku hanya bisa duduk di tepi ranjang. Kupijit-pijit pelipisku berharap itu bisa sedikit meredakan kepala yang berpusing ini.
Perlahan akhirnya aku bisa bangkit dari ranjang. Dengan langkah gontai dan badan terhuyung akhirnya bisa juga melangkah keluar kamar dan duduk di kursi ruang makan.
Setelah menenggak segelas air, aku termenung. Tampaknya perlu membuat kopi agar rasa pusing di kepala ini sirna. Perlahan aku berjalan menuju kompor gas untuk menjerang air.
Kusiapkan dua cangkir kopi. Air yang telah mendidih kutuangkan pada kedua cangkir itu. Aroma kopi yang terseduh, terasa harum dan membuat putaran di kepala ini sedikit mereda.
Aku menghadap dua cangkir kopi yang sengaja kubuat tanpa gula itu. Kuhirup napas dalam agar aroma kopi yang harum itu bisa mengusir kepala yang masih pusing ini. Perlahan aku menghirup kopi yang masih panas itu. Kopi panas terasa membakar lidah dan hangatnya perlahan terasa turun ke saluran pencernaan.
Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Hana dengan langkah terhuyung, tampak berusaha berjalan kea rah meja makan. Akhirnya, dia berhasil meraih salah satu kursi makan dan menjatuhkan badannya.
“Harum sekali kopinya. Buat aku ya,” katanya membuka percakapan. Segera kusodorkan satu cangkir ke hadapannya. Dengan perlahan dia menyesap cairan hitam itu.
“Ternyata benar ini rumah Ryan,” katanya setelah meminum sedikit kopinya.
“Kupikir semalam aku bermimpi tidur seranjang denganmu. Mimpi yang jadi kenyataan,” sambungnya.
“Ada banyak hal yang harus kita bicarakan,” balasku.
“Pembicaraan yang dipengaruhi alcohol tidak akan bisa ketemu,” Hana membalas perkataanku.
“Baiklah…kalua begitu aku akan mandi dulu untuk menghilangkan pengaruh minuman ini,” kataku.
“Kamu tidak menawari tamu ini untuk menyegarkan diri juga? Ingat, Ryan tamu itu adalah raja…eh ratu,” kata Hana mencoba bercanda.
Aku mendengus kesal. Memang dia ada di rumahku, tapi perlakuannya yang dulu membuatku ingin menghilangkan nyawanya saja.
“Baiklah…di kamar yang tadi itu ada kamar mandinya. Kau bisa menyegarkan dirimu di sana,” kataku kesal.
“Mmm…Ryan, maaf kalo aku merepotkan ya. Tapi bisakah aku meminjam pakaianmu. Baju ini rasanya sudah tak nyaman,” katanya agak terbata.
Aku menghembuskan napas kesal. Harusnya kubiarkan Katrin menghabisinya. Tapi, hati kecilku mengatakan balas dendam ini harus kulakukan sendiri.
Kusodorkan kaos dan celana pendek yang kurasa ukurannya paling kecil padanya. Dengan senyum malu Hana menerimanya dan berbalik masuk ke kamar.
Aku sendiri segera berbalik masuk kamar mandi, setelah sebelumnya memesan sarapan melalui ojek online. Kuperkirakan pesananku akan tiba setelah aku selesai mandi.
Benar perkiraanku. Pesanan makanan itu dating tidak lama setelah aku selesai mandi. Segera kususn menu sarapan itu dan kutunggu Hana selesai mandi, yang seperti perempuan lainnya, lama sekali.
Akhirnya Hana keluar dari kamar. Aku terperangah menyaksikan penampilan Hana. Hana tampak cantic dengan kaos yang kebesaran. Walaupun tanpa make up, wajahnya tampak cantik. Ditambah dengan rambut sebahunya yang dibiarkan tergerai.
Yang membuat aku tambah terperangah adalah tonjolan di dada Hana. Puting payudaranya tampak samar terlihat dari balik kaos berwarna putih itu. Tampaknya dia sengaja tidak mengenakan bra di balik kaos itu.
“Kamu kelihatan seperti melihat setan,” kata Hana sambil tersenyum kecil.
Aku yang gelagapan karena tertangkap memandangi dadanya, segera menyilakannya duduk dan menikmati makanan yang sudah terhidang.
Kami tak banyak bicara saat makan itu. Hanya terkadang beberapa kali mata kami beradu pandang. Terasa sarapan kali ini diliputi oleh suasana canggung.
Akhirnya, kami bisa menyelesaikan sarapan yang penuh kecanggungan itu. Hana berinisiatif membersihkan meja dan mencuci peralatan makan yang kami gunakan. Sementara aku, seperti biasa setelah makan, menghisap sebatang rokok.
“Ayo kita ke lantai dua,” ajakku pada Hana yang sudah manyelesaikan beberesnya. Dia mengikutiku.
Aku membuka kamar di lantai dua itu. Kamar ini bagiku terasa nyaman karena memiliki balkon di depannya. Udara kota M yang terasa segar menyeruak masuk ketika kubuka pintu kamar yang berbatasan dengan balkon. Aku duduk di lantai yang beralaskan karpet tebal yang nyaman dan bersandarkan tempat tidur. Hana mengikuti duduk di sampingku. Dari tempat aku duduk itu tampak samar pegunungan yang mengelilingi Kota M.
“Aku mohon maaf ya, merepotkan kamu,” ujar Hana membuka suara.
“Kok bisa kamu tahu aku ada di kota ini?” tanyaku.
“Namamu terkenal sejak peristiwa beberapa tahun yang lalu, jadi aku tahu Ryan ada di kota ini,” jawabnya.
“Sebenarnya apa yang dirimu inginkan? Kurasa kita sudah tidak ada hubungan lagi,” aku bertanya lagi.
“Aku rasa kamu tahu apa yang terjadi denganku. Aku rasanya hilang arah setelah suamiku terkena kasus yang membuatnya mendekam dalam penjara,” terang Hana.
“Hilang arah…maksudnya?” kejarku.
“Awal suamiku terkena kasus, aku berusaha sekuat tenaga memperingan hukumannya. Segala upaya dilakukan, sampai harta benda, rumah, mobil dan semua yang ada dijual agar dia bebas atau memperingan hukumannya,” terangnya.
“Suamiku sepertinya hanya menjadi umpan para pengedar itu. Proses hukumnya benar-benar memeras harta kami sampai hampir tak tersisa. Itu pun dia baru bisa bebas lima tahun lagi,” tambahnya sendu.
“Apa hubungannya denganku?” tanyaku sinis.
“Aku tidak tahu lagi akan meminta perolongan pada siapa lagi. Semua kenalan menjauh saat suami terkena kasus,” jawabnya sedih.
“Karena Ryan bisa dibilang penguasa kota ini, paling tidak aku mohon bisa diberikan pekerjaan. Terserah sebagai apa, yang penting bisa bertahan hidup,” jawabnya.
“Kau bilang tidak punya uang. Tapi semalam kau membuat kekacauan di Club sambil menyebut namaku. Untung saja pemiliknya teman lamaku,”kataku keras.
“Aku benar-benar mohon maaf. Semalam itu aku kebanyakan minum waktu temanku. Aku juga tak tahu temanku kabur kemana saat peristiwa itu terjadi,” katanya dengan muka sedih.
“Aku mohon, berilah aku pekerjaan. Apa pun pekerjaan itu akan kulakukan karena aku sudah tak punya apa-apa lagi,” ujar hana setengah merengek.
Aku memandang wajah dan tubuhnya. Secara tinggi dan berat badan, dia cukup ideal. Kutaksir tingginya sekitar 165cm. Dia terlihat tinggi untuk perempuan seumurannya. Wajahnya pun cukup cantik, dengan sedikit nuansa oriental. Apalagi ditambah dengan payudaranya yang cukup menonjol. Dulu ukuran bra nya aku lihat 34B. Tapi sekarang kulihat lebih menonjol. Mungkin dia cocok sebagai model.
Hana segera berdiri. Awalnya kupotret dia dari depan dan samping saja. Setelah itu kuminta dia berpose agak seksi. Beberapa jepretan dia agak canggung namun segera dia bisa mengatasi kecanggungannya.“Kemungkinan aku bisa membantumu. Cuma pekerjaan ini tidak seratus persen kerjaan halal,” kataku.
“Aku khawatir, suamimu marah besar kalau dia tahu kerjaan apa yang kau lakoni,” sambungku.
“Tak apa, yang penting pekerjaan ini bisa membuatku bertahan hidup,” jawab Hana.
“Pekerjaan apa itu?” tanya Hana.
“Aku kenal dengan agency model. Kurasa kamu cocok jadi model,” jawabku.
“Tapi model ini khusus model semi dan full telanjang,” lanjutku.
“Baiklah, akan kuambil pekerjaan itu. Tampaknya aku tak punya pilihan,” ujar Hana setelah agak lama terdiam.
“Kalau dirimu bersedia, akan kuambil beberapa posemu untuk kukirim ke temanku itu,” kataku.
Kuminta dia berpose seperti akan membuka kaosnya, yang segera diturutinya. Kemudian kuminta dia membelakangiku sambil bergaya seolah akan membuka celananya. Ternyata dia memang ada bakat menjadi model.
“Pose apa lagi?” tanyanya kepadaku.
“Coba buka kaosmu, nanti aku akan potret dirimu sambil posisimu membelakangi aku. Dengan itu aku bisa menunjukkan kesan seksi,” kataku.
“Kenapa tidak dari depan saja?” jawabnya.
Hana segera melepas kaosnya. Payudara yang tergantung bebas tanpa bra, membuat mataku terbelalak. Payudara itu masih putih dengan puting berwarna coklat muda. Dadanya masih indah seperti dulu, membuat penisku terbangun.
Hana kemudian menyilangkan tangannya untuk menutupi payudaranya. Aku yang masih terpana segera mengambil potret dengan pose yang terlihat seksi itu.
Belum cukup dengan membuka bajunya, Hana kini membuka celana pendek sekaligus celana dalamnya. Aku kembali terpana, kali ini dengan mata terbelalak. Selangkangannya tampak mengundang. Rambut pubisnya tidak dibabat habis, namun cukup ditipiskan. Pemandangan ini membuat aku menelan ludah.
“Apa perlu aku menunjukkan memek ku seluruhnya?” tanya Hana dengan nada menantang.
“Ti…tidak perlu, yang penting foto dengan tubuh polos saja,” kataku agak tergagap.
Setelah mengambil beberapa pose Hana yang membuatku beberapa kali menelan ludah, aku menghubungi seorang rekan pemilik agency model itu.
“Selamat pagi, Bosku,” terdengar sapaan dari Tonny, si pemilik agency.
“Gimana bisnis, Bro? Lancarkah?” balasku.
Pembicaraan mengalir dengan cerita Tonny bahwa dia membutuhkan model-model yang mau berpose polos. Permintaan akan model yang bersedia berfoto polos, cukup tinggi, namun terkendala dengan para model yang umumnya tidak bersedia. Dia juga menjelaskan bahwa permintaan model itu meliputi segala usia, mulai remaja sampai setengah baya. Bahkan belakangan ini model setengah baya dengan kualifikasi MILF, permintaan foto polosnya meningkat drastis.
Aku yang tengah asyik mendengarkan prospek bisnis foto telanjang dari Tonny, tiba-tiba tersentak. Hana, yang masih tanpa busana, memeluk lengan kiriku. Terasa payudaranya menghimpit lenganku.Sementara itu tangan kanannya mengelus-ngelus bagian depan celana pendekku.
“Ehm….Bro, aku ada yang bersedia jadi model polos,” kataku sambil berdehem melonggarkan tenggorokan.
“Oh ya…kalau ada fotonya bisa dikirim. Lebih bagus lagi kalo ada foto yang polos,” balas Tonny di seberang sana.
“Se..sebentar ya,”balasku tergagap.
Sementara itu di bawah sana, Hana sudah berhasil membuka celanaku dan mulai mengocok penisku lembut. Penisku yang sebelumnya setengah bangun segera berdiri tegak karena remasan lembut Hana.
Belum puas dengan permainan tangannya. Hana menurunkan kepalanya dan mulai menjilat batang sampai kepala penisku. Setelah itu dia memasukkan penisku ke dalam mulutnya dan mulai mengulumnya naik turun.
Dengan susah payah aku berhasil mengirim foto Hana kepada Tonny. Bagaimana tidak selain mengulum penisku dan sesekali berpindah mengulum kantong testis, tangannya juga menggelitik putingku yang masih terbungkus kaos. Ini membuatku hampiar tak tahan ingin memuncratkan isi penis.
“Sepertinya cocok dengan kualifikasi, Bos. Model seperti ini yang saya cari. Tolong kontaknya dikirim ya. Sekitar satu atau dua hari lagi aku kontak buat pemotretan,” kata Tonny dari seberang sana.
“Te..terimaksih, ya Bro. Mo..mohon bantuannya, karena di..dia la..lagi butuh kerjaan,” kataku tergagap karena serangan dari Hana.
Tanganku yang dipeluk Hana, sebetulnya tidak tinggal diam. Jari telunjuk dan tengahku menggosok-gosok klitoris dan bibir kelaminnya yang kurasa semakin basah.
“Ok…paling lambat dua hari aku kabari buat pemotretan ya. Terimakasih ya, Bos. Bye,” ucap Tonny mengakhiri teleponnya.
Aku segera menutup telepon selulerku dan melemparnya entah ke mana. Kuraih kepala Hana yang sedang mengoral penisku dan langsung kulumat bibirnya. Aku tak peduli lagi bibir itu bekas mengulum penisku.
Posisi Hana saat ini berpindah ke atas pahaku. Vaginanya yang basah digesek-gesekkannya ke penisku yang tegang maksimal seperti kayu. Tanganku pun tak kalah lincah memainkan putting payudaranya.
Mulutku yang semula melumat bibirnya, mulai kuturunkan ke lehernya. Kuciumi dan sesekali kuhisap lehernya. Tidak seberapa lama kuturunkan lagi kea rah payudaranya dan mulai kuhisap putingnya bergantian. Hana yang menerima hisapan itu sesekali mendesah keenakan.
Tangan Hana mencari penisku. Dipegangnya dan diarahkan ke vaginanya. Setelah tepat di depan mulut vaginanya, perlahan dia mulai menurunkan pantatnya.
“Aaahhhh….,” kami berdua sama-sama mendesah ketika penisku memasuki vaginanya.
Sejenak Hana mendiamkan penisku di vaginanya untuk membiasakan dirinya. Tak lama dia memaju mundurkan pantatnya. Terasa penisku serasa dipijat dan dihisap oleh vaginanya.
“Ahhh…Terasa mentok di dalam,” katanya mendesah.
Aku membalasnya dengan menghisap putingnya yang membuatnya mendesah.
Hana kemudian mulai menaikturunkan pantatnya. Ini diiringi dengan desahan dan cairannya yang semakin membanjir.
“Ryan, gentian kamu di atas , ya,” pintanya dengan suara mendesah.
Dengan penis yang masih menancap di vaginanya yang tersa berdenyut-denyut, aku mengangkat tubuhnya ke atas ranjang. Kuletakkan tubuhnya dengan pelan, kemudian mulai menggenjot vaginanya dengan kombinasi tusukan dangkal dan dalam. Perubahan posisi itu membuat desahan Hana semakin mengeras, bahkan sesekali disertai dengan erangan nikmat.
Beberapa saat kemudian, aku merasa tidak tahan lagi untuk memuncratkan isi penisku. Apalagi ditambah dengan denyutan vaginanya yang terasa memijat dan menyedot dengan nikmat. Apalagi ditambah dengan suara Hana yang mndesah dan terkadang menciumi putingku.
“Ah…ah..ah…mau keluar nih. Di dalam ya?” tanyaku yang lebih mirip seperti paksaan.
“Barengan ya, dikit lagi aku nyampe juga,” balas Hana dengan suara mendesah.
Aku tak sanggup menahan desakan dari dalam penisku. Kutekan penisku dalam-dalam sambil kedua tanganku memeluk tubuh Hana erat-erat. Hana tidak kalah beringas. Kakinya menahan pinggulku dengan rapat, agar tusukan terakhir itu semakin dalam. Sementara tangannya memeluk disertai dengan cakaran di punggungku.
Spermaku terasa menyemprot dinding vaginanya yang kurasakan semakin menyempit dan menghisap. Denyutan dari dinding vaginanya juga menambah nikmat proses keluarnya sperma itu.
Kami sama-sama mendesah dengan nikmat. Bahkan beberapa kali Hana mengerang nikmat. Tubuh kami bersatu bermandikan keringat yang meleleh deras.
Terasa lega setelah isi testis ini keluar. Penisku yang telah puas memuntahkan isinya, masih tersa tegang di dalam jepitan vagina Hana. Vagina itu masih terasa berdenyut, memijat dan menyedot, walaupun si empunya telah mencapai puncak kenikmatan.
Kami masih menikmati ekstase setelah puncak kenikmatan tercapai. Penisku masih bersarang di vagina Hana. Sedangkan badan kami masih berpelukan erat dengan napas terengah.
Beberapa saat kemudian, aku melepaskan penisku yang mulai mengecil dari jebakan nikmat vagina Hana. Dia terpekik kecil saat kutarik penisku dari vaginanya yang nikmat. Kami berbaring bersisian, sambil mengatur napas.
“Tampaknya hukum karma berlaku padaku,” katanya lirih.
Aku tak menjawab keluhannya itu. Kuraih badannya ke pelukanku. Kutarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang kami. Napasnya mulai teratur dan dia pun jatuh tertidur.
Pergumulan itu membuatku juga mengantuk. Aku terlena sesaat namun segera terjaga. Pikiranku penuh dengan berbagai rencana untuk Hana.
***
Beberapa Bulan Kemudian
Minggu pagi yang tenang. Jarum jam di dinding masih belum lama beranjak dari pukul delapan pagi. Matahari yang sedikit tertutup awan membuat hari minggu ini terasa lebih damai.
Kunikmati hari Minggu pagi dengan secangkir kopi. Kopi yang aromanya tercium wangi dengan uap yang masih mengepul. Sambil sesekali menyesap kopi aku membuka-buka situs berita online.
Tiba-tiba ada yang memeluk leherku dari belakang. Aku sebenarnya sudah mendengar langkah perlahan yang menghampiriku. Aku hanya berpura-pura lengah dengan mata yang tak lepas dari layar ponselku.
Pelukan itu terasa makin erat di leherku. Namun pelukan itu tidak semakin menguat berubah menjadi cekikan. Indra penciumanku merasakan wangi khas wanita yang lembut. Perpaduan aroma parfum wanita dan sekilas aroma tembakau.
“Masuk rumah orang tanpa permisi itu kejahatan loh,” kataku pada sosok misterius itu.
“Salah sendiri pintu depan tidak dikunci,” balas sosok misterius itu.
Sosok misterius itu menempelkan pipinya ke pipiku. Dia juga sesekali mengecup pipiku dengan gemas. Aku yang sebenanya sudah tahu siapa sosok misterius itu hanya bisa pasrah.
Sosok misterius itu kini beralih posisinya dari semula di belakangku menjadi di depanku. Kemudian dia malah memanjat naik ke pangkuanku. Kami kini berhadapan dengan tangannya diletakkan di bahuku.
“Tumben pagi-pagi sudah ke sini. Biasanya hari Minggu gak mau diganggu,” tanyaku menyelidik.
“Entah kenapa setelah pulang, aku gak bisa tidur. Sepertinya kangen denganmu,” jawabnya sambil sekilas mencium bibirku.
“Harusnya kamu yang aku rayu, Katrin. Bukan dirimu yang merayuku,” kataku sambil memencet hidungnya. Katrin hanya tertawa kecil sambil mencubit perutku.
Ya, sosok misterius itu adalah Katrin, sang pemilik Club Triple X. Kami memutuskan menjadi seorang kekasih sebulan yang lalu. Bisa dibilang sedang masa bulan madu yang berkobar.
“Kamu lihat apaan sih sampai segitu seriusnya?” tanyanya.
“Ini berita penangkapan kasus narkoba dan pelacuran online,”jawabku sambil menunjukkan layar ponselku kepadanya.
“Daripada kamu lihat berita, mending kamu lihat aku, deh,” katanya sambil membuka kaosnya yang langsung memperlihatkan payudara sekalnya yang terbungkus bra.
“Buka bajunya, Sayang. Biar aku servis kamu,” lanjutnya manja.
“Waduh, baru saja mandi keramas, masak harus keramas lagi,” ucapku setengah mengeluh tapi sebenarnya girang.
“Kan nanti bisa mandi bareng,” balasnya manja.
Aku segera membopong tubuh indahnya itu ke kamar. Katrin melingkarkan tangannya ke leherku sambil sesekali bibirnya mencari bibirku untuk dilumatnya.
Kuletakkan dengan pelahan tubunya di ranjang. Segera kuhisap bibirnya sedangkan tanganku mulai melolosi bra yang membungkus dada sekalnya itu. Jemari Katrin tidak kalah lincah memasuki celana pendekku dan mulai memijit dan mengocok penisku.
Bibir ini beralih menurun ke arah payudara. Kuciumi belahan dada itu. Terasa wangi lembut yang membuat betah berlama-lama di daerah itu. Tapi dua gundukan di samping belahan itu tampak mengundang.
Ciuman demi ciuman kudaratkan di payudara Katrin. Napasnya kurasakan mulai memburu. Sementara itu tangannya yang menyusup dalam celanaku mulai berusaha membukanya.Gundukan di sebelah kanan mulai kucium. Ciuman yang ringan dan lembut. Terasa bulu-bulu halus di sekitar putting coklat muda itu mulai meremang. Putingnya sendiri terlihat mengeras dan menegang akibat ciuman itu.
Ciuman beralih ke permainan lidah. Lidah mulai kuputar di bagian areola yang sewarna dengan puting itu. Sesekali lidah kusentuhkan pada bagian putting yang mengeras. Setiap sentuhan itu menghasilkan desahan yang merangsang.
Jemari Katrin sementara itu sudah berhasil menurunkan celanaku. Penisku pun terbebas. Sambutan tangan Katrin dengan pijatan dan kocokan membuat penisku semakin menegang.
Puting itu akhirnya masuk ke mulut. Kuhisap dengan lembut sambil sesekali kutarik dengan bibirku. Desahan Katrin semakin keras. Apalagi saat putting itu kutekan dengan lidahku. Tangan yang semula mengocok penisku beralih menjambak rambutku.
Dengan tidak sabar Katrin menurunkan celananya. Diraihnya penisku untuk ditempelkan di vaginanya. Pahanya kemudian marapat. Aku kemudian menaikturunkan pinggulku sehingga penisku bergesekan dengan bagian depan vaginanya yang semakin basah. Penisku sendiri yang terjepit paha mulus Katrin kurasakan semakin menegang.
Aku merubah posisiku menjadi setengah berlutut. Kuarahkan penisku ke liang vagina Katrin yang mulus tak berbulu itu. Perlahan kumasukkan ke lubang basah dan hangat. Walaupun sudah basah, namun lubang itu masih terasa sempit dan menggigit.
“Ahhh….,”kami berdua mendesah berbarengan ketika penisku masuk seluruhnya.
“Aduh…aduh…terasa mentok di dalam,” ucap Katrin sambil mendesah.
“Memekmu semakin menggigit, Sayang, “pujiku yang merasakan pijatan dan denyutan dari liang vaginanya.
Aku mulai memompa liang basah itu. Beberapa kali tusukan dangkal dan sekali tusukan dalam. Setiap kali tusukan dalam, Katrin medesah-desah kenikmatan.
“Ah…ah…memekku rasanya enak,” desahnya.
“Aduh…aduh…memekku rasanya gatel…mau muncrat…mau pipis…mau enak..!!!”racaunya.
Tetap kupertahankan pola tusukan itu. Karena kalau aku terlalu bernafsu dengan menggeber tusukan dalam bisa-bisa aku muncrat duluan. Kalau sudah muncrat duluan, bisa-bisa pihak wanita tidak bisa mencapai orgasme.
Beberapa menit kemudian kaki Katrin yang melingkar di pinggangke terasa semakin merapat. Posisi itu membuat penisku mentok di dalam vaginanya yang semakin berdenyut. Aku merubah pola tusukan menjadi tusukan dalam dengan ritme yang semakin cepat.
“Ayo, sayang, genjot yang cepat…Oh…oh…semakin kebelet pipis aku, rasanya mentok memekku,” Katrin kembali meracau yang menandakan orgasmenya semakin cepat.
“Ah..ah..ah…aku nyampai..!!!” teriak Katrin.
Penisku terasa hangat. Liang vaginanya terasa semakin sempit dan memijit penisku. Aku yang merasa ejakulasi semakin dekat mempercepat genjotan penisku.
Katrin sementara itu yang telah mencapai puncak memelukku dengan erat. Kakinya mengunci pinggulku agar semakin dalam menusuk liang vaginanya yang membanjir. Sementara itu jemarinya mencakar punggungku.
Aku tak tahan lagi. Seakan semua isi testisku berkumpul di ujung penis yang siap meledak. Kuhujamkan dalam-dalam ke liang vagina yang semakin menyempit dan memijit nikmat itu. Semprotan sperma akhirnya meledak juga dalam lubang basah yang nikmat.
Kami saling berpelukan dengan erat. Kelamin kami saling menaut. Semprotan sperma membuat vagina bereaksi dengan berkontraksi memijat batang penis yang ada di dalamnya. Kotraksi yang membuat vagina terasa menyempit, memijit dan menghisap batang penis.
Perlahan proses orgasme menurun. Kami masih tetap berpelukan erat. Penisku masih bersarang di vagina yang terasa menyempit. Sesekali terasa pijatan dan hisapan dari liang yang nikmat itu.
Kami terengah-engah. Peluh meleleh membasahi tubuh telanjang kami. Namun kami sama-sama merasakan nikmat.
Perlahan kaki Katrin merenggang. Aku perlahan menarik batang penisku dari liang vaginanya yang masih tersa mencengkram. Penisku akhirnya bisa terlepas diiringi kami yang sama-sama mendesah.
Kubaringkan tubuhku yang masih bersimbah keringat di samping Katrin yang sama-sama masih terengah. Selimut kutarik untuk melindungi tubuh telanjang kami. Katrin sementara itu masuk ke pelukanku. Kami sama-sama terlena beberapa saat.
Saat membuka mata, Katrin menatapku dengan lembut. Aku mengelus pipinya lembut. Katrin membalasnya dengan mencium tanganku.
“Bagaimana balas dendamnya?” Katrin membuka suara.
“Tadi malam polisi meringkus Hana,” jawabku.
“Dobel combo. Info transaksi ternyata dia saat digerebeg sedang melayani tamunya. Narkoba dan prostitusi online,” lanjutku.
“Apa dia tidak curiga kalau kamu terlibat menjebaknya?” tanya Katrin lagi.
“Wajar dia curiga. Setelah perlakuannya padaku wajar saja dia mendapat balasan seperti itu,” ucapku.
“Mereka cuma akan memerasnya sampai benar-benar jatuh miskin. Mereka tidak akan menyiksanya atau menjadikannya budak nafsu mereka,” lanjutku.
“Bisa jadi justru Tonny yang mendapatkan keuntungan dari kasus ini,” tambahku.
“Tonny si pemilik agency model panas itu? Kok bisa?” tanya Katrin sambil mengerutkan keningnya. Ini membuatnya kelihatan cantik.
“Karena Tonny yang nanti akan membebaskannya. Tentunya setelah dia diperas hartanya sampai amblas,” terangku.
“Oh..begitu. Pasti Tonny meminta balas budi atas jasanya membebaskannya dari dua kasus itu,”ujar Katrin mengerti.
“Betul sekali…aku sudah membicarakan hal itu dengan Tonny tentang jebakan ini. Dia benar-benar menyambut baik,” kataku senang.
“Keliatannya balas dendam untuk Hana yang sempurna, karena tidak langsung menngunakan tanganmu,” kata Katrin.
“Sudah siap untuk ronde kedua, Sayang? Sekarang giliranku servis kamu, ya,” lanjut Katrin.
Kepala Katrin masuk ke dalam selimut menuju arah bawah perutku. Tidak lama kemudian jilatan dan hisapan dari lidah Katrin terasa menyelimuti batang penisku. Batang penisku pun perlahan bangkit untuk ronde selanjutnya.
Sambil telentang menikmati layanan Katrin di bawah sana, aku tersenyum. Dendam itu akhirnya terbalaskan. Pembalasan untuk affair yang dilakukan Hana.
TAMAT
,,,,,,,,,,,,,,,