Dendam Dari Seorang Janda
Rukiah, janda beranak tiga, sudah 11 tahun dicerai oleh suaminya. Dia bekerja sebagai pedagang keliling dengan membawa dagangannya. Awalnya dia naik sepeda motor, sampai dia mampu menyekolahkan dan menikahkan ketiga anaknya dan semua sudah berpisah dengannya. Berkat kerja kerasnya, dia mampu membeli sebuah mobil Suzuki Carry.
Bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk membawa barang daganganya. Setiap hari dia pergi ke berbagai tempat sesuai harinya, mulai pasar senenan, pasar selasaan, pasar reboan, kamisan dan sebagainya. Hanya minggu dia beristirahat dan bisa berleha-leha. Tapi juga tidak santai betul karena tetap harus mempersiapkan barang dagangan yang berupa pakaian jadi untuk dijual keesokan harinya. Sejak dia menjanda dan anak-anaknya masih kecil-kecil, beberapa tetangga selalu mencibirnya. Janda genit lah, janda gatal lah. Harus hati-hati, karena Rukiah digambarkan akan mengganggu rumah tangga mereka.
Rukiah ditakutkan akan menggoda suami mereka, karena butuh uang atau butuh seka. Sakit sekali hati Rukiah mendengar gosip-gosip itu. Namun dia tetap tabah dan sabar, walau dendam di dadanya semakin lama semakin berkarat. Dalam usianya yang 40 tahun, dia semakin matang dan dandanannya tetap cantik, dia memang selalu menjaga dirinya tetap cantik. Rukiah selalu berpenampilan bersih karena dia seorang pedagang, jadi harus selalu tampil dengan bersih dan rapi.
Cemoohan semakin menjadi-jadi atas dirinya, namun Rukiah selalu menebar senyum, membuat tetangganya semakin kepanasan, terlebih setelah dia membawa mobil sendiri dan jika di rumah, dia suka memakai daster yang sexy. Ada para tetangga yang sama seperti dia, menjanda karena dicerai oleh suami, bahkan ada yang karena suami mereka meninggal dunia. Satu-persatu mereka mulai mendekat pada Rukiah, karena kesusahan hidup. Dengan tajam, Rukiah sesekali menyindir juga.
“Kenapa tidak bergenit-genit aja, Bu. Cari laki-laki di luar, bisa dapat duit!” kata Rukiah kepada Bu Neneng yang pernah mengatakan demikian kepadanya.
“Kan lebih enak menggoda suami orang, dapat duitnya dapat kontolnya,” kata Rukiah pula kepada Bu Teteh, ketika Bu Teteh meminjam uang kepadanya.
Ucapannya itu sengaja dikembalikan Rukiah sebagai imbalan sakit hatinya. Akhirnya Bu Teteh belum juga mengembalikan uang pinjamannya. Atas kesepakatan bersama, anak Bu Teteh, Sabirin, yang baru saja selesai ujian SMA, menjadi pembantu Rukiah mengangkati barang-barang, memajang pakaian dan menutup dagangan. Kepada Sabirin akan diberikan gaji Rp. 15.000,- perhari plus dapat makan dan minum, sementara Rp. 10.000,- perhari dipotong untuk pembayar hutang Bu Teteh.
Bu Teteh sangat setuju dengan usul itu dan Sabirin juga setuju. Hari pertama, Sabirin sudah sampai di rumah Rukiah untuk membantu mengangkati barang-barang naik ke atas mobil Suzuki Carry, kemudian mereka berangkat dan Sabirin harus menurunkan barang dan memajangnya. Setelah semua siap sesuai apa yang diajarkan Rukiah, Sabirin boleh duduk-duduk. Jadi menurut Sabirin, kerjanya sangat enteng dan enak, dan dapat duit lagi. Sabirin merasa enak dagang bersama Rukiah. Baru tiga hari mereka jalan bersama, kelihatan keduanya sudah semakin akrab dan semakin dekat.
Rukiah mulai memancing mengucapkan kata-kata agak kotor dan menjurus porno. Mulanya Sabirin agak kikuk juga, lama kelamaan jadi biasa dan membalas dengan ucapan porno juga.
“Ah, kamu hanya ngomong doang. Bisa-bisa kontolmu juga hanya sebesar kelingking,” pancing Rukiah lebih berani.
Sabirin merasa terhina dan membuka resleting celananya, memamerkan kontolnya yang belum menegang penuh, sementara mobil terus berjalan menuju pulang.
“Kalau hanya segitu gedenya, mana bisa aku puas kalau seandainya kamu entot,” kata Rukiah sembari tertawa kecil. “Ini kan belum digedein,” kata Sabirin.
“Coba digedein, aku mau lihat apa nanti bisa pas sama punyaku apa tidak,” pancing Rukiah pula.
Sabirin mulai mengelus-elus kontolnya. Saat mengoper persneling, Rukiah sempat mengelus dan memegang kontol Sabirin, membuat Sabirin menjadi horny dan kontolnya semakin mengeras tajam. “Nih, udah gede kan?” kata Sabirin bangga. Rukiah melihat ke arah kontol itu dan berkata,
“Apa tahan lama kalau dimasukin ke aku punya? Aku takut belum apa-apa, kamu udah muntah… hihihi.” Rukiah semakin berani.
“Aku yakin pasti pas,” kata Sabirin menirukan iklan Pertamina. Keduanya tertawa.
“Aku ingin cepat sampai di rumah dan kamu harus buktikan.” Rukiah mulai memberi ultimatum.
“Boleh. Siapa takut?” Sabirin menjawab tantangannya.
Rukiah tersenyum. Kalau ibu Sabirin mengejeknya mau merebut suaminya, kini malah anaknya yang akan dia pakai. Rukiah pun mempercepat laju kendaraannya. photomemek.com Sebenarnya melihat batang Sabirin, dia sendiri sudah basah dan horny. Begitu mendekati rumah, mobil segera ia arahkan langsung ke garasi. Dia perintahkan Sabirin cepat membuka gerbang. Setelah mobil masuk, Sabirin secepatnya menutup gerbang dan menutu pintu garasi. Sabirin pun bersiap-siap. Mesin dimatikan, Rukiah langsung menyergap Sabirin, memeluknya, dan membisikkan sebuah kata ke telinga pemuda itu.
“Hayo, buktikan ucapanmu tadi!” kata Rukiah, lalu dia menyerbu bibir Sabirin dengan mulutnya. Mereka berciuman, juga saling raba dan saling remas.
Perlahan Rukiah melepas celana Sabirin, lalu melepas celana jeans yang dipakainya sendiri, sekaligus celana dalamnya. Mereka sudah setengah bugil. Dengan ganas Sabirin menidurkan Rukiah di lantai.
“Aku mau diapain?” Rukiah pura-pura tak mengerti, walau dalam hatinya tersenyum. Sabirin diam saja.
Setelah Rukiah terlentang, Sabirin langsung menindihnya dari atas dan mengangkangkan kedua kaki Rukiah dengan kedua kakinya. Cepat dia menusuk memek Rukiah.
”Ohhh…” Rukiah mendesah.
Tusukan Sabirin pada memek Rukiah semakin kuat dan buas. Rukiah menandinginya, walau usianya sudah mendekati 40 tahun beberapa bulan lagi, tapi dia juga tak mau melepaskan kenikmatan itu. Rukiah lebih buas lagi, hingga dia cepat orgasme. Sabirin terus menggenjotnya dengan membabi buta, lalu dia menyemprotkan spermanya beberapa kali di dalam memek Rukiah sampai Sabirin jadi lunglai dan lemas. Rukiah tersenyum mengejek, walau sebenarnya dia sudah orgasme. Karena Sabirin masih pemula, dia tidak mengetahui Rukiah sudah orgasme.
“Kamu masih butuh latihan. Tapi kamu sudah mulai hebat. Besok atau lusa kita ulangi sebagai latihanmu. Satu yang kamu harus pegang, agar kamu menjaga rahasia ini dengan sebaik-baiknya,” kata Rukiah sembari memakai celananya dan memerintahkan pada Sabirin untuk memberesi barang-barang.
Sabirin mengerjakannya. Dia sebenarnya puas sekali. Mendengar dia harus latihan, dia sedikit tersinggung juga. Selesai mengerjakan pekerjaannya, dia pulang ke rumahnya yang tak berapa jauh dari rumah Rukiah. Pagi-pagi sekali, Sabirin sudah berada di garasi mobil rumah Rukiah. Dia mulai mencuci mobil, setelah mengisi air radiator dan mengecek segalanya sesuai apa yang diajarkan oleh Rukiah. Kain dagangan juga sudah dinaikkan ke dalam mobil box untuk dibawa ke pasar. Hari ini mereka tidak akan pulang, karena pasar malam baru dimulai pukul 15.00 dan akan ditutup pukul 22.00 WIB.
Sedang besoknya pagi-pagi sekali mereka akan berangkat ke kecamatan lain dan buka di sana. Jadi malam ini mereka akan menginap di Hotel. Namun mereka harus cepat sampai di kecamatan itu guna membooking hotel, baru membuka pasar. Setelah sarapan, mereka pun pergi menuju kecamatan. Hampir dua jam mereka dalam perjalanan hingga tiba di hotel melati yang bersih dan asri. Rukiah sudah terbiasa menginap di sana, hingga kenal dengan semua karyawan hotel.
Rukiah pun memperkenalkan Sabirin sebagai anak kakaknya yang membantunya jualan. Sebuah kamar bersih, namun kisi-kisinya cukup bagus, dan tiupan angin dari laut membuat kamar itu menjadi sejuk. Mereka memasuki kamar dan segera meminta dua gelas kopi susu. Rukiah mandi sementara Sabirin menyiapkan segalanya, untuk jualan. Rukiah sengaja keluar hanya dililit handuk saja, hingga pangkal pahanya yang putih mulus dan pangkal teteknya terlihat jelas.
Rukiah tahu kalau mata Sabirin meliriknya. Dia tenang saja, mengambil pakaian dari tasnya, sebentar-sebentar membungkuk hingga bulu-bulu di selangkangannya terlihat samar-samar. Sabirin seperti kesetanan. Dia berdiri lalu menyergap Rukiah dengan buas. Rukiah pura-pura terkejut, padahal hatinya sangat menginginkan itu.
“Duh, kamu kenapa, Sayang?” rayu Rukiah seperti terkejut.
“Aku ngaceng,” jawab Sabirin pendek.
Didorongnya Rukiah ke tempat tidur, lalu dilepasnya lilitan handuk dari tubuh wanita itu. Secara terang-terangan, Sabirin melihat sekujur tubuh Rukian dengan jelas. Liku-liku tubuh dan mulusnya tubuh yang putih itu, dengan tetek yang besar dan pentilnya yang besar dan hitam pula. Aroma sabun mandi masih semerbak wanginya, membuat nafsu Sabirin semakin menjadi-jadi. Cepat dia lepas pakaiannya sampai bugil. Saat Sabirin mau menindih tubuhnya, Rukiah menangkap kepala remaja itu dan diarahkannya kepala itu ke memeknya.
“Jilatin dulu memekku, Sayang. Kamu berani nggak?” tantang Rukiah.
Sabirin yang terbiasa nonton bokep, langsung menjilatinya dengan rakus. Rukiah juga mengarahkan tangan Sabitin untuk meremas-remas teteknya, kemudian Rukiah mengelus-elus kepala Sabirin dengan lembut, seperti rasa sayang seorang ibu pada anaknya. cerpensex.com Setelah sekian lama Sabirin menjilati klitoris Rukiah, Rukiah pun menjemput orgasmenya. Ia menggapit kepala pemuda itu kuat0kuat saat dari dalam memeknya keluar lendir hangat yang sangat banyak, meleleh hingga membasahi paha dan bokongnya. Setelah mereda, segera dituntunnya Sabirin untuk menindih tubuhnya. Dengan sabar ia bimbing kontol Sabirin menuju ke lubang memeknya.
Memek yang basah itu langsung dimasuki oleh kontol Sabirin begitu si pemuda mendorong pinggulnya, dan dengan cepat mereka saling bergelut, memeluk dan saling jilat satu sama lain. Sabirin dengan buasnya menggenjot tubuh Rukiah sampai badan keduanya dibanjiri oleh keringat. Suara keluar-masuk kontol Sabirin pada memek Rukiah membuat keduanya semakin bersemangat.
“Duh, kamu harus lebih kuat lagi, Sayang. Harusss… harussss… Lebih kuat lagi,” kata Rukiah pada Sabirin.
Sabirin semakin ganas dan buas. Dia terus menggenjot memek Rukiah dengan ganas. Tak lama keduanya saling berpelukan dengan eratnya dan keduanya terkulai setelah sperma Sabirin memenuhi ruang memek Rukiah. Saat itu Rukiah tersenyum puas, sembari membayangkan ibu Sabirin yang dulu suka menyindir-nyindirnya sebagai perempuan yang suka menggoda suaminya. Kini Rukiah tidak hanya menggoda suami orang, tapi justru sedang bersetubuh dengan seorang anak laki-laki ganteng dan masih muda, anak yang pernah meremehkannya. Seiring perjalanan waktu, Rukiah semakin sukses.
Hartanya semakin banyak. Beberapa rumah di kompleks itu sudah dia beli. Mobilnya juga sudah diganti, menjadi L-300 Pick Up, selain mobil sedan pribadi tentunya. Dia dan Sabirin sudah berjalan hampir setahun. Sabirin sudah bisa membawa mobil dan hutang orangtuanya pun sudah lunas. Namun Sabirin tak mau meninggalkan pekerjaannya, karena selain dapat uang Rp. 25.000,- perhari, ia juga dapat makan, minum dan rokok, serta dapat seks juga tentunya. Terutama Seks yang membuat Sabirin tak mau meninggalkan juragannya, Rukiah. Kepadanya sudah diserahi tugas baru, yakni membawa sebuah mobil pick up lain dan berjualan.
Tentu saja Rukiah menghitung berapa potong yang dibawa, kemudian berapa laku, lalu dihitung untungnya. Untuk belanja, Rukiah selalu sendiri, karena dia tetap merahasiakan berapa harga pengambilan barang dan Sabirin hanya tahu menjual dengan harga tertentu. Sabirin juga senang, kalau seharusnya dia menjual pakaian seharga Rp. 25.000,- tapi bisa dia jualkan Rp. 30.000,- atau Rp. 27.500,- maka keuntungan itu akan dia ambil sendiri. Untuk itu, Sabirin yang diberikan kepercayaan, tidak mau meninggalkan Rukiah. Bu Salmah sudah benar-benar bangkrut dan suaminya sudah pensiun dan mendapat tekanan darah tinggi karena hutang-hutangnya yang membludak. Selama masih jadi pejabat kecil, hidup mereka terlalu mewah.
Kini semuanya sudah berakhir. Tanpa malu-malu, Bu Salmah mendatangi Rukiah, bercerita kalau anak bungsunya yang masih baru tiga bulan masuk SMP, tak mau pindah ke kampung. Dengan cucuran air mata, ia memohon bantuan Rukiah agar menjadikan Totok sebagai anak sendiri, walau hanya tamat SMP saja. Dengan senyum, Rukiah menerimanya dan berjanji akan menyekolahkan Totok sampai tamat. Kalau perilaku Totok baik dan penurut, mungkin akan disekolahkan sampai SMA.
Bukan main senangnya hati Bu Salmah. Mereka pun pindah ke kampung. Dalam penyerahan untuk diangkat jadi anak angkat, Bu salmah menasehati Totok agar menurut apa kata Bulik Rukiah. Totok pun mengiyakan dan berjanji. Sejal pagi itu, Totok pun tinggal bersama Rukiah. Kembali Rukiah mengenang apa yang pernah dilakukan oleh Bu Salmah pada dirinya, sindiran, ejekan serta hinaan yang pernah dia terima dari wanita itu. Haruskah Rukiah membalaskan dendamnya pada Totok? Bukankah Totok masih kelas 1 SMP dan baru berusia 13 tahun? Setelah berpikir lama, Rukiah akhirnya mengambil keputusan, Totok akan dia ajari ngeseks sebagai pelampiasan dendam lamanya terhadap Bu Salmah, biar Bu Salmah tahu rasa bagaimana ejekan masa lalunya, ternyata kini berakibat fatal.
Anak bungsunya akan digarap oleh Rukiah. Rukiah mengajak Totok menemaninya untuk berenang. Totok dibelikan celana renang yang sesuai dengan umurnya. Walau masih 13 tahun, Totok bertubuh tinggi, walau sedikit kurus. Saat berenang, Rukiah melihat kalau Totok boleh juga. Dia harus memperdaya bocah itu. Malamnya, ia ajak Totok menemani dirinya nonton film semi BF. Rukiah sengaja tidak memakai bra dan selana dalam saat memakai daster tipisnya. Totok disuruhnya memakai sarung dan kaos oblong saja, biar tidurnya enak dan tubuhnya bebas. Katanya, saat tidur itulah terjadi pertumbuhan tubuh. Mereka nonton mulai dari awal. Pada pertengahan, adegan demi adegan percintaan mulai terjadi, Ada adegan cium-ciuman, raba-rabaan, termasuk adegan isap tetek segala.
Saat itu, Rukiah melirik Totok yang gelisah dan sebentar-sebentar memegang Anu-nya. Rukiah tersenyum. Segera dipeluknya Totok yang duduk di sebelah kirinya. Dengan cepat ia masukkan tangannya ke dalam kain sarung Totok.
“Wah, sotong-mu besar juga, Tok,” rayu Rukiah.
Totok malu dan tersipu, ia berusaha melepaskan tangan Rukiah. Tapi dengan kasar Rukiah melepas kain sarung Totok, hingga tinggal celana dalam saja yang dikenakan bocah kurus itu. Totok masih malu-malu juga. Sekali sentak, celana dalam itupun juga sudah melorot ke bawah. Rukiah turun dari sofa dan jongkok di lantai, ia langsung memasukkan kontol Totok ke dalam mulutnya.
“Kamu diam aja. Jangan berisik,” Rukiah merayu, namun setengah mengancam.
Rukiah tahu bagaimana memperlakukan laki-laki sesuai dengan umurnya. Totok pun diam, menikmati kontolnya yang tengah dipermainkan Rukiah di dalam mulutnya. Dan tak lama ia mengejang saat melepaskan spermanya di dalam mulut Rukiah beberapa kali.
“Wah, kamu ternyata hebat juga.” kata Rukiah senang.
“Maafkan saya, Bulik. Saya…” Totok terbata.
“Udah, nggak perlu minta maaf. Kapan-kapan kita ulangi lagi, sampai kamu merasa enak dan nyaman. Asal, kamu jangan cerita kepada siapapun juga, termasuk kepada ibumu,” rayu Rukiah yang juga bernada setengah mengancam.
“Iya, Bulik. Saya janji,” kata Totok. Rukiah tersenyum.
“Sudah, untuk seterusnya, kamu tidur sama bulik saja. Kecuali ada tamu, baru kamu tidur di kamarmu sendiri.” Totok pun mengangguk.
Malam itu mereka tidur dengan aman-aman saja. Sebelum tidur, tentu saja Rukiah menelanjangi Totok dan dirinya, lalu mereka bersembunyi di bawah selimut dengan AC yang disetel sepoi-sepoi sejuk. Begitulah, setiap malam mereka tidur bersama. Jika libur, Totok ikut membantu Rukiah ke pasar untuk berdagang. Selesai belajar, mereka nonton bareng dulu, kemudian mereka tidur. Tugas rutin Totok adalah menetek, sampai Rukiah tertidur. Lama kelamaan netek itu bukan tugas rutin lagi, malah Totok menjadikannya sebagai sebuah kebutuhan. Secara perlahan namun pasti, Rukiah terus membimbing Totok untuk belajar. Belajar untuk sekolah, juga belajar ngeseks. Bagaimana cara menghisap tetek dan mempermainkannya dengan baik.
Bagimana menjilati memek dengan baik serta mempermainkan klitorisnya. Mumpung Totok masih kecil, Totok juga diajari bagaimana ngentot duburnya dengan mengolesinya baby oil terlebih dahulu. Totok juga mengerti, kalau Rukiah capek, dia langsung memijatnya. Totok pun senang karena dia setiap pagi dapat jajan Rp. 5.000,- ke sekolah selain ongkos angkot. Totok juga sudah mengerti, bila Rukiah menciumi dirinya dan menjilati lehernya, dia juga harus meresponsnya. Sering pula, tengah malam, Totok horny. Dia akan menetek dan menjilati memek Rukiah, kemudian setelah basah dan Rukiah lama-kelamaan terbangun untuk memberikan respons, Totok langsung menindih tubuh Rukiah dan mengentotnya dari atas.
Totok sudah mampu mengatur permainan, padahal dia baru tiga bulan bersama Rukiah. Liburan semester, betapa senangnya perasaan Bu Salmah melihat anaknya berpakaian bagus, tubuhnya bersih, raportnya juga bagus. Saat datang menjenguknya, ia membawa oleh-oleh dari kampung hasil ladang suaminya yang diperoleh dari hasil korupsi semasa jadi pejabat kecil. Ayah Totok tak bisa ikut, karena penyakitnya semakin parah saja. Masa liburan itulah Totok banyak membantu Rukiah jualan, dan Bu Salmah rela saja Totok tak pulang ke kampung agar bisa membantu Rukiah jualan. Dendam membuat hidup Rukiah menjadi semakin semangat. Semangat bekerja keras, semangat juga untuk ngesek. Baginya ngesek adalah hiburan yang menyenangkan, nikmat dan indah. Selain itu, nampaknya Rukiah juga mendapat kelainan jiwa. Dia hyperseks. Jika Totok dan Sabirin mampu melayaninya, mungkin Rukiah akan meminta jatah masing-masing empat kali sehari setiap orang.
Tapi Rukiah berusaha untuka menahannya, agar pada puncaknya, dia bisa menikmati mereka dengan tenang. Buktinya, jika dia menginginkannya, di atas mobil dia sudah bilang kepada Sabirin agar bersiap-siap. Begitu sampai di garasi, Sabirin sudah tahu apa tugasnya. Biasanya, Rukiah langsung menungging dan Sabiring langsung pula menusuk dari belakang memek Rukiah yang sudah basah karena horny. Sedangkan Totok adalah kesayangan Rukiah, karena ukuran kontol Totok sangat pas untuk duburnya. Bagaimana pula dengan kisah Bondan? Bondang adalah adik laki-laki dari Bu Surti. Bu Surti dulu suka membagikan kabar burung dari rumah ke rumah di kompleks itu. Ada saja kabar burung tentang Rukiah yang disebarkannya. Setelah suaminya menceraikannya, karena dia kawin lagi, Bu Surti mulai diam.
Jika berpapasan dengannya, Rukiah selalu tersenyum manis, sebaliknya malah Surti yang malu. Jika melihat Rukiah datang dari arah berlawanan, Surti selalu mengambil jalan pintas untuk menghindar. Sore itu, nampaknya tak ada jalan lain. Ia harus mendatangi rumah Rukiah. Rukiah punya rumah sewa di belakang rumahnya. filmbokepjepang.com Bondan, adik kandung Surti, mau menikah. Untuk itu, dia harus punya rumah kontrakan. Setelah harga sesuai, Surti pun berterima kasih. Besoknya, Bondan mulai membersihkan rumah dan melakukan pengecetan agar rumah kelihatan kinclong. Rukiah datang memeriksa rumah yang sedang dicat. Dengan gaya genitnya, ia mulai merayu. Rukiah menanyakan segalanya dan segera mengetahui kalau usia Bondan baru 24 tahun.
Dengan malu-malu, Bondan mengatakan kalau belum pernah gituan dengan gadis mana pun. Pernikahannya adalah hasil perjodohan dengan family sendiri. Rukiah segera tidak tinggal diam. Dia terus merayu dan merayu, sampai akhirnya Bondan mau diajak ke rumahnya untuk beristirahat. Begitu memasuki pintu rumah, Rukiah mulai beraksi.
“Kamu harus belajar, agar nanti tidak kikuk menghadapi istrimu,” kata Rukiah.
Ia ingat betul, saat dulu Bondan masih kecil, saat pemuda itu masih SMP, ia pernah ikut juga mendiskreditkan dirinya. Inilah saat yang tepat bagi Rukiah untuk membalas dendam. Dia mulai memancing Bondan dengan duduk sembarangan. Diliriknya pemuda itu, tampak Bondan sudah gelisah. Rukiah tersenyum, dalam hati ia bertekad, hari itu juga dia harus dapat menggarap Bondan. Bondan yang tinginya berkisar 177 cm itu rasanya pas untuk memek Rukiah.
“Kamu ngaku saja, kalau kamu sudah ngaceng,” kata Rukiah. Bondan tertunduk malu sebagai jawabannya.
“Ya sudah, kalau kamu mau, aku bisa ajari kamu bagaimana ngelakuin malam pertama,” kata Rukiah.
Lagi-lagi Bondan tertunduk. Saat itulah Rukiah mengambil inisiatif, walau sebenarnya Bondan juga sudah horny. Didatanginya kursi Bondan dan dipeluk tubuh pemuda itu dari belakang, lalu diciumnya pipi Bondan bertubi-tubi.
“Tante, nanti ketahuan gimana?” tanya Bondan takut-takut.
“Kalau bukan kamu yang beritahu, mana mungkin ada yang tahu,” kata Rukiah sembari membalik tubuh Bondan setelah dibimbingnya untuk berdiri.
Mereka pun berhadap-hadapan. Rukiah menarik tali daster yang terikat ringan di kedua bahunya, daster itu pun langsung melorot jatuh ke lantai. Rukiah juga melepaskan Branya dan menyodorkan pentil teteknya ke mulut Bondan, setelah terlebih dahulu tengkuk Bondan ditariknya mendekat sampai pemuda itu membungkuk karena tubuhnya yang terlalu tinggi. Desah nafas Bondan mulai tak beraturan. Dia menyedot-nyedot pentil tetek Rukiah dengan penuh nafsu. Rukiah membalas dengan meraba kontol Bondan dan melorotkan celana dalam serta celana bocah itu. Dalam waktu singkat, keduanya sudah telanjang bulat.
Rukiah pun jinjit agar tubuhnya bisa setidaknya menyamai tubuh Bondan. Rukiah merasakan ada benda yang menggelitik-gelitik perutnya. Kontol Bondan rupanya sudah keras betul, Rukiah berusaha menggoda agar Bondan yang meminta untuk dimasukkan penisnya. Bukan permintaan yang terjadi. Bondan ternyata gelap mata. Dengan kasar, dia mengangkat tubuh molek Rukiah ke atas meja makan dan menelentangkannya, kemudian dikangkangkannya kedua paha wanita itu, lalu ditusuknya memek Rukiah keras-keras. Memek yang sudah basah kuyup itu dimasukinya dengan kasar. Rukiah merasakan kehangatan yang luar biasa dalam rahimnya.
Perlakukan kasar Bondan justru membuat Rukiah sangat menikmati. Tak pernah Sabirin apalagi Totok dan suaminya memperlakukannya seperti ini. Setelah semua kontolnya tenggelam, dengan kuat Bondan mulai mengocoknya dalam rahin Rukiah, membuat tubuh Rukiah bergoyang-goyang indah karenanya. Bondan yang berdiri bebas di lantai, membuatnya semakin mudah untuk menusuk-nusuk memek Rukiah. Rukiah merintih-rintih dan menikmati semua tusukan kasar itu.
“Sayang… kamu hebat sekali. Puasin aku, Sayang…” Rukiah seakan menghiba-hiba.
Bondan terus memompanya tanpa memberikan jawaban. Baginya bekerja lebih baik daripada berbicara, dan menikmati lebih enak daripada menusuk tanpa dinikmati.
“Kalau kamu bisa memuaskan aku, aku akan kurangi kontrak rumahmu seperempatnya,” kata Rukiah.
Bondan pun semakin bersemangat. Dia terus menusuk memek Rukiah semakin cepat dan cepat, kontolnya terus keluar-masuk di memek sempit Rukiah sampai Rukiah menjepitkan kedua kakinya ke pinggang Bondan sembari melepas cairan cinta dari dalam tubuhnya.
”Huuuuuuhhhhhh…!!” Rukiah menggumam nikmat.
Bondan terus saja memompanya tanpa henti, sepertinya tiada rasa lelah bagi pemuda itu dan tiada rasa puas. Dari tubuhnya mengalir keringat dan otot-otot tubuhnya kelihatan mengkilap. Dengan sebuah tekanan yang kuat, Bondan pun melepaskan spermanya beberapa kali ke dalam lubang Rukiah yang teramat dalam itu. Rukiah terdiam tak mampu mengucapkan apa-apa selain menikmati saja. Bondan membiarkan kontolnya tetap berada dalam memek Rukiah, walau pun spermanya mulai meleleh keluar dari celah memek itu. Setelah kontolnya mengecil dan terlepas, Bondan cepat memakai kembali pakaiannya. Rukiah tersenyum dan menyatakan,
”Kamu hanya harus membayar uang kontrakan dua per tiga dari harga yang sudah ditetapkan, sebagai hadiah percintaan kita.” Bondan pun tersenyum senang. Setelah pindah rumah, beberapa malam kemudian, ia mengirimkan SMS kepada Rukiah. ”Memek tante lebih nikmat daripada memek istriku.” Rukiah pun tersenyum puas, ’Kau tak akan puas dengan isterimu.
Aku akan memuaskanmu, bila kau juga memuaskanku,’ batin Rukiah. Akhirnya, dalam seminggu, Bondan harus melayani Rukiah sebanyak tiga kali. Mungkin saja jatah isterinya dua kali seminggu tak tepenuhi, karena tenaga Bondan habis dikuras sebelumnya. Jika ada kesempatan, Rukiah langsung meng SMS Bondan, dan secepat kilat Bondan datang, kemudian melayani Rukiah. Bondan merasa beruntung karena mampu mendapatkan seks dari Rukiah, tapi sesungguhnya dia tidak tahu kalau dia adalah kuda tunggangan bagi Rukiah. Terlebih Bondan dan isterinya sudah punya hutang sebanyak tiga juta yang harus dibayar cicil tanpa bunga. Bunganya, Bondan cukup memuaskan nafsu Rukiah, sebagai mana yang diinginkan oleh janda cantik itu.
Kejadian itu terus berlangsung hingga muncullah Sularto, demikian nama kakek itu. Umurnya sudah 69 tahun. Walau sudah tua, tubuhnya masih kelihatan berotot. Sularto adalah ayah dari Bu Ningsih yang mulutnya mirip burung betet. Masih pagi sekali sudah nyindir. Siang nyindir, sore nyindir, malam juga nyindir. Mau sholat nyindir, usai sholat juga nyindir. Pokoknya jantung Rukiah terpacu terus karenanya. Tak ada perempuan yang mampu melawan Bu Ningsih bila bertengkar. Mungkin memeknya lebih lebar dari mulutnya, membuat dia bisa merepet-repet terus menerus. Pet-pet-pet… Suaminya tertangkap menjual narkoba dan pengadilan menghukumnya 7 tahun penjara.
Sebelumnya dia yakin sekali, petugas bisa disuap, hinga dia menjual semua hartanya. Setelah semua harta terjual kecuali rumah, masih juga dia dihukum 7 tahun penjara. Ningsih pun merepet-repet, Udah dikasih uang, tetep aja dijatuhi hukuman berat. Dasar negara ini sudah tidak beres. Dasar koruptor, dasar setan, dasar iblis dan sejuta makian lainnya. Baginya pengedar dan bandar narkoba itu mungkin sama dengan malaikat, hingga dia bisa memaki-maki orang lain.
“Bu Rukiah, katanya Ibu mau mengecat rumah ya?” tanya Bu Ningsih suatu hari.
“Kenapa Bu?” balas Rukiah.
“Kalau memang mau ngecat rumah, biar bapak aku aja yang ngecet. Dia ahli mengecet rumah lho, Bu.”
“Kalau harganya cocok, ok lah…” kata Rukiah.
Mulailah mulut jeber Ningsih bermain.
“Ooaalah bu, bu… Sama tetangga aja kok sombong. Baru minta kerjaan ngecat aja kok sombong sekali?”
“Kalau begitu, silahkan cari objekan lain. Cat aja rumah orang lain,” kata Rukiah lembut namun tajam di balik senyumnya.
“Bukan begitu, Bu… kan lebih baik dikasih aja sama tetangga.” kata Bu Ningsih.
“Tergantung bagaimana negosiasinya,” kata Rukiah.
“Gak usah nege-negeoan lah, Bu. Boleh gak?” nada suara Ningsih meninggi.
“Kalau tidak mau memang kenapa?” kata Rukiah tak kalah sengit.
“Bukan begitu, bu… Boleh dong? Iya ya?” Ningsih melembut.
“Kalau harganya cocok, kenapa tidak? Itu pun harus bagus, kalau tidak, aku pasti komplein,” kata Rukiah.
“Alaaahh… sombong banget sih.”
“Kalau sombong kenapa? Apa gak boleh aku sombong?” Rukiah mulai marah.
“Ya sudah, bicara saja sama bapakku,” Ningsih mengalah.
Pertemuan itu akhirnya menyepakati harga dan Totok diminta membeli cat sesuai ukuran dan warna. Sularto pun mulai membuat tangga-tangga. Yang dicet lebih dulu bagian atas. Sebagai duda, Sularto kelihatannya masih kuat lahir batin. Rukiah tersenyum. Dia akan buat kontol bapak Ningsih itu merepet di dalam memeknya. Mereka naik ke lantai atas dan Ningsih ingin masuk ke dalam rumah Rukiah.
“Maaf bu, ini rumah saya. Ibu gak boleh sembarangan masuk. Ibu di luar saja,” kata Rukiah ketus sambil menatap tajam Ningsih.
“Alaaahh… baru rumah begini aja,” kata Ningsih sambil membalikkan tubuhnya dan pergi.
“Besok belilah rumah yang lebih besar dari rumah ini,” kata Rukiah tak kalah tajamnya.
Setelah mengunci pintu gerbang, Rukiah mengganti pakaiannya dengan daster mini tanpa bra dan celana dalam. Hari ini juga dia harus menuntaskan Sularto, atau tidak untuk selamanya. Dendamnya pada Ningsih harus terlampiaskan. Saat menaiki tangga ke lantai atas, Rukiah sengaja seperti melompat-lompat agar dasternya yang mengembang itu terangkat-angkat, dan pantatnya yang mulus bisa dilihat oleh Sularto. Benar saja, jakun Sularto naik turun dan Rukiah melihatnya. Begitu sampai di lantai atas, Rukiah langsung menggenggam burung Sularto dari balik celananya.
“Sudah lama puasa, pasti sedang mau-maunya ini!” kata Rukiah genit.
Sularto terkejut juga diperlakukan demikian, namun dia tidak bisa menolak saat Rukiah menekan tubuhnya ke dinding dan menurunkan celananya dengan cepat hingga burung hitam legamnya yang sudah mulai ngaceng langsung terlompat keluar. Rukiah segera mengulumnya sampai menjadi keras. Setelah keras, semua celana Sularto ia lepas.
“Hayo, Pak, masukin kontolmu ke memekku. Pasti kontolmu merasa puas,” kata Rukiah dengan kasar tanpa tedeng aling-aling.
Ditariknya tubuh Sularto sambil Rukian menelentangkan diri di lantai. Sularto yang sudah lama tidak ngentot, seperti kerbau dicucuk hidungnya, langsung menindih tubuh mulus janda cantik itu. Rukiah segera menuntun kontol Sularto agar cepat masuk ke dalam lubang memeknya. Terhenyak juga Rukiah menghadapi kontol besar yang berurat itu.
“Kalau kamu bisa memuaskan nafsuku, upahmu akan aku tambahi,” katanya.
Mengangguk mengerti, Sularto segera memompa memek basah Rukiah dengan penuh nafsu. Dia berupaya agar Rukiah bisa puas. Pompaan demi pompaan Sularto diimbangi oleh Rukiah dengan goyangan erotis dari bawah. Rintihannya membuat Sularto semakin bernafsu, sementara desah nafas Sularto membuat Rukian semakin bersemangat. Mereka terus menerus saling goyang dan saling hisap sampai akhirnya terjadi lelehan lendir dan tembakan sperma di alat kelamin keduanya.
Baik Rukiah maupun Sularto benar-benar merasa puas. Sejak saat itu, selama dua minggu Sularto bekerja di rumahnya, pagi-pagi sekali, sebelum jualan, Rukiah minta dientot lebih dulu oleh Sularto, baru kemudian dia bekerja. Setelah dientot, Rukiah keluar dan mengunci gerbang agar Ningsih tak bisa masuk. Dia dendam sekali pada wanita itu. Pada saat ngentot dengan Sularto, dendamnya kepada Ningsih membuat Rukiah semangat untuk ngentot dan dientot.
“Kenapa sih aku tak bisa masuk ke rumah Bu Rukiah, aku kan hanya pengen melihat bapakku bekerja,” kata Ningsih memprotes saat mereka bertemu.
“Rahasia dong…” balas Rukiah dengan genitnya.
“Bapakku itu orang alim tahu. Tak mungkin siapa pun bisa menggodanya!” kata Ningsih membanggakan bapaknya.
“Oh yaa?” kata Rukiah mengedipkan matanya.
“Alim ulama, kalee…” tambah Rukiah genit pula.
Dia pun masuk ke dalam mobilnya dan duduk di sebelah Sabirin. Dalam mobil, dia mulai ngomong yang dibuat-buat.
”Dasar perempuan tolol. Mana mungkin aku mau menggoda bapaknya yang tua bangka bau tanah itu. Ningsih itu tidak tahu, kalau aku punya pacar yang namanya Sabirin, iya kan sayang?” kata Rukian pada Sabirin, genit.
Sabirin pun tersenyum. Mereka melaju meninggalkan rumah menuju pasar tempat jualan. Baru saja mereka sampai ke pasar, mereka dapat kabar kalau Pak Sularto jatuh dari atas rumah dan kepalanya pecah, lalu meninggal dunia. Dalam percakapan antara Sabirin dengan tetangga yang menyaksikan peristiwa itu, katanya Sularto itu keletihan, tapi dipaksakan terus memanjat, akhirnya jatuh dan mati. Rukiah terkejut mendengar berita itu. Tapi dibaliknya dia tersenyum, karena tadi pagi dia memaksa Sularto mengentotnya dua kali.
Mungkin itu yang membuat Sularto jadi keletiha. Hari itu, mereka tak jadi membuka dagangan. Mereka langsung pulang untuk menghadiri pemakaman Sularto. Semua orang memuji Rukiah karena Rukiah mau menanggung semua biayanya. Sebaliknya orang menyalahkan Ningsih yang memaksa Bapaknya cari makan, padahal sudah tua. Rukiah hanya tersenyum saja dan pulang ke rumahnya. Di rumah, dia sudah disambut oleh Totok dan malamnya mereka tidur pulas berdua sehabis ngentot tiga kali.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,