Di Bengkel Motor
Siang itu, aku harus pergi ke bengkel karena ada sedikit masalah dengan sepeda motorku. Awalnya aku menuju ke bengkel langgananku. Akan tetapi, niat tersebut aku urungkan karena bengkel tersebut sangat penuh. Bisa saja aku menunggu, toh aku adalah pelanggan sehingga akan dapat prioritas. Namun waktuku tak banyak karena pekerjaan yang sudah menanti. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk mencari bengkel lain. Aku menyusuri sepanjang jalan dimana banyak terdapat bengkel. 2 a
Setelah sekitar 5 menit mencari, akhirnya aku menemukan sebuah bengkel yang tidak terlalu ramai. Aku memutuskan untuk memperbaiki motorku disitu saja. Bengkel tersebut tidak terlalu besar. Disitu ada beberapa pelanggan, tidak lebih dari 5 orang, yang sedang menunggu motornya diperbaiki. Selain itu, ada 3 orang pegawai bengkel yang sedang sibuk dengan motor-motor rusak, dan 1 orang lagi, mungkin pemilik bengkel ini, yang sibuk menghitung-hitung sesuatu. Karena harus antri, aku duduk sambil membaca koran yang memang disediakan untuk para pelanggan. + a
Kulirik jam, sudah jam 12.05. Sudah waktunya jam istirahat. Kemudian, aku sibuk membaca berita-berita di koran, hingga akhirnya aku dipanggil oleh seseorang. + a
“Mas..mas..motornya yang mana?” tanya pria tersebut. Aku mendengar panggilan tersebut dan langsung melipat koran. + a
“Oh yang itu..” jawabku sambil menunjukkan motorku. Kemudian, pria itu langsung membawa masuk motor lebih ke dalam dan mulai memperbaikinya. Sesaat aku melihat sekeliling bengkel. Sekarang lebih sepi, atau bahkan sangat sepi karena sudah tidak ada orang lain selain aku dan montir yang sedang memperbaiki motorku. + a
Ternyata aku terlalu larut dengan berita-berita yang akan baca di koran, sampai-sampai tidak tahu saat orang-orang sudah keluar dari bengkel ini. Aku pindah tempat duduk di dekat montir yang sedang memperbaiki motor. + a
“Kok sepi mas?” tanyaku untuk mengusir rasa bosan. + a
“Biasa mas, jam segini, jam makan siang” jawabnya tanpa menoleh ke arahku sedikitpun. Saat itulah, aku tanpa sengaja mengamati montir tersebut. Ternyata lumayan juga. Montir tersebut berusia sekitar 28 tahunan, gak jauh dari usiaku. Montir tersebut berkulit agak gelap, rambut cepak, sedikit jambang dan kumis di wajahnya, serta badan yang cukup gagah. Ups, aku ketawa dalam hati. Bisa-bisanya aku mengamati montir tersebut. + a
“Lagi istirahat mas?” tiba-tiba montir tersebut bertanya yang membuatku sedikit kaget. + a
+ a
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
“Eh, iyah” jawabku sekenanya karena grogi. Lalu, ia menoleh ke arahku dan sedikit tersenyum. Deg..jantung berdetak kencang saat ia tersenyum ke arahku. Wajahnya macho banget! Tak lama, ia lalu kembali sibuk memperbaiki motorku. Aku pun berinisiatif untuk mengajaknya ngobrol. + a
“Dah lama jadi montir mas?” kataku dengan nada sesantai mungkin. + a
“Lumayanlah, sudah 3 tahun ini” + a
“Sebelumnya kerja dimana?” tanyaku lagi. + a
“Buruh bangunan mas, pindah-pindah melulu. Baru setelah kerja di bengkel ini, gak pernah pindah-pindah lagi” + a
You’ll
“Ooo gitu” dalam batinku, ternyata pria ini lumayan enak di ajak ngobrol.. Lalu… + a
“Nama saya parno, mas siapa?” tiba-tiba ia mengulurkan tangannya untuk mengajakku berkenalan. + a
“Saya ajie” jawabku. + a
“Tugas dimana mas?” tanyanya sambil mengambil obeng. Ia menanyakan itu karena melihatku memakai seragam polisi. + a
“Dipolsek ****” aku menyebutkan nama sebuaah polsek. + a
“Oo deket sini-sini doang” komentar parno. Aku hanya tersenyum kecil. Aku lirik jam tanganku lagi, sudah jam 12.35. + a
“Masih lama gak mas?” tanyaku karena sudah keburu waktu. + a
“Enggak kok, ini sudah jadi” jawabnya. + a
“Tapi mas belum bisa pergi, karena nunggu yang punya balik kesini. Bayarnya harus sama dia” terangnya. + a
“Wah, lama gak ya mas?” + a
“Enggak, paling 10 menit lagi dah dateng, tunggu saja” jawab parno sambil membersihkan tangannya dengan kain serbet. + a
Aku akhirnya harus berada di bengkel lebih lama lagi nih, pikirku. Padahal aku dah lapar. Cuaca lagi panas-panasnya lagi!. Tiba-tiba, aku mendapat pemandangan yang membuat mataku tak bisa terpejam. Parno yang sepertinya sedang kegerahan, membuka kaos yang ia kenakan. Sekarang ia hanya mengenakan celana pendek saja. Ough..badannya sangat bagus. Dadanya bidang, dan ada sedikit bulu-bulu halus disekitarnya. Lengannya berotot. Aku sampai menelan ludah saat melihat itu semua. Pandanganku tidak hanya sampai situ saja. Mataku juga mengarah ke bagian bawah perut. Tonjolan di antara 2 kaki parno, cukup besar. + a
Aku membayangkan apabila kontol parno besar. Ah…kontolku jadi menegang gara-gara memikirkan itu. + a
+ a
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
“Mas, kalo haus bisa mabil minum di belakang sini” ucap parno yang mengagetkan lamunanku. Aku hanya mengangguk. + a
“Masuk aja mas, gak usah malu” ucap parno sekali lagi. Ia kemudian keluar dari pintu menuju bagian belakang bengkel. Karena dihinggapi perasaan penasaran, aku membuntuti parno. Saat aku sudah di belakang, kulihat parno sedang duduk di kursi bekas mobil. Ia terlihat sedang mencari angin. Melihatku datang, ia berkata kepadaku lagi. + a
“Itu mas minumnya, ambil sendiri saja” tunjuk parno ke arah dispenser yang ada di deket pintu. Aku lalu mengambil minum dan langsung meminumnya. Kebetulan, aku juga sedang haus sekali. + a
“Duduk sini mas, gak apa-apa” kata parno setelah melihatku selesai minum. Aku pun lalu duduk di sebelahnya. Bau keringat langsung menyeruak hidungku saat aku duduk. Bukannya jijik, birahiku malah semakin naik. Aku berusaha bersikap senormal mungkin, padahal jantungku berdetak kencang. Apalagi melihat badan parno yang aduhai. Saat aku sedang mengamati tubuhnya sekali lagi, parno ternyata tahu. Ia hanya tersenyum ke arahku, aku malu dan langsung membuang muka. Tak berapa lamu, tiba-tiba ada sesuatu yang hinggap di pahaku. Ternyata itu adalah tangan parno. Aku kaget. + a,,,,,,,,,,,,,,